2

8K 419 4
                                    

Suara riuh terdengar di ruang kelas Azka. Chacha sekarang sedang bertarik ulur dengan joanda, saling mencakar dan menarik rambut. Siswa di sekitar tidak berani melalaikan kedua singa betina itu mereka tidak ingin di jadikan sasaran amukan kedua singa tersebut.

"Chacha sudah cukup!! Kau bisa menyakiti joanda!!" Azka yang sedari tadi berada di antara keduanya mencoba melalaikan Chacha dan joanda. Azka juga menjadi sasaran kuku-kuku tajam milik Chacha maupun joanda terkadang juga rambut Azka di tarik ulur oleh keduanya.

"Azka tolongi gue! Chalista udah gila!!" ucap joanda yang masih menarik rambut Chacha.
"JANGAN GODAIN AZKA!!! MAK JANDA!!! " Chacha kembali mencakar wajah joanda dan menarik rambut masing-masing. Keduanya terkadar memekik kesakitan akibat kekuatan masing-masing.
"GUE MASIH PERAWAN!! DASAR MANJA!!" pekik joanda lalu menjerit kesakitan akibat tarikan di rambutnya
"Kalian semua...bisakah.... Membantuku memisahkan....auwhh..sakit Chacha.. Mereka berdua....auwhh Chacha...Stop!!! berhenti mencakar wajah ku.." Azka merintih kesakitan.

"Sory Ka, kami nggak mau menjadi sasaran amukan dua singa betina itu. Mereka berdua itu ngerebutin Lo, jadi Lo yang bertanggung jawab." ucap salah satu siswa.
"CHALISTA!!!! JOANDA!!!  IKUT IBU KERUANG BK SEKARANG!!!!" semua terdiam mendengar suara menggelegar di  dekat pintu kelas. Bu Dian terlihat seperti ingin memukul mereka dengan rotan di tanganya.
"Kamu juga Azka, ikut ibu ke ruang BK!! Kamu penyebab masalah ini." Azka hanya menghembus nafasnya dengan kasar.
Lagi-lagi ruang BK batinnya.

Chacha itu sebenarnya lemah lembut, tapi hanya di depan Azka dan ayahnya sendiri. Chacha hanya menggunakan 'Aku-Kamu' dengan Azka,kecuali orang-orang yang di sayanginya. selebihnya ia akan menggunakan 'Lo-Gue' atau nama gelar seperti 'Njir, Babeh, atau nyet'.

Sebenarnya ayah Chacha sangat mengharapkan anak lelaki, tapi dikarenakan kecelakan ibu Chacha harus mengalami pengangkatan rahim ketika hamil anak kedua.

Chacha sangat dimanja Ayahnya. Di tambah hobi dan kegiatannya yang menyerupai lelaki seperti menyukai Karate dan hal-hal yang berbau lelaki membuat ayah Chacha sangat menyayangi anaknya ini.

Sesudah siraman rohani dari bu Dian Azka dan Chacha berada di ruang UKS untuk mengobati luka Chacha akibat cakaran joanda bahkan di sudut bibir Chacha sedikit berdarah karena joanda menamparnya dengan keras sedangkan joanda memilih pulang karena tidak mau  berpenampilan berantakan akibat perkelahiannya dan Chacha. Joanda juga mengalami luka seperti Chacha, ahh bukan mungkin lebih parah dari Chacha.

"Chacha, kan sudah Kaka bilang nggak usah ngelayani sikap joanda, Chacha sih rewel kan jadi gini jadinya." ucap Azka sambil menempelkan plaster di dahi Chacha.
"Jadi Kaka ngak suka ngobatin luka Chacha, gitu? Suka di godain sama si janda itu?" ucap Chacha lalu menepis tangan Azka yang mengoleskan salep di sudut bibir Chacha.
"Namanya joanda, Chacha." Azka tidak peduli tangannya yang di tepis Chacha, Azka tetap mengobati luka di sekitar wajah Chacha.

"Lalu maksudnya dekat-dekat sama Kaka apa?"tanya Chacha sambil mengerecutkan bibirnya.
"Dia cuma nanyain soal materi yang dianya ngak ngerti Chacha." jelas Azka. Azka sendiri bingung kenapa ia tidak mau Chacha salah paham dengannya. Azka berfikir mungkin ia tidak ingin kehilangan teman masa kecilnya, sejak kecil hingga sekarang hanya Chacha yang mau berteman dengannya dengan tulus sebelum dan sesudah ayah dan bundanya bersama.
"Tapi ngak perlu sampai wajahnya dempet gitu kan!! Kek mau cium tau ngak ? Dasar janda kegatelan kurang belaian malam minggu makanya kek gitu..... Kaka lagi ngapain senyum-senyum? Suka di dekatin sama janda gatel gitu?" tanya Chacha melirik Azka yang sedari tadi tersenyum mendengar ocehannya. Chacha melipat tangannya di depan menunjukkan tatapan tajamnya pada Azka. Azka yang di pelototin hanya terkekeh melihat sikap Chacha.

Ini yang Azka suka dari Chacha, Chacha bisa membuatnya bahagia. Bahkan Azka sendiri tidak bisa marah dengan Chacha karena Chacha selalu menujukkan sikap alaminya kepada Azka. Jika Chacha tidak suka terhadap sesuatu ia akan bilang tidak suka dan sebaliknya juga.

*****

"Kaka, misalnya Kaka milih Kaka bakalan pilih Chacha atau si janda?"
Azka hanya mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan Chacha. Sekarang mereka berjalan beriringan di koridor sekolah, hanya ada beberapa siswa yang masih berada di sekolah seperti mengikuti eskul dan pelajaran tambahan.
"Maksudnya joanda? Emm,,, nggak ada pilihan yang lain? gimana ya?sebenarnya joanda orang baik dan lembut aku juga suka cewek yang lemah lembut nggak bar-bar dan resek bikin malu soalnya." Azka beberapa kali melirik kearah Chacha yang sepertinya tidak puas karena tidak memilihnya.

"Chacha nanya gitu emangnya ada apa?"tanya Azka.
"Tapi tetap aja kalau marah si janda nyeremin juga." ungkap Chacha yang tidak terima ketika Azka memuji cewek lain di hadapannya.
"Sama! Chacha juga nyeremin kalau marah lebih nyeremin malahan dari joanda." Azka hanya bergendik ngeri mengingat bagaimana Chacha berkelahi dengan wanita lain jika menyangkut dengan dirinya. Walaupun bukan berkelahi seperti cowok macho tapi yang namanya cewek kalau udah marah juga nyeremin kayak emak-emak.

Bahkan Azka masih mengingat bagaimana bundanya marah kepada ayah karena mencium bau feminim parfum di ujung lengan baju ayahnya padahal saat itu ayahnya sedang membeli parfum untuk bunda jadi ayahnya mencoba menyemprot sedikit di ujung lengan bajunya, bundanya marah besar dengan ayahnya bahkan bilang jika ayahnya berselingkuh di belakang bundanya. Beruntung ayahnya bisa menjelaskan kesalahpahaman mereka.

"Au ah, Chacha malas mau bahas yang beginian lagi." ucap Chacha lalu berjalan mendahului Azka yang terbengong melihat sikap Chacha.
"Lah, yang mulai duluan siapa?" bingung Azka
"Cepetan jalannya Chacha laper ni! Ntar Chacha mati kelaparan Kaka juga yang nangis." ucap Chacha.
"Kepedean." gumam  Azka.
"Ntar singgah ke warung satenya kang jono, ya Ka. Chacha lagi kepengen makan sate ni." cha menautkan kedua tanganya lalu memasang wajah memelas andalannya.
Kalau dah gini Azka bisa apa batinnya.

"Boleh tapi Chacha yang bayarin semuanya."
"Yaaa, bisa bangkrut Chacha. Uang saku Chacha lagi nipis ni, Kaka aja yang bayarin ya,,,ya,, please..." Chacha mengeluarkan eyes catnya kepada Azka.
"Makan cilok aja ntar Kaka yang bayarin deh." ucap Azka sambil tersenyum.
"Iiissss,,,pelit banget sama calon istri juga." renggut Chacha lalu menyikut perut Azka dengan sikunya, Azka hanya berpura-pura mengerang kesakitan akibat perbuatan Chacha.

"Kan belum nikah." ucap Azka. Chacha mulai menampilkan senyum setannya.
"Jadi Kaka mau nikah sama Chacha? Yesss,,,Asik akhirnya Chacha bisa nikah sama Kaka. Hahaha.... Calon nyonya wijaya nih..." Chacha hanya kegirangan karena ucapan Azka.
Azka yang tidak sadar dengan ucapannya hanya memalingkan wajahnya kesamping karena malu.
"Siapa juga yang mau nikah sama kamu?" tanya Azka.
"Heeee,,,tadi bilang mau nikah sama Chacha, kan! Ayo ngaku! Ntar Chacha lamar Kaka dengan adat padang deh, biar Kaka ngak lari dari Chacha." Chacha yang melihat Azka malu semakin menggoda Azka.

"Apaan sih Chacha? Belum lulus juga sekolahnya."
"Itu berarti lulus sekolah bisa langsung ngelamar Kaka, kan?" Tanya Chacha.
"Cha ngak usah resek deh." sergah Azka.
"Iiihhh,,wajah Kaka merah deh..." Chacha hanya terkikik melihat Azka.
"Au, ah Chacha."

....

My Love's AzkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang