33

3.4K 571 104
                                    

"Ngapain lo ke sini?" tanya Shani tajam ketika melihat Veranda duduk di sampingnya tepat saat ia membuka mata. "Lo bukan sodara gue."

"Lo semalem ujan-ujanan 'kan? Jadi sakit." Veranda mengusap dahi Shani, tetapi langsung ditepis dengan kasar. Veranda mengembuskan napas berat lalu berdiri. Percuma saja, ia sudah tidak ada harganya di depan Shani karena Shani sudah terlalu membencinya.

"Pergi lo!!" bentak Shani melemparkan bantal yang ia pakai pada Veranda. "Gue benci sama lo!"

Veranda menutup mata ketika merasakan bantal itu mendarat tepat di wajahnya. Ia mengangkat kepala Shani dengan lembut kemudian menyimpan bantal itu di bawah kepalanya. Veranda mundur lalu berbalik, memandang pada Gracia yang ternyata sudah bangun. Gadis itu menatapnya tidak suka. Sekali lagi, Veranda membuang nafas panjangnya dan memilih untuk pergi dari sana sebelum nyawanya habis diterkam kedua gadis itu.

"Ve, perban aku dilepas sama teteh ini." Kinal menunjuk perawat yang baru saja selesai mengganti perbannya. "Perih, aku mau pulang."

Veranda tersenyum kemudian berdiri tepat di samping Kinal yang sedang menatapnya. Veranda meraih tangan Kinal dan digenggam erat, "Mau sembuh 'kan? Jangan buru-buru mau pulang ya." Veranda mengusap punggung tangan Kinal, berusaha untuk membuatnya tenang.

"Aku mau peluk kamu." Kinal menarik tangan Veranda agar lebih mendekat kepadanya kemudian ia peluk erat. Kinal menyandarkan pipinya di dada Veranda. Entah kenapa ia sangat merindukan Veranda karena dari semalam ia tak melihat Veranda meski ia yakin Veranda pasti menemaninya sepanjang malam di sini.

"Cepet sembuh ya? Aku temenin kamu terus." Veranda mengusap kepala belakang Kinal kemudian mengecup puncak kepalanya selama beberapa detik.

"Adeknya?" tanya perawat itu pada Veranda.

"Pacar," jawab Veranda memutar malas bola matanya. "Kamu sih." Perawat lainnya menyenggol lengan perawat yang bertanya itu dan buru-buru berjalan keluar setelah pamit pada Veranda.

"Kok bisa ya cewek sama cewek pacaran, Dell?"

"Yaelah Sak Sak, Dokter Nadse sama Dokter Sinka juga 'kan dikabarin pacaran. Pernah ada staff RS ini yang ketemu mereka di hotel Bali itu. Ngapain coba berduaan di hotel kalo gak nganu?"

"Hush, gosip aja tar kedenger pasien."

"Kan lu yang ngajak gosip."

Veranda hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar semua pembicaraan perawat itu. Mereka beruntung karena tubuhnya lemas sekarang. Jika tubuh Veranda kuat seperti biasanya, mungkin ia sudah mengacak-acak rumah sakit ini.

"Ve, kalo Viny ninggalin aku, kamu janji sama aku untuk selalu ada di samping aku ya? Aku gak punya siapa-siapa lagi. Aku takut sendiri." Kinal mengeratkan pelukannya pada Veranda.

Veranda mencium puncak kepala Kinal berkali-kali lalu berucap, "Aku gak akan pernah tinggalin orang yang aku cintai." Veranda melepaskan pelukan Kinal lalu tersenyum seraya menarik dagu Kinal agar mendekat kepadanya. Veranda memejamkan mata kemudian mencium bibir Kinal, melumatnya dengan lembut.

"Kalo Viny pergi, lo mau gimana?" tanya Shani pada Gracia yang sedang memandang lurus ke langit-langit kamar. Untuk saat ini, mereka hanya bisa berdiam diri di kamar karena tubuh mereka sama-sama lemas dan tak bertenaga.

"Senja," jawab Gracia lemas. Wajahnya sangat pucat, pun dengan wajah Shani.

"Maksudnya?"

"Cinta dan senja itu sama. Ketika kita mengangungkan senja, kita lupa senja selalu mengenal pulang. Saat kita mengagungkan cinta, kita lupa cinta selalu mengenal hilang."

Cinta IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang