11

4.5K 612 98
                                    

"Gue gak tega tapi gue penasaran, cium bibir aja ya? Sebentar ajaaa, abis ini gue janji gak akan berusaha sentuh lo lagi," gumam Shani pelan. Lengan Shani yang menopang tubuhnya tiba-tiba saja bergetar, ia menengadah memandangi dinding yang semakin pundar dari pandangannya. Tak lama, Shani kembali menatap Viny. Shani mendekatkan bibirnya pada bibir Viny. Namun, belum sempat menempel, kesadarannya tiba-tiba hilang. Shani ambruk di atas tubuh Viny.

Viny langsung bangun ketika merasakan beban tubuhnya menambah. Ia terbelalak ketika melihat Shani terkulai lemas di dadanya. Tangannya reflek mengusap kepala belakang Shani, "Teteh putih," serunya dengan suara yang sedikit serak. "Aku bukan kasur, ih!" Viny mendorong tubuh Shani dengan hentakan keras ke samping. Tubuh Shani langsung tergeletak di sisinya.

Viny berdiri memandangi Shani selama beberapa detik lalu bergumam, "Kalo mau numpang tidur mah bilang aja atuh, Teh." Ia menggeleng-gelengkan kepalanya pelan kemudian menarik selimut untuk ia rebahkan di atas tubuh Shani. Setelah itu, ia kembali berbaring di sampingnya dan membiarkan Shani tidur dengan lelap di sana.

***

Viny menggeliat perlahan kemudian membuka matanya. Ia memandang ke sekeliling, ternyata hari sudah pagi dan ini saatnya ia kembali bekerja. Viny mengerutkan dahi ketika sadar beban di tubuhnya sedikit bertambah, ia menunduk dan langsung terperanjat ketika melihat Shani sedang memeluk tubuhnya dari samping. Viny berdecak kesal, ada apa sebenarnya dengan gadis ini?

"Teteh," seru Viny menarik hidung Shani sekenanya. Namun, Shani belum juga bangun. Viny mengusap lembut pipi Shani, "Teteh, bangun."

Tak lama, suara pintu terdengar. Viny menengok, mendapati Gracia yang sedang memandangnya dengan tajam. Bukan, bukan kepadanya tetapi pada gadis yang masih tidur dalam pelukannya. Viny meneguk ludahnya dengan susah payah, ternyata Gracia punya tatapan setajam Shani. Kenapa ia dikelilingi oleh gadis menyeramkan?

Gracia berjalan menghampiri kasur kemudian menarik selimut yang menutupi tubuh mereka berdua. Helaan napas leganya lolos ketika melihat pakaian masih membaluti keduanya, itu artinya tidak terjadi apa-apa semalam. Namun, meski begitu ia tetap kesal. "Woy bangun!!" Gracia melepaskan pelukan Shani pada Viny dengan hentakan keras.

Shani menguap lebar kemudian bangkit. Ia meregangkan tubuhnya yang terasa sangat pegal sebelum beralih menatap Gracia dan berkata dengan suara serak, "Apasih pagi-pagi teriak?"

"Ngapain lo tidur di sini?!" tanya Gracia sangat tajam. "Pake peluk-peluk segala lagi."

"Gue peluk dia? Anak kampung ini?" Shani menunjuk pada Viny kemudian memutar malas bola matanya, "Najis banget deh." Shani mendelik pada Gracia lalu bangkit dan segera berjalan meninggalkan mereka berdua.

"Teh, maaf ak-" Viny menggantungkan ucapannya ketika Gracia tiba-tiba saja pergi meninggalkannya. Ia meremas wajahnya kasar, sebenarnya di mana letak kesalahannya? Viny tak merasa melakukan kesalahan. Ia hanya berniat baik memberikan Shani tumpangan di kamarnya, apa itu salah? Kenapa Gracia bisa semarah itu? Viny benar-benar tak mengerti jalan pikiran orang kota. Rasanya hidup di kampung tidak serumit kota.

Setelah mandi. Viny keluar dari kamarnya dengan kepala yang ditundukan karena takut jika nanti ia bertemu dengan Gracia. Meski masih sangat bingung di mana letak kesalahannya, tetap saja ia tak enak hati. Viny menepikan langkahnya tepat di meja makan lalu duduk di samping Gracia. Dengan takut ia mengambil segelas susu yang sudah disiapkan oleh Gracia kemudian meneguknya.

"Teteh," sapa Viny menyimpan kembali gelas itu kemudian mengubah posisi duduknya jadi menghadap Gracia. "Aku salah ya dipeluk sama Teteh putih itu? Karna aku dari kampung, aku gak pantes dipeluk sama orang kota? Aku najis ya?"

Cinta IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang