Alunan musik yang tidak begitu Dante kenal mengalun indah, sepanjang dia berperang mata dengan Cloveria. Mereka kini tengah duduk di salah satu kafe yang lokasinya dekat dengan kampus Cloveria.
Gadis itu akhirnya memutuskan untuk mengajak 'sahabat lamanya' untuk merasakan kue coklat kesukaannya di sini.
Cloveria bersyukur. Karena setidaknya, lidahnya masih bisa merasakan rasa manis, walaupun matanya harus merasa pahit karena menatap Dante terlalu lama.
Seleranya semenjak SMA tidak pernah berubah, apapun yang berbau coklat gadis itu pasti menyukainya.
"Mm ... Jadi sekarang kamu kuliah di jurusan apa?"
"Ilmu ekonomi." Jawab Clo singkat. Gadis itu tidak berniat untuk menjelaskan apapun jika tidak ditanya.
"Bukannya kamu ingin menjadi desainer? Kenapa banting setir?"
"Dunia yang ukurannya milyaran lebih besar dariku saja mudah berubah, Kak. Apalagi aku yang besarnya hanya sebesar biji kuaci."
Dante menangkap nada tidak suka di dalam ucapan Cloveria. Entah itu karena Clo yang tidak menyukai pertemuan kembali mereka, atau justru karena Dante telah menanyakan hal yang sensitif.
"Maaf Clovy kalau aku menyinggung perasaan kamu." Ucap Dante tulus.
"Tumben minta maaf? Pergi tidak bilang-bilang saja kamu tidak pernah meminta maaf, Kak."
"Clovy aku-"
"Clo saja, Kak. Kak Dante sudah kehilangan hak untuk memanggilku Clovy."
Jujur saja, pemuda itu mencoba tetap tersenyum tabah meskipun hatinya merasakan sembilu atas ucapan gadis di hadapannya ini.
Dante bertanya-tanya di dalam hati, sebesar itukah luka yang sudah ia torehkan hingga Cloveria tak lagi memandangnya sebagai sahabat baik?
Rasanya Dante masih ingin berbincang lebih lama, namun sebuah panggilan muncul pada layar ponsel Cloveria dan membuat gadis itu mengalihkan perhatiannya dari Dante menuju lawan bicaranya.
Wajah Cloveria berubah bahagia dan sangat cerah, namun Dante juga bisa merasakan bahwa gadis itu ketakutan akan sesuatu saat ini. Entah apa yang membuatnya takut.
Ingin sekali pemuda itu menanyakan kabar gadis di hadapannya ini, namun dia tahu bahwa kini, dirinya bukanlah siapa pun bagi Clo.
"Aku pergi dulu, Kak." Ucap Cloveria antusias begitu membayangkan betapa lucu wajah sepupunya yang baru lahir.
Orang yang menghubungi Cloveria adalah sepupu dari pihak ibunya.
Gadis cantik itu mendapatkan informasi tentang kelahiran sepupu baru, dan memutuskan akan mengunjungi tantenya yang baru saja melahirkan.
"Clo, tunggu!" Teriak Dante sembari mengejar gadis yang sudah berada di ambang pintu kafe tersebut.
Cloveria hanya menatap datar kepada pria yang masih terlihat ragu-ragu di hadapannya. Gadis tersebut nampak tidak sabaran untuk segera enyah dari hadapan Dante.
"Boleh minta nomor kamu, Clo?"
"Untuk?"
"Eh? Itu- untuk ..."
Melihat Dante yang nampak seperti orang kikuk, pada akhirnya Cloveria pun memutuskan untuk memberikan nomor ponselnya tanpa bertanya apapun lagi.
Gadis itu sedang tidak mau dipusingkan dengan Ah-Eh-Oh nya Dante. Kebiasaan ketika kakak kelasnya itu sedang bingung tidak pernah berubah.
Sepertinya yang berubah memang hanya hubungan mereka saja.
Setelah bertukar nomor ponsel, Cloveria benar-benar pergi meninggalkan Dante sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
My House, Not My Home
General Fiction"Saat aku pergi ... bisakah kamu berjanji satu hal?" "Katakan." "Menangis, ya. Jangan memaksakan diri untuk tersenyum. Aku mohon ... menangislah." .,.,.,.,.,.,.,.,.,..,.,.,..,.,.,.,..,.,.,.,.,..,.,.,.,.,.... Cloveria Nahla Hanggio selalu diperlakuka...