Aku cemas. Jiwaku merasa gelisah. Hingga akhirnya aku menjadi begitu khawatir pada sesuatu yang belum tentu terjadi.
Itu semua terjadi karena satu pesan yang datang dari Cloveria.
Dia membatalkan janjinya untuk menemaniku membeli jas baru, karena sedang ada urusan. Dan urusan itu adalah untuk menemani Nate pergi menuju kampung halaman pembantunya yang baru saja meninggal.
Sebenarnya apa yang terjadi kepadaku? kenapa aku menjadi begitu waspada seperti ini? Padahal baru kemarin aku mengatakan kepadanya untuk meluruskan hatinya, tapi kenapa sekarang aku menjadi seperti ini?
Kenapa begitu dia sudah mulai bergerak maju dan ingin meluruskan perasaannya aku menjadi sangat takut. Aku takut. Benar-benar takut bahwa dia akan pergi meninggalkanku dan lebih memilih kembali pada cintanya yang lama.
Tuhan ... Bagaimana jika semua itu terjadi?
Akankah aku sanggup menerima dan tetap bisa menjadi seseorang yang selalu bisa ada di sampingnya.
Akankah aku tetap sanggup menjalankan amanah dari Shane, untuk menjadi seseorang yang dapat melindungi Cloveria dan membantunya ketika ia merasa sendirian lagi.
Untuk pertama kalinya aku merasa menyesal atas pilihaku sendiri. Bukan karena aku menyesal karena telah berusaha menjalankan wasiat Shane. Tapi aku menyesal karena tidak dapat mengontrol perasaanku sendiri.
Sebab dengan lancangnya aku telah mencintai Clovy, jauh sebelum aku bertemu dengannya.
Aku sudah mencintainya semenjak kudengar suaranya untuk yang pertama kali.
Aku jatuh cinta pada kebaikan dan juga ketulusan hatinya.
Aku menyayanginya karena dia juga menyayangi banyak orang tanpa pamrih.
Aku bahagia ketika melihatnya, karena dia pun bahagia hanya dengan melihat awan yang bergerak.
Aku jatuh hati kepadanya.
Kepada Clovy yang telah mengubah hidup seseorang menjadi lebih baik. Dia mengubah hidup seorang Shane. Dari seseorang yang tak pernah menghargai kehidupanya sendiri, berubah menjadi seorang Shane yang begitu mencintai kehidupannya dan kehidupan orang di sekitarnya.
"Apa aku boleh menjadi seperti ini?"
Aku menanyakan kegundahan ini kepada Sang Pencipta. Sebab aku sadar, bahwa apapun yang kulakukan tak akan pernah luput dari pengawasannya.
Karena itulah aku menjadi takut.
Aku takut untuk jatuh cinta pada seseorang yang tak seharusnya kucintai. Aku takut jika perasaanku ini bukanlah perasaan yang benar untuk kurasakan.
Untuk sekali lagi aku menatap bingkai foto yang ada di atas meja kerjaku. Di dalam potret lama itu, Shane nampak sangat bahagia.
Aku mencoba untuk mengingatkan diriku sendiri bahwa aku bukanlah Shane.
Kutatap lekat-lekat wajah kami berdua saat sedang tersenyum ceria di atas ayunan taman bermain.
Kucoba lagi untuk memutar memori-memori indah kebersamaan kami. Dimana aku dan Shane selalu tertawa dan bermain bersama.
Dimana aku seringkali memainkan pipi gembungnya. Dimana aku selalu mejadi orang dewasa baginya.
Dimana aku masih ingat bahwa aku bukanlah dia. Dimana aku sadar bahwa aku adalah keluarga yang amat dia cintai dan hormati lebih dari dia menghormati kedua orang tua kami.
"Shane ... Apa aku boleh mencintai gadis yang kau cintai?’’
Aku bertanya lagi. Tapi kali ini aku bukan bertanya kepada Tuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My House, Not My Home
General Fiction"Saat aku pergi ... bisakah kamu berjanji satu hal?" "Katakan." "Menangis, ya. Jangan memaksakan diri untuk tersenyum. Aku mohon ... menangislah." .,.,.,.,.,.,.,.,.,..,.,.,..,.,.,.,..,.,.,.,.,..,.,.,.,.,.... Cloveria Nahla Hanggio selalu diperlakuka...