Taeyeon Pov
Aku merapikan beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya. Matanya sembab, ada beberapa bercak hitam di sekitar matanya yang kutebak akibat maskara dan eyelinernya luntur setelah satu jam nonstop menangis hingga tertidur. Kuperhatikan wajah orientalnya yang masih mempesona bahkan ketika sedang berantakan seperti ini. Walau sering membuatku kesal, aku tak bisa berbohong kalau dia cantik, sangat.
Malam ini terasa begitu panjang, lebih sial lagi karena hingga jam 3 dini hari aku masih saja terjaga. Aku keluar kamar, menuruni tangga, menuju dapur yang ada di sudut kiri rumah berlantai dua ini. Kuambil gelas dan kutuangkan air mineral hingga 3/4nya terisi. Dalam hitungan detik aku sudah menghabisinya tak bersisa. Kuletakkan gelas ke atas meja makan hingga terdengar sedikit hentakan. Kukepalkan tangan kananku dan kupukulkan ke meja berulang kali.
Ada belasan nama lelaki yang keluar masuk ke otakku. Dalam kurun waktu beberapa bulan sudah ada belasan atau bahkan puluhan lelaki yang mondar-mandir di rumah ini demi mandapatkan hatinya. Dan si idiot itu dengan bangga menggilir mereka dengan alasan "toh mereka mau" atau "ya daripada nganggur di rumah". What's wrong with this girl? Lalu siapa? Yang mana? Fany tak mengatakan apapun sampai dia tertidur selain dua kata ajaib "aku hamil" itu. Sekali aku mendapatkan nama lelaki setan itu, aku akan langsung mematahkan tangan biadabnya, aku bersumpah.
---
Flashback, 8 months ago.
"Wohoooo"
Suara teriakan dan tepuk tangan paling bangga terdengar dari balik meja bar. Aku tersenyum pada si pemilik suara kemudian membungkuk ke arah penonton. Setelah membereskan gitar dan tetek bengeknya, aku menghampiri lelaki anak pemilik Oldstar Cafe tempatku biasa bernyanyi.
"Buat hari ini"
Belum juga pantatku mendarat sempurna di kursi bar, lelaki itu sudah menyodoriku sebuah amplop.
"Gomawo Baekhyun~ah"
Aku mengambil amplop itu dan kuintip sedikit isinya.
"Tidak ada apa-apanya dibanding uang bulanan dari Appamu"
Baekhyun menyindirku. Aku memasukkan amplop itu ke dalam tas kemudian meneguk minuman bersoda di depanku yang pasti milik Baekhyun.
"Masa dari dulu tidak ada peningkatan hahaha"
Kataku bercanda tapi Baekhyun sangat tau semua ini bukan demi uang. Dia malah ikut tertawa.
"Ya, sudah jam 10. Kau tidak pulang?"
"Hari ini Umma dan adik tiriku mulai tinggal di rumah. Aku malas mendengar basa-basi mereka. Tambah"
Aku menyodorkan gelas yang isinya tinggal beberapa mili di hadapanku. Baekhyun mengisi dengan senang hati sembari menggelengkan kepalanya ke kiri ke kanan. Ya, dia sahabatku, lebih tepatnya satu-satunya temanku. Dari kecil aku susah bergaul, beberapa orang bahkan menganggapku aneh karena terlalu pendiam. Appa selalu sibuk, Umma yang selalu menemaniku, mengajariku bernyanyi dan bermain gitar, tentu tanpa sepengetahuan Appa. Bagi Appa, hidup adalah bisnis, musik tidak bisa memberimu makan. Padahal bagiku, musik adalah satu-satunya caraku bersuara. Sejak Umma meninggal karena kecelakaan 3 tahun yang lalu, aku kehilangan diriku. Ditambah asisten-asisten Appa yang selalu mengawalku membuatku tidak bebas dalam hal apa pun. Kepergian Umma membuatku terpuruk, entah untuk apa dan untuk siapa lagi aku hidup. Beruntung dua tahun yang lalu aku bertemu Baekhyun. Kami satu kelompok ospek di kampus dan dia tahu aku punya kelebihan di bidang musik. Dia menawariku menyanyi di cafe Appanya, and... here we are now, a best friend.
"Nih"
Baekhyun membuyarkan lamunanku dengan menyodorkan gelas yang sudah terisi penuh.
"Wooooo"
Dia berteriak pada temannya yang menggantikanku bernyanyi sekarang. Tangannya dia lambaikan sambil sedikit bergoyang. Aku tersenyum melihat tingkahnya. Sahabatku ini tampan, pintar, mudah bergaul, ceria, baik, dan perhatian. Aku selalu berdoa agar jatuh cinta pada lelaki sebaik dia, tapi nyatanya tidak, atau mungkin belum. Entahlah.
"Taeyeon~ah, aku antar pulang ya. Sudah malam"
Baekhyun sedikit berteriak karena suara musik terlalu keras.
"Tidak usah. Aku pulang dulu ya. Gomawoyo"
Kuteguk habis minuman sodaku buru-buru. Kalau terlalu lama, Baekhyun akan segera berlari megambil mobilnya. Tentu aku tidak suka merepotakannya, ditambah lagi sekarang malam minggu, cafe membutuhkan tenaga dan wajah tampannya untuk menarik pelanggan perempuan. Aku mengambil gitarku dan kucangklongkan(?) di punggungku. Aku menyusuri jalan menuju halte bus. Kulihat langit yang kini sendu, tak ada bintang, bulanpun malu-malu. Umma, kau sedang apa? Aku merindukanmu. Akankah sama rasanya jika bukan Umma?
---
Dengan susah payah aku berhasil memanjat pagar belakang rumah. Aku menyebarkan pandanganku ke segala arah, memastikan tidak ada yang melihat aksi spiderman-ku. Kulangkahkan kaki pelan-pelan meminimkan suara sekecil apa pun. Yap, berhasil. Tentu saja, aku sudah sering melakukannya. Kubuka pintu rumah dengan kunci duplikatku.
"YA!!!"
Aku terkejut mendapati seseorang dibalik pintu.
"Unnie, kau se..."
Refleks aku menutup mulutnya dengan tangan kananku. Tangan kiriku memegang kepala bagian belakangnya. Tapi sepertinya terlalu keras. Kurang sedikit lagi kepala kami pasti berbenturan dan kini jarak mataku dengannya hanya sekitar 20 cm. Deg. Mata kami bertemu. Dunia seakan berhenti sekian detik. Pertahananku sepertinya roboh, tanganku kehilangan kontrol. Dengan mudahnya perempuan itu melepaskan tanganku dari mulutnya.
"Ya, Taeyeon Unnie!!!"
Dia mendorong jidatku dengan jari-jarinya. Jiwaku kembali utuh mendengar teriakan dan kelakuan idiotnya mendorong-dorong kepalaku.
"Ssstttt"
Aku kembali berusaha menutup mulutnya tapi dia meronta-ronta seperti orang kesetanan.
"Ya!!! Ya!!! Unnieee!"
"Jangan teriak"
Tangannya semakin sembarangan mendorong mukaku. Aku membiarkan tanganku mencari mulutnya dengan mata tertutup telapak tangannya.
"Ya, Kim Taeyeon!!"
Sontak kami menoleh ke arah yang sama. Appa.
to be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
togetHER
Fanfiction18+ Aku tidak suka keramaian. Ketika seseorang terlalu banyak bicara, aku akan merasa sangat tertekan. Tetapi, saat kamu bercerita tentang hal-hal tak masuk akal, semua ocehanmu, entah kenapa aku menikmati setiap detiknya. -Kim Taeyeon- Dia bilang a...