5

4K 600 81
                                    

"Nona, ini apa namanya?" tanya Kinal memandangi kesekeliling yang terlihat sangat ramai. Sangat banyak orang yang berlalu lalang di sini, ada yang membeli pakaian, makanian dan banyak juga yang melihat-lihat. Di kampung, Kinal tak pernah melihat orang sebanyak ini dalam satu tempat.

"Ini mall, tempat belanja," jawab Veranda tanpa menatap Kinal. Matanya sibuk mengitari tempat ini, mencari toko pakaian yang paling bagus.

"Oh, pasar?" Kinal mempercepat langkahnya agar bisa berjalan beriringan dengan Veranda. Melihat banyaknya orang di tempat ini, ia takut jika kehilangan jejak Veranda mengingat hanya gadis angkuh itu satu-satunya orang yang ia kenal di kota ini.

"Iya." Veranda masih berbicara dengan santai, belum mengeluarkan nada bicara dingin yang akan membuat siapa saja menggedikan bahunya karena takut. "Mau beli apa?"

"Aku boleh beli semuanya?" Kinal menunjukan cengirannya.

"Boleh, tapi pulang ke rumah lo bakal gue gantung." Veranda langsung menatap Kinal jengah. Kinal tersenyum kikuk, mengacungkan dua jarinya dan segera menunduk untuk menghindari tatapan itu.

"Aku seneng bisa beli baju, Nona. Aku gak pernah beli baju, tapi dulu di kampung, aku selalu dapet baju sumbangan, masih bagus lagi." Kinal tersenyum bangga menceritakan kehidupannya di kampung. Seperti biasa, selalu ada sedikit kenangannya dulu yang ia ceritakan pada Veranda meski gadis itu selalu tak mau menanggapi semua ceritanya dan hanya memasang ekspresi wajah datar.

'Semiskin itu?' pikir Veranda sedikit tak percaya Kinal benar-benar tidak memiliki apapun. Rasanya ia ingin bertanya siapa sebenarnya Kinal, siapa orang tuanya dan kenapa dia bisa hidup semenderita itu. Namun, ia gengsi jika harus bertanya seperti itu, ia tidak ingin Kinal mengetahui bahwa ia menyukainya.

"Non, aku boleh nyobain itu gak?" Kinal menghentikan langkahnya kemudian menarik lembut tangan Veranda.

Veranda menatap sinis pada Kinal lalu menjatuhkan pandangan pada tangannya yang Kinal genggam. Kinal menyadari itu, buru-buru melepaskan genggamannya. Veranda mendelik kemudian menarik perhatiannya pada sesuatu yang berusaha Kinal tunjukan, ternyata es krim. Veranda kembali menatap Kinal dengan alis terangkat sebelah, seakan tengah bertanya kenapa Kinal menginginkan itu.

"Itu es krim 'kan? Aku boleh minta itu?" Kinal menggigit bibir bawahnya, takut Veranda marah karena permintaannya itu. Namun, tak lama senyumannya mengembang saat melihat Veranda berjalan mendekati toko es krim itu. Kinal dengan cepat menyusul Veranda.

Veranda menyimpan tasnya di meja kemudian duduk. Sepertinya memang tak ada salahnya ia menuruti keinginan Kinal, sudah lama juga ia tidak makan es krim.

"Mau pesen apa, Mbak?" tanya salah satu pelayan yang tiba-tiba saja datang menghampiri Veranda dan Kinal sambil menyodorkan menu.

Veranda mengambil menu itu kemudian diberikan pada Kinal.

"Ini apa?" tanya Kinal bingung melihat kertas berukuran cukup tebal diberikan kepadanya.

"Mau es krim yang mana? Pilih di sana," jawab Veranda cuek sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Senyumannya terukir saat melihat pesan dari Shinta yang mengatakan bahwa gadis itu akan mengunjunginya malam ini. Itu artinya sesuatu dalam tubuh Veranda akan terpenuhi.

"Nona, kok es krimnya aneh-aneh? Kenapa es krim pake buah, kue, sama wafer? Di kampung aku es krimnya gak gini," komentar Kinal menunjukan menu pada Veranda.

Veranda menyimpan ponselnya lalu melihat menu itu, "Enak itu, mau yang mana?"

"Emang gapapa es krim pake kaya gini?" Kinal memiringkan kepalanya bingung karena es krim yang ia temukan di kampungnya tidak seaneh ini.

Cinta IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang