12# Another Love?

1.6K 191 14
                                    

Baekhyun Pov

Aku berlari ke dalam cafe mencari seseorang yang tadi menelponku.

"Hyung!"

Ah itu dia, dibalik meja bar. Aku masih ngos-ngosan. Setelah mendapat kabar tidak baik itu aku langsung meninggalkan kantor Appa. Lelaki yang memanggilku hyung itu menunjuk meja di dekat jendela. Kulihat wanita yang begitu kukenal sangat berantakan dan kini tertidur dengan tangannya menutupi wajah. Aku menarik kerah baju lelaki di depanku.

"Ya! Bukankah sudah kubilang jangan beri dia soju"

"Mian hyung, dia marah-marah dan memaksaku memberikan soju. Kulihat pengunjung lain terganggu, jadi kuberi dia satu botol kecil saja dan ternyata... ah... ehmm..."

"Aku sudah bilang dia tidak kuat minum soju"

Aku mendorongnya, dia hanya menunduk takut. Kudekati sahabatku itu, aku mengecek kondisinya, dia demam. Kurapikan rambut panjangnya yang menutupi wajah. Apa yang membuatnya seperti ini, aku tidak pernah melihat Taeyeon seberantakan ini.

"Jahat..."

Apa? Aku memastikan telingaku tidak salah dengar. Dia mengigau.

"Kau jahat..."

Aku menggenggam tangannya yang gemetar.

"Siapa yang jahat?"

"Uhmm..."

"Katakan"

"Tiff... Fany..."

Taeyeon melepaskan genggamanku. Tangan kanannya memukul-mukul meja, tangannya yang kiri memegang kepalanya dan mengacak-acak rambut frustasi.

"Fany?"

Bertengkar dengan adik tirinya itu selalu membuatnya stres. Kadang aku berpikir Taeyeon dan Fany... ah mana mungkin. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Taeyeon kembali tertidur.

Drttt...drttt...drttt...

Handphone Taeyeon berbunyi, dari Fany. Kuberanikan mengangkatnya.

"Chagi..."

"Chagi???"

Tanyaku heran. Kenapa mereka ini... aneh.

"Ah, Baekhyun Oppa? Taeyeon di cafemu?"

"Ne, dia di sini, mabuk berat"

"Mwo? Aku akan ke sana menjemputnya"

"Biar aku saja yang mengantarnya pulang"

Setelah mendapat persetujuan dari Fany, aku menggendong Taeyeon menuju mobil. Sebelum menjalankan mobil, aku menyempatkan diri menatap wajahnya, merapikan rambutnya, mengusap sisa-sisa soju di bibirnya. Berat ya bertahun-tahun mencintai seseorang yang sama sekali tidak peka. Aku mencium pipinya, mumpung dia tidur, kapan lagi.

Sesampainya di rumah konglomerat ini, Fany sudah menunggu di depan pagar. Aku membopongnya dan Fany membantuku.

"Sudah, biar aku saja. Gomawo Oppa"

"Tolong jaga dia, kalau ada apa-apa hubungi aku"

Fany mengangguk dan aku membiarkannya membawa Taeyeon masuk. Kulihat mata Fany sembab, mereka sepertinya bertengkar hebat. Apa yang membuat dua saudara bisa bertengkar sampai seperti ini?

---

Taeyeon Pov

Aku memegang dahiku, siapa yang mengompresku? Apa aku demam? Aku menggerak-gerakkan leherku yang kaku, kemudian mengamati sekeliling. Kuambil handphone di nakas, ada beberapa panggilan dan chat dari Baekhyun. Terakhir kuingat aku di cafe Baekhyun, ah ya, aku mabuk. Sinar matahari siang begitu menyengat sampai membuatku terbangun. Kupegang perutku yang keroncongan, pantas, ini sudah hampir jam 1 siang.

Aku menuruni tangga, kulihat Appa, Umma, Fany, dan Ju Hyun sedang makan siang. Aku melewati mereka menuju dapur. Mengambil roti dan air mineral kemudian kembali menaiki tangga. Aku sedang malas melihat Fany, biar walau hanya makan roti.

"Taeyeon, jangan lupa nanti malam"

Appa sedikit berteriak padaku yang sudah hampir menginjak lantai dua. Aku mengangguk dua kali dan kembali ke kamar. Aku baru ingat, hari ini minggu dan tanggal 15, Appa bilang malam ini akan mengajak kami makan di restoran. Momen langka, sayang waktunya tidak pas.

---

Malam ini aku mengenakan sweater cokelat muda lengan panjang dengan rok hitam sedikit di atas lutut, wajahku sedikit kupoles. Hanya makan malam keluarga kenapa Umma menyuruhku dandan, aku tidak suka menggunakan rok. Setelah semua siap kami berangkat. Appa menyetir didampingi Umma di depan. Di kursi belakang, Ju Hyun menjadi penengahku dan Fany. Sesekali aku mencuri pandang ke arahnya dan Fany juga melakukan hal yang sama. Saat ini aku tidak ingin mendengar penjelasan apa pun, bekas lipstik itu menjelaskan semuanya. Pasti Yuri. Aku mengepalkan tanganku, meninju-ninju pahaku sendiri, ingin sekali aku menghantam sesuatu saat ini. Susah payah aku mempercayai player ini, dan dia memang belum benar-benar berubah. Aku merasa bodoh.

Sesampai di restoran top Korea favorit Appa, kami di antar ke ruang VIP. Kudapati sosok yang sangat kukenal duduk di sana bersama Appa dan Ummanya.

"Apa kalian sudah menunggu lama?"

"Ah, ani"

Appa menyapa mereka. Umma juga tersenyum sumringah, ada hubungan apa mereka?

"Huh? Kalian? Taeyeon~ah, Fany~ah. Dan si kecil Ju Hyun, annyeong"

"Annyeong Baekhyun ahjussi"

Ju Hyun menunduk sopan dan Baekhyun mencubit pipinya. Ternyata orang tua kami saling kenal dan apa tujuan mereka bertemu?

Kami menikmati makan malam dengan suasana sangat canggung. Aku, Fany, dan Baekhyun lebih banyak diam, Ju Hyun sibuk memainkan si boneka kodok hijau kesukaannya, sedang para orang tua sibuk membahas bisnis dan rencana kerja sama mereka.

"Ah, Taeyeon dan Baekhyun berarti sudah saling kenal ya?"

"Ne Appa, kami teman kuliah"

Aku mengangguk pada Byun ahjussi, mengamini jawaban Baekhyun. Perasaanku tidak enak.

"Tujuan kita berkumpul di sini sebenarnya ingin mengenalkan kalian tapi ternyata kalian sudah saling kenal. Ahjussi akan sangat senang jika Taeyeon mau mencoba berkencan dengan Baekhyun"

Mwoya? Aku menelan ludah dan melirik Fany. Dia sangat terkejut. Ah, mungkin dia hanya berpura-pura shock, dia tidak benar-benar mencintaiku. Dia player, masih player seperti dulu, tidak berubah Taeyeon, aku meyakinkan diriku sendiri. Aku terlanjur kecewa. Umma memegang pundakku, menyuruhku menyetujui keinginan Byun ahjussi. Sementara Fany memegang tangan kananku di bawah meja, aku menepisnya.

"Bagaimana Baekhyun?"

Appa bertanya pada lelaki pilihannya itu.

"Ah, kalau aku tidak keberatan ahjussi. Taeyeon~ah, bagaimana denganmu?"

Aku melihat Fany sekali lagi, dia menggelengkan kepalanya pelan. Umma mengelus punggungku sambil tersenyum penuh harap.

"Aku..."

Apa yang harus kulakukan? Ini bertentangan dengan hatiku, tapi hatiku terlanjur sakit. Apa Baekhyun bisa membuatku move on? Aku meremas ujung rokku, menghela napas, membuat keputusan yang tidak mudah. Aku menatap wajah mereka satu per satu.

"Ne, biar kucoba"

"Unnie, aku rasa kau bukan anak kecil lagi yang harus dijodohkan!"

"Ya! Aku ingin mencoba berkencan atas kemauanku sendiri!"

"Kalian bicaralah yang sopan!"

Aku dan Fany saling menatap emosi, tak mempedulikan beberapa pasang mata yang memperhatikan kami heran itu.

"Aku perlu bicara berdua denganmu"

Fany menarik tanganku tapi aku menahan tubuhku agar tidak berpindah dari kursi.

To be continued

togetHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang