1

12.1K 719 119
                                    

Di sebuah rumah bilik bambu yang terletak di samping pasawahan, dua orang gadis berambut pendek tengah membaringkan tubuh dengan beralaskan tikar. Mereka adalah dua sahabat yang beberapa tahun lalu memutuskan untuk kabur dari Panti Asuhan saat ada seorang pengusaha sukses ingin mengadopsi salah satu dari mereka. Karena tidak ingin berpisah, merekapun memutuskan untuk kabur dan hidup di desa.

Ratu Viny Fitrilya dan Devi Kinal Putri, itu nama lengkap dari mereka berdua. Memutuskan untuk hidup mandiri di umur 10 tahun memang tidak mudah, untung saja saat itu warga di desa ini berbaik hati dan bersedia bergiliran memberi makan mereka berdua karena iba. Dengan bermodalkan surat keterangan tidak mampu, Kinal akhirnya bisa sekolah sampai SMA, biaya tunjangan diberikan oleh Sekolah dan tak jarang beberapa Guru ada yang ikut memberi sumbangan untuk mereka, karena kebetulan Kinal adalah anak yang berprestasi. Ya, hanya Kinal yang bersekolah. Dengan satu alasan, Viny tak bisa melanjutkan Sekolahnya, hanya sampai SD saja.

Setelah lulus SMA, dua tahun lamanya Kinal dan Viny berkerja banting tulang di sebuah perkebunan milik salah satu penduduk desa. Merasa sudah mampu mencari uang sendiri, mereka menolak jika ada salah satu dari penduduk desa berniat memberi sumbangan. Bukan sombong, mereka hanya tidak ingin terus menerus menyusahkan orang lain.

"Viny, kamu mau sukses kaya orang lain gak?" tanya Kinal tanpa mengalihkan tatapannya dari langit-langit rumah yang terbuat dari kayu rapuh. Jika sedang hujan, air sudah pasti akan masuk ke rumahnya ini.

"Emang kita masih bisa sukses ya? Masih bisa makan juga kita mah udah bersyukur atuh, Nal," jawab Viny dengan logat khas Sunda.

Bayaran dari pemilik kebun hanya bisa mereka pakai untuk makan. Mereka bisa disebut buta teknologi, tidak pernah memiliki ponsel, tv atau barang-barang canggih lainnya. Beberapa kali mereka pernah melihat orang-orang disekeliling menggunakan ponsel, mereka hanya tau barang itu bisa digunakan untuk alat komunikasi. Selebihnya, mereka menolak untuk tau.

"Ih, masa mau gini terus atuh, Vin?" Kinal bangkit kemudian duduk, menatap serius pada Viny yang masih membaringkan tubuh. "Kita ke Jakarta, mau gak?"

"Hah?!" Viny terpekik dan kontan ikut bangkit. "Kita ke Kota? Ngga salah? Kamu mimpi apa semalem? Ngadadak hayang ka kota."

"Kamu mau tidur terus di atas tikar? Mandi harus ke MCK dulu. Bukannya kita punya cita-cita buat sukses ya? Gini terus mah kapan suksesnya atuh." Helaan napas kasar lolos dari bibir Kinal melihat kondisi kehidupannya tidak berubah selama beberapa tahun terakhir ini.

Dibanding Viny, Kinal lebih sering mengeluh dan ingin terus bekerja keras agar bisa mendapatkan uang yang banyak. Sementara Viny orang yang tidak memiliki ambisi apapun dalam hidupnya, yang terpenting untuknya, ia tetap bisa makan dan berada di samping sahabatnya, Kinal.

"Aku pengen ngerubah hidup." Tatapan Kinal semakin serius. Lewat tatapan itu, Viny bisa melihat kembali sosok Kinal yang selalu memiliki ambisi tinggi dalam hal apapun. Kinal tiba-tiba menggenggam tangan Viny, "Ayo, Vin. Kamu harus semangat biar sukses."

Viny meringis melihat semangat Kinal yang menggebu-gebu, "Hidup gini aja cukup, asal bahagia."

"Ah, aku gak mau. Ya udah kamu di kampung, aku ke kota. Ntar aku kirim uang buat kamu makan." Kinal melepaskan genggamannya lalu memalingkan wajah ke arah lain agar Viny tidak mengetahui bahwa ia marah. Kinal tau, meski terlihat tomboy dan kuat, dihadapannya Viny adalah seorang yang cengeng. Jika Kinal marah, yang terjadi selanjutnya adalah Viny akan menangis.

"Atuh jangan, ih. Aku sama siapa di sini?" Viny merengut kemudian memeluk Kinal, menyandarkan pipinya di dada Kinal. "Aku ikut kamu, ya? Aku gak mau sendiri."

Kinal tersenyum seraya mengusap lembut rambut pendek Viny, "Minggu depan kita berangkat ya?"

"Janji, di sana kita tinggal bareng."

Cinta IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang