PHOENIX [1]

2.6K 445 31
                                    

Phoenix: their life could save human living.

██║ ♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ ║██

In Author's Eyes...

Mark tidak pernah punya teman.

Bukan karena Mark tidak mau berteman, hanya saja, ia tidak boleh berteman dengan sembarang orang. Dan gadis yang tinggal di pinggiran hutan, Umji, adalah satu-satunya teman yang Mark miliki.

Umji mungkin sudah tidak ingat, kalau Mark sudah mengenalnya sejak ia masih beristirahat dengan tenang di dalam rahim sang ibu. Dan setahu Umji, Mark hanyalah anak lelaki penyendiri yang sering duduk di tepi sungai, untuk sekedar menghabiskan waktu, atau menikmati keindahan hutan.

"Mark!" sebuah teriakan terdengar, sapaan yang diam-diam bisa membuat senyum terukir di wajah Mark yang sedari tadi tampak gusar.

"Umji," ia berucap, membalik tubuh untuk menyambut kedatangan satu-satunya orang yang dikenalnya di hutan ini.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Umji berhati-hati menapaki bebatuan di tepi sungai, demi duduk di sebelah Mark yang asyik duduk di atas batu, di tengah sungai.

"Menunggumu, tentu saja." Mark berucap, sebuah senyum kecil terpasang di wajahnya, sementara semburat merah kini muncul di wajah Umji.

"Jangan bercanda, kau tahu ini musim berburu kan? Bagaimana kalau kau terkena perangkap mereka tanpa sengaja?" Umji berujar dengan nada khawatir.

Memang, beberapa minggu terakhir Umji harus ekstra hati-hati saat berjalan di hutan, ada banyak perangkap pemburu, mulai dari sekedar tali simpul yang terhubung ke pohon, sampai ranjau-ranjau besi.

"Tenang saja, aku pasti berhati-hati. Sebaiknya kaulah yang—" ucapan Mark terhenti kala tatapannya menangkap noda merah kentara di pakaian lusuh yang Umji kenakan.

"Darah apa itu?" ujarnya, lengan Mark bergerak menyentuh noda gelap tersebut saat Umji serta-merta menepuk pelan lengan pemuda itu.

"Tidak apa-apa. Ini hanya luka gores biasa." Umji berucap menenangkan, menunjukkan luka gores yang ada di kakinya.

"Apa yang membuatmu terluka?" tanya Mark khawatir.

"Hanya ranting pohon. Kurasa mereka merusak beberapa pohon saat dalam perjalanan kemari." tutur Umji menjelaskan.

Mark menghembuskan nafas panjang, sedikit tenang mendengar penuturan gadis itu.

"Syukurlah, aku kira kau terluka karena perangkap yang dipasang oleh mereka."

"Memangnya aku anak kecil yang bisa tertipu perangkap mereka?" Umji berucap tidak terima.

Gelakan tawa lantas mendominasi keakraban mereka, hingga fajar berangsur kembali ke persinggahan.

██║ ♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ ║██

Umji tidak datang hari ini.

Tidak juga datang di esok hari.

Dan esoknya lagi.

Sudah empat hari Mark sendirian. Dan kekhawatiran juga kepanikan sekarang melanda Mark. Apa yang terjadi pada Umji?

Di hari kelima, Mark sudah mengabaikan semua aturan yang dibangunnya sendiri sejak belasan tahun lalu. Diputuskannya untuk datang ke tepi hutan, mencari keberadaan Umji dan memastikan gadis itu baik-baik saja.

Mark masih ingat rumah Umji, meski Umji tak pernah mengajaknya ke sana, Mark tahu. Ia tahu segalanya tentang Umji.

Senja sudah merengkuh bumi saat Mark tiba di depan sebuah rumah kayu kecil yang ada di tepi hutan. Mark tahu benar rumah itu adalah rumah yang Umji tinggali, walaupun di sana ada beberapa rumah lain, Mark tahu.

Sepi mendominasi, dan Mark semakin merasa khawatir. Ingatannya melayang pada luka yang sempat ia lihat saat terakhir kali Umji datang. Firasatnya kini mengatakan bahwa luka itu pasti karena perangkap para pemburu.

Mark tidak butuh izin siapa pun untuk masuk ke dalam rumah, ia bisa melakukannya dengan mudah, tanpa ketahuan, karena ia berbeda. Dahinya tanpa sadar menyernyit ketika rintihan pelan masuk ke dalam pendengaran.

Umji.

Ia kenal benar suara itu.

Dirajutnya langkah mendekati pintu kayu tua di ujung rumah, dengan perlahan, tangan Mark bergerak membuka pintu tersebut.

Umji ada di sana, terbaring lemah di atas tempat tidur kayu. Pucat, terlihat sakit. Kakinya diperban menggunakan kain lusuh dan bahkan, Mark bisa melihat bagaimana noda darah sudah berhasil memamerkan diri di depan kedua mata Mark.

"U-Umji-ah." Mark melangkah mendekat, sementara perlahan, kepala Umji bergerak menoleh ke arahnya.

"Mark? Kenapa kau di sini?" suara Umji bahkan terdengar sebagai bisikan dalam pendengaran Mark sekarang.

Mark bersimpuh di lantai, ditatapnya nanar keadaan Umji sekarang.

"Sudah kukatakan kau harus hati-hati di hutan..." lirihnya, suara Mark bahkan bergetar, ia sungguh tidak sanggup melihat keadaan Umji seperti ini.

"Aku tidak apa-apa, Mark." Umji berucap menenangkan, sebuah senyum dipaksakannya untuk muncul, "Aku bisa menahan sakitnya,"

"Mark..." Umji lagi-lagi berucap, membuat Mark menatapnya dalam diam.

"Tabib bilang, aku mungkin tidak akan bisa melewati malam ini." sepasang mata Umji kini berkaca-kaca, lemah, digenggamnya tangan Mark yang terulur di samping tubuhnya.

"Kalau aku pergi, kau harus mencari teman yang lebih baik dariku,"

Mark tertunduk, menahan likuid bening yang ingin menerobos keluar pertahanannya sekarang.

"Tidak Umji, kaulah yang harus mencari teman yang lebih baik saat aku tidak ada." akhirnya Mark berucap.

"Apa... maksudmu?" tanya Umji tidak mengerti.

Mark tersenyum tulus.

"Terima kasih karena sudah menjadi temanku, Umji-ah." telapak tangan Mark kini bergerak menutupi pandangan Umji, sementara sepasang sayap berwarna merah menyala dan terbuat dari api sekarang muncul di punggungnya.

"Terima kasih karena sudah memberiku kenangan yang begitu indah..."

Tubuh Mark perlahan berubah menjadi abu, berterbangan dengan lembut dan merengkuh tubuh Umji, membawa gadis itu pada ketidak sadaran sekaligus kesembuhan.

Mark menatap Umji untuk terakhir kalinya, sebuah senyum tulus masih terukir di wajahnya kala ia berucap.

"Aku akan terlahir kembali, Umji-ah, dan aku akan menjadi temanmu lagi."

Tubuh Mark kini lenyap, bersamaan dengan lenyapnya abu yang bergulung lembut disekitar tubuh Umji. Sementara suara langkah beberapa orang di luar ruangan tempat Umji terbaring mulai mendominasi.

KRIET!

Pintu kayu tersebut berderit pelan, sementara beberapa orang yang berdiri di sana menatap takjub pada sisa-sisa abu gelap yang masih bermain di sekeliling tubuh Umji.

"Anakmu akan tetap hidup."

"Apa?"

"Phoenix. Seorang dewa telah menyelamatkan hidupnya."

FIN

MYTH SERIES (2) - NCT [finished]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang