In Author's Eyes...
Ada yang aneh di antara Wendy dan Johnny.
Semua orang mungkin menyadarinya, tapi tentu Wendy membuta-tulikan diri. Kenapa? Tentu saja karena ia tidak mau disebut sebagai seseorang yang cukup 'dekat' dengan murid pindahan yang mendapat cap aneh tersebut.
Herannya, Johnny seolah tidak lelah. Di mata semua orang, Johnny terlihat seperti seorang yang mati-matian berusaha melakukan pendekatan pada Wendy yang sebaliknya, mati-matian menolak keberadaan pemuda itu.
Tiap menit, rasanya, Johnny melempar pandang ke arah Wendy, tersenyum jika pandang mereka tidak sengaja bertemu, dan malah, tak jarang dengan cuek memberikan lambaian—yang di mata Wendy terlihat begitu menakutkan—padanya.
Mau tak mau, Wendy harus menerima nasib. Semua orang sekarang menggodanya dengan sebutan sebagai 'kekasih Johnny' yang bahkan tidak dimilikinya.
Diam-diam Wendy merutuk, memang sih, Johnny tidak jelek. Tapi tingkah lakunya sangat kekanak-kanakkan di mata Wendy, dan hal itu membuatnya kesal setengah mati.
Belum lagi, pemuda itu selalu mengikutinya saat pulang sekolah, seperti yang dilakukannya sekarang. Padahal, Wendy yakin rumah mereka berada di arah yang berbeda.
"Johnny! Berhenti mengikutiku!" Wendy berucap kala Johnny lagi-lagi mengikutinya pulang hari ini.
"Aku kan hanya ingin memastikan kau selamat sampai di rumah." Johnny menyahuti ringan, seolah ucapannya tidak terdengar begitu cheesy di telinga Wendy.
Kesal, Wendy memutar bola mata acuh. Ia lantas berbalik, menatap Johnny dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Kenapa kau selalu mengikutiku?"
Alis Johnny terangkat, sudut bibirnya segera membentuk kurva sempurna yang selalu membuat Wendy bergidik, heran sekali bagaimana sebuah senyuman bisa terlihat sangat sempurna di wajah seseorang.
"Kau sudah tahu jawabannya kan?" Johnny balik bertanya.
Wendy terdiam sejenak.
"Jangan bodoh. Sudah jelas semua orang sekarang mencemooh kita di sekolah. Mereka bahkan berpikir kau menyukaiku!" bentak Wendy, teringat bagaimana kesalnya ia saat setiap orang di kelas menyebutnya dengan sebuah panggilan sakral dengan Johnny sebagai labelnya.
"Memang," Johnny mengangkat bahu acuh, "aku memang suka padamu." sambungnya, seolah perkataannya tidak membuat Wendy terbelalak.
"Tapi kau bukan tipeku." Wendy berucap, berusaha menggunakan nada paling tenang yang pernah ia miliki.
"Oh ya? Lalu, seperti apa tipemu?" tanya Johnny, dengan santai melangkah menghampiri Wendy, menatap gadis itu lamat-lamat, tanpa sadar, membuat Wendy terkunci di tempat.
"Tipeku..." Wendy lekas memutar otak, tidak ingin berlama-lama menghadapi situasi konyol seperti sekarang. "seperti Edward Cullen!" ujarnya cukup keras, hingga berhasil membuat Johnny mengerjap tak mengerti.
Tadinya, pemuda Seo itu sudah akan mengira Wendy menyebutkan satu dari sederet nama murid populer di sekolah mereka.
"Tapi Edward Cullen hanya tokoh fiksi." pungkas Johnny, menuntut sebuah jawaban yang lebih realistis dari gadis di hadapannya.
"Iya, justru karena itu dia jadi tipe idealku. Karena dia tidak ada di sembarang tempat di dunia ini." Wendy berkeras.
Johnny mengangguk-angguk dengan raut serius.
"Begitu, ya? Memangnya apa yang membuatnya jadi tipe idealmu?" tanya Johnny.
Lagi-lagi Wendy berpikir.
"Umm, itu karena dia putih, dia tinggi, dia juga pintar bermain piano, melihatnya di layar saja sudah membuat jantungku berdebar tidak karuan." ujar Wendy, menyebutkan satu-persatu scene yang masih diingatnya tentang sosok Edward Cullen ini.
Johnny masih menatap dengan raut serius.
"Lalu apa kurangnya aku? Aku juga putih, tinggi, aku juga bisa bermain piano. Karena kau belum melihatku di layar, jadi pasti jantungmu belum bereaksi berlebihan karenaku." tutur Johnny, mempertahankan ekspresi serius yang sedari tadi terpasang di wajahnya.
"Dia vampire!" Wendy akhirnya berseru.
"Apa?" Johnny lagi-lagi menatap tidak mengerti.
"Karena dia seorang vampire, dia sangat keren."
Kini Johnny terdiam, mengerjap beberapa kali sebelum ia menghembuskan nafas panjang dan lantas menyejajarkan tubuhnya dengan Wendy.
"Wendy, aku juga sama sepertinya." Johnny berucap.
"Apa?" kali ini giliran Wendy yang terlongo tidak mengerti.
Johnny tersenyum, memamerkan deretan sempurna giginya yang—
"Kau bisa menyebutku vampire sepertinya juga, tapi aku seorang dracula. Apa aku sekarang jadi tipe idealmu?"
—berhasil membekukan Wendy di tempat.
FIN
KAMU SEDANG MEMBACA
MYTH SERIES (2) - NCT [finished]
FantasyDracula, Elf, Medusa, Mermaid... ah, semua makhluk-makhluk yang dianggap tidak nyata itu, bisakah kalian percaya jika mereka benar-benar ada? Well, cerita ini akan memberikan kalian beberapa cerita pendek tentang makhluk-makhluk fiktif tersebut. Thi...