Durasi 5 - Aduh!

805 279 3
                                    

Rajinlah memberi komentar. Dijamin makin pintar.

TYPO DAN EBI YANG TAK SEMPURNA MUNGKIN BANYAK BERTEBARAN DI SINI. JADI, MOHON KITA SALING BELAJAR😊

Bintang di sini di mana ya?

Enjoy this story
-
-

Raini menghela napas. "Nggak kok, Mi. Raini cuma lagi kepengen cocang rambut aja." Lantas duduk di salah satu bangku.

"Beneran? Bukan karena mau ketemu gebetan?"

"Ish, beneran lah, Mi. Lagian hari ini kegiatan belajar mulai serius lho, Mi. Cocang rambut berguna banget buat ngatasin kegerahan karena pusing sama pelajaran."

"Oh gitu?"

Raini mengangguk.

"Masa sih?"

"Iyaaa Mamiku sayang .."

"Pagi, Mi! Pagi, Rai!" suara bariton menyapa hangat. Itu adalah Papi Raini yang baru selesai berpakaian, langsung mengambil tempat duduk di seberang Raini. "Sarapan apa kita hari ini?"

"Biasalah, Pi. Seperti biasanya. Kecuali kalau Papi mau nambahin uang belanja Mami, mungkin kedepannya sarapan kita bakalan meningkat," Mami menjawab sembari bergurau, lantas duduk di sebelah Papi. "Sekarang, kita sarapan apa adanya dulu."

"Baiklah, Nyonya Rumah Tangga." Papi tersenyum mahsyur, mengangguk takzim. Kemudian mulai menyantap sarapan.

Mami juga ikut sarapan, pun Raini. Tidak lama, sarapan harmonis tersebut selesai. Raini pun bergegas ke ruang depan, memakai sepatu, berketepatan saat Kelvin datang hendak menjemputnya pergi ke sekolah.

"Ayo, gercep dong, Rai. Lo pake sepatu gitu aja lambatnya ngalah-ngalahin gerakan kaki seribu." Kelvin mengoceh di depan pintu rumah yang sudah dibuka Raini sedari tadi— bersandar di dinding.

Benci melihat betapa sembrononya Kelvin, Raini melemparkan sepatu ke arahnya. Tepat mengenai perut, berbekas tapak sepatu di seragamnya.

"Ck! jadi kotor kan, Rai. Baru hari selasa lho ini." Kelvin ngedumel, mencoba membersihkan seragamnya, namun tetap saja menyisakan bekas tipis.

Raini hanya memberikan lirikan mata, tak merasa bersalah sedikitpun melakukan itu.

'Tit-Tit-Tit-Tit-Tit...'

Bunyi seperti sirine tiba-tiba terdengar jelas dari luar rumah, menarik perhatian. Kelvin sigap balik kanan, hendak melihat berasal dari mana bunyi itu.

"Truk sampah, ya?" Raini bertanya mendekati Kelvin setelah selesai memakai sepatu.

Kelvin mengangguk. Di depan rumah sebuah truk sampah besar sedang berhenti, memungut sampah satu bak, jadwal rutin sehari-hari. "Seperti biasa," ujarnya ringan.

Entah mengapa, Raini gusar sampah pagi itu diangkut ke truk sampah. Raini masih ingat dia belum mendapatkan kepastian tentang bungkusan plastik kemarin yang coba dia cari. Dia belum menemukannya saat mencoba menggalinya. Apakah memang masih ada di sana atau jangan-jangan?

Kelvin terkejut saat Raini secara tiba-tiba melintas di depannya dan berlari sekencang mungkin ke depan rumah dengan wajah panik. Bukan hanya itu, Kelvin tak habis pikir saat Raini malah mendatangi truk sampah, menggedor-gedor pintu untuk memanggil sang supir.

𝐃𝐄𝐆𝐑𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang