17

4.8K 301 5
                                    

Semua terdiam melihat seseorang di ambang pintu. Matanya menelisik di setiap sudut kelas, pandanganya terpaku dengan salah satu siswi yang membenamkan kepalanya di atas meja.

Seluruh siswa di kelas terdiam ketika orang tersebut menghampiri siswi di mejanya.

"Cha~" merasa namanya di panggil, Chacha mengangkat kepala menatap seseorang di depannya dengan mata bengkak.

"Loh Cha, mata kamu bengkak? Kenapa?"

Chacha menggelengkan kepalanya dengan pelan lalu meluruskan posisi duduknya.
"Enggak kok.."

"Tadi aku jemput kamu ke rumah, tapi katanya kamu udah di anterin sama kang cecep." Azka duduk di kursi depan mejanya. Chacha hanya berdehem tanpa melihat Azka di depannya.

"Kamu kenapa sih? Sakit?" Azka menempelkan belakang telapak tangan ke dahi Chacha. speechless. Semua tampak sibuk memperhatikan tontonan drama romansa pagi ini, bahkan sahabat baik Chacha sendiri, Reno dan Diky, sibuk memakan keripiknya dan teh botol xoxo di meja dan jangan lupakan kacamata 3D yang mereka dapat entah dari mana untuk menonton drama ini.

"Nga kok.." ucap Chacha lagi.
"Dari kata 'nga kok' kamu itu buat aku penasaran. Aku tanya lagi, kamu kenapa?" Azka ngotot bertanya dengan Chacha yang tampak tidak berniat menjawab pertanyaannya.

"Aku bilangin ,aku nga pa--"
"Kamu kenapa sih? Kalau lagi ada masalah, ngomong. Jangan di pendam gitu aja. Kamu tau nga, sikap kamu kayak gini bikin aku khawatir tau, nga? Ikut aku sekarang!!!" Azka menarik Chacha keluar dari dalam kelas.

"WOW" ucap mereka serempak.
"Anjing Lo, Dik. Chiki Gue, Lo abisin.." Reno mendorong Diky sehingga Diky terhuyung ke samping.
"Babi, sialan Lo!!!  Air minum gue juga Lo abisin." Ucap Diky tidak terima lalu mereka sama-sama tertawa sinting.

Sepanjang koridor, semua menatap sepasang sejoli tersebut dengan tatapan heran. Azka yang tidak peduli dengan sekitarnya terus menarik Chacha sedangkan yang ditarik hanya pasrah dan mengikuti kemanan Azka membawanya.

Azka memakaikan helm ke kepala Chacha lalu mengisyaratkan Chacha untuk naik ke motor sportnya.
"Kita bolos?" tanya Chacha yang sudah duduk di belakang Azka. Azka hanya berdehem lalu menstaterkan motornya dan melaju ke jalanan.
"Kita ke butik dulu, biar nga di tegur pak pol." Azka bisa merasakan kepala Chacha yang mengangguk tertempel dipunggungnya.

...

Motor sport Azka berhenti di danau sepi nan indah dan masih terlihat arsi. Di tepi danau terdapat pondok, sedangkan di sisi lainnya terdapat tebing bagi muda mudi duduk di sana.

Chacha menatap sekelilingnya lalu menatap Azka dengan tatapan bingung.
"Ngapain kita kesini?" tana Chacha.
Azka menyentil dahi Chacha lalu berkata. "Kita kesini buat nenangin perasaan kamu, aku benar-benar nga suka liat kamu murung kayak gitu."

"Sampai aku bela-bela'in lo bolos demi kamu."ucap Azka lagi.

Chacha hanya diam lalu berjalan menuju tebing dan duduk. Melepaskan sepatunya lalu mencelupkan kaki kedalam danau. Dingin.

Chacha menoleh ke kiri mendapati sebuah sesajian di bawah pohon rindang keramat bagi warga sekitar.

Konon katanya, di danau tersebut terdapat sebuah kerajaan kecil yang hilang masuk ke dunia lain. Para warga sekitar yang masih memiliki garis keturunan bangsawan atau kerajaan tak jarang memberikan sesajian di pohon tersebut atau langsung ke danaunya.
Jika kalian bertanya 'jika mereka tidak melakukan ritual sesajian tersebut apa yang akan terjadi?' maka, akan ada sesuatu yang sering mereka bilang 'Puaka' atau penunggu danau tersebut akan muncul dengan sendirinya ke permukaan danau yang berupa Binatang Buas, bahkan bisa saja ada anggota keluarga mereka yang akan meninggal tak wajar,Kira-kira seperti itulah cerita legend yang Chacha dengar dari warga sekitar. (Itu sebenarnya cerita dari tempat aku ) Walapun termpatnya terbilang angker tapi banyak peminat yang datang, seperti ada sesuatu yang membuat mereka tertarik dengan tempat itu.

"Cha, Jangan melamun loh." Azka menepuk pundak Chacha lalu ikutan duduk di samping Chacha dan mencelupkan kakinya ke danau.
"Kamu sebenarnya ada masalah apa sih?" ucap Azka sambil memainkan air danau dengan kakinya.

Chacha menarik nafasnya lalu menghembuskannya dengan kasar.
"Sebenarnya sih ini bukan masalah tentang aku, tapi tentang Mama sama Papa." Azka mendengarkan Chacha dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Ohh, tentang itu.." gumam Azka. Chacha menatapnya dengan dengan raut wajah bertanya.
"Bunda pernah cerita kalau Mama kamu kerumah sambil nangis,dan yah.. Mama kamu nyeritain semuanya."

Chacha menatap Azka dengan berkaca-kaca, butiran bening keluar dari kelopak Matanya, hidungnya kembang kempis mengambil nafas sesegukkan.

"Huwaaa.." Chacha memeluk Azka lalu menangis sepuasnya di dada Azka membasahi kaos Azka dan meninggalkan jejak lendir menjijikkan di sana.

"Aku nga mau Mama sama Papa pisah hiks.. aku sayang mereka..hiksss.. Walaupun Papa jarang pulang nga kayak Papa kamu tapi setidaknya Papa masih ingat rumah, Papa masih ingat tempat dimana Papa pulang. Kenapa semua jadi gini, sih?"

Chacha menyeka airmatanya dengan punggung tangannya. "Aku nga mau pisah dari mereka, aku nga mau milih salah satu dari mereka. Hiks..." Chacha sesegukkan. Menatap Azka dalam.

"Kamu nga bakalan kayak Papa, kan?" Azka mengernyitkan dahinya bingung.
"Aku bukan tipe Player, Cha. Aku juga yakin kok ini cuma kesalahpahaman Mama sama Papa kamu. Papa kamu nga mungkin duain Mama kamu karena...." Azka mengantungkan kalimatnya lalu tersenyum lembut kepada Chacha dan mendekatkan kepala Chacha ke dadanya.

"Mereka saling mencintai..."

...

Chacha dan Azka berlari tergesa-gesa senjang koridor rumah sakit. Chacha tidak bisa menyembunyikan perasaan takutnya ketika mendengar Mamanya masuk rumah sakit.

"Sus, pasien bernama Rahma Yara Dewantara, dimana sus?" tanya ketika sampai di resepsionis.
"Di lantai 7 kamar no. 107." jawab suster tersebut.
"Terima kasih sus."

"Mama.." Chacha menangis melihat Mamanya terbaring dengan infus dalam kondisi lemah.
"Mama kenapa bisa sakit gini? Mama jangan kebanyakan pikiran. Mama juga jangan telat makan. Jadinya kan gini."

Chacha mengelus tangan Mamanya yang tidak di infus.
"Mama nga papa. Kamu bolos? Ya alloh Cha. Kamu bandel banget sih. Sampai bolos sekolah lagi." ucap Mama Chacha, Rahma dengan lemah.

"Ehh, ada mantu Mama." Azka hanya tersenyum sopan.
"Bunda sama ayah lagi dalam perjalanan kesini." ucap Azka.
"Jadi ngerepotin ni." Rahma tersebut canggung.
"Nga kok. Bentar lagi bunda datang."

Setelah beberapa menit Kirana , Trisbian, dan Abigail datang dengan wajah panik.
"Sayang..." panggil Abi. Rahma hanya mengacuhkan panggilannya dan menoleh ke arah lain.

"Sayang, maafin aku.." Abi menunduk lalu mengelus puncak kepala Rahma sedangkan Rahma hanya diam mengacuhkannya.
"Papa ngapain  ke sini? Gara-gara Papa, Mama sakit! Kenapa Papa tega dengan Chacha sama Mama. Papa jahat! Chacha benci sama Papa!! Pergi!! Pergi Pa!! Per..gi..!!!!"

"Chacha, Papa bisa jelasin semuanya!! Ini cuma salah paham. Cha.." Abi berusaha menjelaskannya kepada sang anak tapi ia juga tidak mau jika rencananya terbongkar.

"Chacha sama Mama nga butuh Papa yang jahat!! Pergi!!! Chacha benci sama Papa!!" Chacha terus mendorong Papanya keluar sedangkan Mamanya menangis dalam diam.

Kirana dan Trisbian yang melihat hal itu segera membawa Abi keluar.
Chacha menjatuhkan tubuhnya lalu menangis keras memeluk kedua lututnya, sama halnya dengan sang Mama yang menangis sambil menutup mulutnya.

Di luar kamar Abi menggeram lalu meninju dinding koridor.
"Kenapa jadi begini, sih?" geram Abi.
"Gara-gara mba nih!"
Kirana tidak terima dengan tuduhan Abi menatap sengit Abi.
"Kan aku udah bilang, kalau mau rencana begitu setidaknya kamu harus bilang sama Chacha. Liat sekarang!! Kamu nga dengar omongan aku. Rasain!!"

"Udah ah!! Nanti biar Azka aja yang bilang ke Chacha. Kalian saling nyalahin terus! Nga bisa kelar urusannya." ucap Trisbian dengan tegas tampa mau di bantah.

....

Hufttt,,,selesai juga...
Padahal udah di buat konfliknya dengan sedemikian rupa, tapi gara2 ada kata 'nantilah' lalu buyar idenya kemana2. 😣🔫

My Love's AzkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang