31

2.8K 547 99
                                    

Suara sirine ambulans terdengar keras, mengiringi perjalanan Viny ke rumah sakit. Darah yang mengalir dari pelipis dan kepala belakangnya tidak berhenti, di kedua sisinya ada Shani dan Gracia yang ikut menemani. Sedangkan Kinal dibawa oleh mobil Veranda.

Perawat memasangkan masker oksigen dengan perlahan pada Viny karena nafasnya sudah mulai tersendat.

"Kenapa lama banget?!" Shani berteriak panik karena sedari tadi ambulans tak sampai ke tempat tujuan, sedangkan darah Viny masih mengalir. Seluruh baju Shani sudah dipenuhi oleh darah karena tadi ia sempat memeluk Viny, pun dengan baju Gracia.

"Kayanya macet, mbak," jawab perawat itu. "Sebentar lagi sampai kok, tenang ya?"

"Lo nyuruh gue tenang?! Apa lo bisa tenang kalo ada diposisi gue?!" Shani menatap perawat itu tajam. Yang ditatap langsung menunduk, tidak berani mengucapkan apapun lagi. Shani mendelik tajam kemudian menatap Viny. Ia memejamkan matanya, membiarkan air matanya jatuh.

Shani menggenggam erat tangan Viny lalu kembali membuka matanya, "Sebentar lagi kita sampe ya," ucapnya bergetar hebat.

Tangan Viny tiba-tiba saja bergerak, Viny membuka setengah matanya, bola matanya bergerak menatap Shani dan Gracia secara bergantian. Viny mengerang ketika merasakan sakit yang begitu luar biasa di kepalanya.

"Bentar lagi kita sampe, Vin. Kamu kuat ya?" Gracia menggenggam tangan Viny kemudian menciumnya berkali-kali. "Aku mohon, buat aku sama Shani. Kamu bertahan." Gracia menyimpan tangan Viny di pipinya lalu terisak di sana.

"A-aku sama Gracia mau jadi pacar kamu. Kita tinggal bertiga ya nanti? Kamu bertahan ya, kita yakin kamu pasti bisa." Sama seperti Gracia, Shani menyimpan tangan Viny di pipinya.

Tanpa berpikir lagi, Gracia langsung mengangguk setuju. "Kita ikutin permintaan kamu tapi jangan pernah pergi. Aku yakin, kamu pasti bisa bertahan. Denger aku 'kan, Vin?!" Gracia meninggikan suaranya ketika melihat kelopak mata Viny perlahan tertutup.

"Viny!!!" Gracia berteriak keras kemudian mengguncangkan tubuh Viny.

Viny membuka mata ketika mendengar teriakan keras dari Gracia. Pandangannya sudah mulai berkunang, dunia seakan berputar dalam pandangannya. Viny menatap kedua gadis cantik yang sedang menatapnya dengan air mata di pipi masing-masing. Viny tersenyum bersamaan dengan air mata yang jatuh membasahi pelipisnya, "Pa-pacar pa-pacar a-aku," ucapnya sangat pelan karena seluruh tenaganya hilang. Tidak ada yang bisa Viny rasakan selain sakit.

Gracia dan Shani mengangguk kemudian mempererat genggamannya. Viny meneguk ludahnya lalu memandang ke atas, "Ki-kinal," lanjutnya. Viny ingin menanyakan keberadaan Kinal, tetapi suaranya tertahan di tenggorokan dan tak mampu ia keluarkan karena tak punya tenaga lebih untuk itu. Detik berikutnya, pandangan Viny yang sudah berkunang kini mulai gelap sampai tertutup seluruhnya. Viny kehilangan kesadarannya kembali.




***




Viny langsung dimasukan ke ruang ICU karena kondisinya yang sangat kritis. Dari arah lain, seorang Dokter perempuan berlari cepat ke ruang ICU. Ia melirik ke arah dua gadis yang sudah sangat ia kenali.

"Nadse." Gracia berdiri ketika melihat sahabatnya. "Tolong Viny."

Nadse tidak menjawab karena pasiennya harus segera ditangani, ia langsung masuk ke dalam ruang ICU. Matanya sedikit terbelalak ketika mengetahui siapa gadis yang ada di ruangan itu, Viny.

"Gimana keadaannya, Dok?" tanya Nadse berusaha untuk meredam kepanikannya melihat begitu banyak darah Viny yang mengalir.

"Pasien kritis. Kita masih berusaha menghentikan darahnya." Dokter itu menyuruh perawat untuk terus membersihkan darah yang berceceran di kepala sampai memenuhi bantalnya. Sementara ia berusaha menghentikan darah itu.

Cinta IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang