FOREWORD: Penulis amatir. Bacaan ini diperuntukan kepada pembaca berumur 18+. Tulisan ini mengandung sexual content, strong language, dan violence. Jika ada kesamaan nama, tempat, atau jalan cerita itu hanya kebetulan semata. Apologize in advance jika terdapat typo, kesalahan pemilihan diksi, ejaan yang salah dan penulisan yang tak rapi. Bacaan ini dibuat untuk menghibur. Just read and enjoy~
***
Justin hanya memberikan waktu 10 menit bagi Giavanna untuk bertemu dengan anaknya yang sakit. Arthur tampak senang akan kedatangan Giavanna karena sudah beberapa hari mereka tidak bertemu dan Arthur beberapa kali menanyakan keberadaan Giavanna. Giavanna duduk di sisi tempat tidur, berbicara dengan Arthur bagaimana Arthur bisa tahan di rumah. Pertanyaan itu jelas pertanyaan tertolol yang pernah Justin dengar sebelumnya. Pria itu memerhatikan pertemuan Arthur dan Giavanna, berjaga-jaga agar Giavanna tidak memberikan pertanyaan mengenai kehidupan asmara Justin dan Alexander yang Arthur tidak ketahui sebelumnya. Tidak, jangan sampai aku mengingatnya kembali, Justin memperingati dirinya. Kedatangan Giavanna di perusahaan memang membuat Justin jengkel, apalagi sikapnya yang lancang jika berbicara dengan Justin .
Dari mulut pintu, Justin dapat melihat Giavanna yang mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Arthur. Perjanjian apa yang mereka buat? Tidak, tidak. Giavanna dan Arthur tidak boleh lagi jalan bersama. Anak itu memiliki mulut yang cerewet seperti Giavanna, tidak pernah bisa diam dan terlalu jujur. Justin memutar kepalanya ke belakang ketika telinganya mendengar suara langkahan kaki. Alexander. Justin mengumpat dalam hati. Kakinya langsung melangkah dari mulut pintu menuju tangga—mereka sedang berada di lantai dua. Giavanna yang mendengar langkahan kaki menjauh itu menoleh ke belakang dan tidak mendapati Justin di tempat. Kesempatan berhargaku! seru Giavanna kegirangan. Giavanna mengeluarkan ponselnya—yang tadi siang berada di tangan Justin dan Giavanna berpikir Justin telah melihat-lihat isi ponselnya— lalu mencari aplikasi untuk merekam suara. Ia langsung menyalakan rekam suara di ponselnya lalu membuka mulut.
"Arthur, aku ingin bertanya," ucap Giavanna berhati-hati. Arthur mengangguk-angguk, tanda ia setuju. "Apa yang biasa daddy Alexander lakukan di rumah?" Tanya Giavanna, kemudian tersenyum. Arthur menghela nafas panjang. Akhir-akhir ini Alexander tidak datang ke rumahnya, membuat Arthur kesepian karena tidak ada yang menemaninya di rumah selain pelayan yang membosankan.
"Bermain denganku, membuatkanku makanan. Aku sering pergi ke salon bersamanya. Salonnya dekat dari sini. Ayo, sentuh rambutku," ujar Arthur menarik tangan Giavanna ke arah rambutnya lalu Arthur menggoyang-goyangkan lengan itu agar tangan Giavanna dapat mengelus kepalanya yang berambut halus. "Halus, bukan? Daddy Alex bilang kita harus sering-sering menjaga rambut kita agar tetap sehat. Tapi, aku tidak mau memiliki rambut seperti daddy Alex,"
"Memangnya kenapa?" Tanya Giavanna menelengkan kepalanya ke samping, tangannya sudah ia tarik dari kepala Arthur. Arthur mengedik bahu, mulutnya mengerucut tak suka.
"Seperti perempuan, kau tahu. Aku tidak mau rambutku sepertimu. Panjang seperti itu. Dan, aku tidak mengerti mengapa rambut daddy Alex bisa diikat. Tidakkah itu bisa merusak rambutnya? Bagaimana jika rambutnya patah?"
"Patah?" Giavanna tertawa terbahak-bahak mendengar pemilihan kata Arthur yang salah. Rambut tidak patah, tetapi rontok. Arthur tidak mengerti mengapa Giavanna tertawa, tetapi karena menurut Giavanna lucu, Arthur ikut tertawa seperti anak gila. Kemudian mereka berhenti bersamaan.
"Dan apa lagi yang ia lakukan di sini?" Tanya Giavanna.
"Jadi, biasanya aku dikeloni daddy Alex. Dan aku tertidur. Kadang, aku terbangun dan daddy Alex sudah tidak ada di sebelahku lagi. Saat aku keluar dari kamar untuk mencarinya, aku selalu menemukannya di kamar daddy Justin. Aku penasaran apa yang mereka lakukan. Karena mereka pasti selalu terkejut jika tiba-tiba aku membuka pintu," ucap Arthur bercerita, ia mengedik bahunya kembali seolah-olah ia tak begitu peduli dengan apa yang dua orang itu lakukan di kamar. Giavanna tertawa dalam hati. Ya Tuhan, mereka berdua sungguh gay. Sangat disayangkan, salah satu orang yang melakukan itu adalah pria yang ia sukai. Tetapi, tak apalah, masih banyak pria di luar sana yang mungkin hampir sama sepertinya. Giavanna lalu mematikan rekaman suara di ponselnya dan menyimpannya baik-baik. Tepat saat Giavanna menyimpan ponselnya ke dalam tas, Justin muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Time
RomansaKisah yang menceritakan tentang seorang gadis yang bernama Giavanna yang harus menghadapi kejamnya bos utamanya di perusahaan periklanan. Tetapi gadis itu beruntung ia memiliki nyali besar hingga membuat bosnya itu memberikan seringai serigala. Wel...