13

4K 624 83
                                    

Veranda kembali memusatkan perhatiannya pada Kinal. Ia mengusap lembut rambut Kinal dan mengecup dahinya beberapa kali. Setelah itu Veranda menempelkan pipinya dengan pipi Kinal, membiarkan helaan nafas Kinal menerpa telinganya. Mata Veranda terpejam, menikmati debaran lembut di dadanya. Tidak ada kenyamanan yang lebih hangat selain berada di samping Kinal.

Namun, tak lama Veranda dikejutkan oleh usapan lembut di kepalanya yang diikuti oleh bisikan pelan, "Nona?"

Veranda mengangkat kepalanya sedikit, menatap wajah Kinal yang hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya. Ia bisa melihat kedua mata Kinal yang sebelumnya terpejam kini mulai terbuka, helaan nafas Kinal menerpa wajahnya cukup kasar. Jantungnya berdebar tak karuan, keringat dingin membasahi pelipisnya. Veranda seperti seorang maling yang tertangkap mencuri. Ia dilanda kegugupan yang luar biasa, apalagi tangan Kinal masih berada di belakang kepalanya.

"Kenapa di sini?" tanya Kinal dengan suara seraknya, khas orang yang baru saja bangun. Kinal tak bergerak, karena nyawanya masih belum terkumpul sepenuhnya.

Veranda menggigit bibir bawahnya, bingung apa yang harus ia ucapkan. Ia takut Kinal mendengar ucapannya barusan, meski ia tak tau dengan jelas apa gadis itu mendengarnya atau tidak. Jantung Veranda masih bergetar tak karuan, nafasnya sedikit tersendat-sendat karena beradu dengan nafas Kinal. Namun, sepertinya ini waktu yang tepat untuk meminta maaf. Sekali saja, ia akan membekukan rasa gengsinya karena tak mau sikap Kinal semakin berubah kepadanya.

Veranda menangkupkan satu tangannya di pipi Kinal lalu berucap pelan, "Maaf."

"Maaf?" Alis Kinal bertautan bingung.

Veranda tak menjawab, ia memejamkan matanya kemudian mengecup kedua belah bibir Kinal dengan lembut. Tak lama, Veranda melepaskan bibirnya lalu membuka mata, menatap Kinal yang terlihat sangat terkejut. Veranda bisa merasakan deru nafas Kinal yang memburu, pertanda gadis itu gugup karena ulahnya

Kinal masih memusatkan tatapannya pada kedua bola mata Veranda, menunggu apa yang akan Veranda ucapkan sebelumnya. Veranda yang sudah tidak bisa menahan debaran di dadanya lebih lama lagi, memutuskan untuk menjauhkan tubuhnya dari Kinal dan segera berjalan keluar dari kamar tanpa mengucapkan apapun lagi. Ia membasahi bibirnya, mengecap kembali jejak bibir Kinal di sana. Rasanya masih sama, ada getaran kuat di dadanya meski hanya membayangkan kecupannya saja. Veranda menyadari, dirinya sudah gila karena Kinal.

Kinal menyentuh bibirnya sendiri kemudian tersenyum tipis membayangkan bagaimana gugupnya Veranda tadi. Sampai sekarang, ia selalu dibuat bingung oleh semua sikap Veranda. Gadis itu sangat dingin, tetapi kadang begitu lembut sampai ia tak bisa berpaling untuk tidak memandangi wajahnya lebih lama lagi.

"Maaf, Non."

Veranda menghentikan langkahnya ketika mendengar suara panggilan dari anak buahnya. Ia memutar langkahnya pada anak buahnya itu kemudian berhenti di depannya. Veranda mengangkat dagunya, menyuruh pemuda bertubuh kekar itu mengatakan sesuatu.

"Saya kemarin ketemu sama penjaganya Non Shani. Katanya di sana ada pelayan baru, namanya Viny. Dia dari kampung, Sunda juga dan dia sama kaya mbak Kinal, bener-bener gak tau apapun."

"Jadi, nama dia Viny?" Veranda sedikit terkejut dengan ucapan pemuda itu. "Ada kemungkinan dia sahabat Kinal?"

"100%. Karna dia juga lagi nyari sahabatnya yang bernama Kinal. Saya ambil semua informasi dari semua penjaga dan pelayan di sana."

Veranda tersenyum bahagia, untuk pertama kali di depan anak buahnya. Kinal akan sangat bahagia mendengar kabar ini, ia harus segera memberi tahu gadis itu. Veranda langsung berbalik, berniat untuk melangkah. Namun, ia urungkan ketika bayangan lain melesat di pikirannya. Bagaimana jika Viny mengajak Kinal pulang ke kampung dan meninggalkannya di sini? Kinal pernah kabur dari Panti di umur yang masih sangat kecil. Tidak ada yang menjamin Kinal tak akan pergi jika gadis itu tau bahwa sahabatnya sudah ditemukan. Veranda menggeleng pelan, tidak ingin membayangkan kemungkinan buruk itu.

Cinta IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang