15

4.7K 662 116
                                    

"Makan terus, Vin. Biar cepet minum obat."

Viny mengangguk, membuka mulut ketika Gracia menyodorkan sesendok nasi kepadanya. "Teteh nyuapin pelayan yang lain juga?" tanyanya sambil mengunyah nasi itu.

Gracia menggeleng, "Ya mereka bisa makan sendiri, ngapain aku suapin?" Ia tersenyum, ada-ada saja pertanyaan Viny. Mana mungkin ia mau menyuapi pelayan lain selain Viny?

"Kok aku disuap?" Viny kembali membuka mulutnya, mengunyah suapan terakhir dari Gracia.

"Karna kamu spesial." Gracia memberikan segelas air putih dan obat -yang sudah Nadse siapkan- pada Viny.

"Spesial itu kaya gimana?"

Sebelum menjawab pertanyaan, Gracia membiarkan Viny menelan obatnya terlebih dahulu kemudian menyimpan gelas itu di atas meja. Setelahnya, baru ia mengeluarkan suara, "Spesial. Kamu spesial." Gracia tersenyum hangat, menggenggam tangan kanan Viny dengan erat. "Aku janji mulai sekarang bakal jagain kamu."

"Aku gak mau ke tempat yang semalem lagi ya, Teteh? Aku takut minum racun, kepala aku sakit." Viny memegang kepalanya, "Di sini."

"Iyaa ngga. Semalem kamu diapain sama Shani?"

"Aku disuruh minum racun sama Teteh putih terus bibir aku dicium." Viny menunjuk bibir bagian bawahnya, "Ininya disedot sebentar."

"Setan," gumam Gracia. Emosinya tiba-tiba saja naik mendengar cerita itu. Bisa-bisanya gadis itu berani mencium Viny di belakangnya, setelah memberikannya minuman beralkohol. Gracia berjanji, jika ini terjadi untuk yang kedua kalinya, ia tak akan segan-segan untuk memberikan pelajaran pada Shani.

"Aku liat banyak perempuan pake baju seksi di sana." Viny kembali melanjutnya ceritanya. "Terus, mereka dicium juga tapi sama laki-laki bukan perempuan."

"Shani abis minum racun loh terus cium kamu." Gracia menatap kedua mata Viny lalu menjatuhkan pandangan pada bibir Viny. Tanpa sadar, ia menggigit bibir bawahnya. Entah kenapa tiba-tiba saja ia ingin mencicipi bibir itu.

"Iyaa, kenapa?" Alis Viny berkerut, menatap bingung pada Gracia.

"Harus dihapus biar racunnya ilang."

"Hapusnya pake apa?"

"Ha-harus pake bibir yang bersih." Dengan terpaksa Gracia berbohong pada Viny untuk keuntungannya sendiri. Ia berjanji, ini yang pertama dan terakhir kalinya. "Pake bibir aku, jadi aku cium kamu lagi."

"Bibir Teteh bau gak?"

Gracia mengambil sepotong buah apel lalu mengunyahnya sampai habis, "Ngga. Bibir kamu kalo gak diobatin, racunnya bakal trus nyebar. Kepala kamu bakal sakit terus."

"Cium aku atuh tapi kalo bau langsung lepas ya?"

"Ngga bau." Jantung Gracia berdebar tak karuan ketika wajahnya semakin mendekat pada Viny. Ia melingkarkan sepasang tangannya di leher Viny dan memiringkan sedikit kepalanya. Tak lama, bibirnya berhasil merasakan bibir lembut Viny.

Gracia membuka sedikit bibirnya kemudian mengantupkannya pada bibir bawah Viny. Sejurus kemudian, ia dibuat terkejut saat merasakan genggaman lembut di dadanya. Gracia mendesah pelan dan semakin memperdalam pagutannya.

Suara deheman cukup keras menghentikan gerakan keduanya. Gracia terperanjat kaget dan buru-buru berdiri lalu berbalik, mendapati Nadse yang sepertinya sudah siap-siap akan pulang. Gracia langsung menunduk ketika mendapati tatapan cukup tajam dari Nadse. Ia menggigit bibir bawahnya, tak tau apa yang harus ia jelaskan nanti. Sisi lain, ia masih bingung kenapa Viny menggenggam dadanya seperti tadi? Apakah gadis itu tak tau bahwa perbuatannya akan memancing birahi seseorang? Untung saja ada Nadse, jika tidak mungkin Gracia sudah memaksa Viny untuk memuaskan birahinya.

Cinta IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang