Chapter 14

19K 913 18
                                    

FOREWORD: Penulis amatir. Bacaan ini diperuntukan kepada pembaca berumur 18+. Tulisan ini mengandung sexual content, strong language, dan violence. Jika ada kesamaan nama, tempat, atau jalan cerita itu hanya kebetulan semata. Apologize in advance jika terdapat typo, kesalahan pemilihan diksi, ejaan yang salah dan penulisan yang tak rapi. Bacaan ini dibuat untuk menghibur. Just read and enjoy~

Backsound: Wolftyla - Butt Naked Nasty or Nah. 

Ini agak rames ya. 

Just read and enjoy~

***

            "Mustahil." Ucap Hailey tak percaya dengan apa yang Giavanna katakan. Bagaimana bisa seorang Justin Richardson memerintah Lance—pria yang ditemuinya tadi—untuk meniduri Giavanna? Meski tadi malam Hailey dapat melihat bahwa Lance benar-benar menyesal akan sesuatu, tetapi ia memang kesal dengan siapa pun yang pernah menyakiti Giavanna. Tetapi secara keseluruhan, Lance hanyalah kaki-tangan Justin yang tidak tahu menahu tentang Giavanna. Pantas selama ini Giavanna selalu bertanya-tanya mengapa Lance mudah sekali mengingat jalanan di Atlanta. Sudah jelas sekali Lance bukan pindahan dari kota lain. Ia memang dari Atlanta, hanya saja, ia memang tak mengenal Giavanna.

            Giavanna hanya tersenyum miris melihat hidupnya beberapa bulan terakhir ini. Uang yang ia kumpulkan untuk pindah ke Washington D.C sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Terlebih lagi, teman semasa kuliah mereka ingin sekali Giavanna tinggal satu atap dengannya. Dia seorang pria, tetapi ia bukan pria brengsek seperti Justin atau Lance, atau pria brengsek mana pun.

            Sudah dua hari ini, Giavanna tidak menyalakan ponselnya. Ia sedang tak ingin terhubung dengan siapa pun. Terlebih lagi Justin. Setelah kemarin memesan tiket pesawat untuknya besok subuh, Giavanna sedang merapikan pakaiannya ke dalam koper untuk ia bawa. Tidak banyak barang yang ia bawa—teman prianya itu tidak mengizinkan Giavanna membawa barang-barang seperti tempat tidur atau sofa. Ia tidak ingin Giavanna kerepotan membawa semua itu jauh-jauh dari Atlanta ke Washington. Sesungguhnya Hailey sudah memohon-mohon pada Giavanna agar tak meninggalkannya—meski Giavanna akan mengirim uang untuk Hailey mengingat Hailey sedang hamil dan pekerjaannya tak menentu. Justru teman pria mereka itu meminta Hailey tinggal bersama-sama di sana, tetapi Hailey menolak dengan halus. Ia masih menyukai kota Atlanta. Ia akan lahir dan mati di Atlanta.

            Di atas tempat tidur Giavanna yang empuk, mereka dikejutkan oleh ketukan pintu. Giavanna menarik nafas tajam. Akhir-akhir ini ia terlalu paranoid jika Justin atau siapa pun dari kantornya datang mengunjunginya. Hailey segera bangkit dari tempat tidur Giavanna lalu keluar dari kamarnya. Kepala Giavanna tergeleng, ia harus fokus mengemas pakaian-pakaiannya—yang ternyata memerlukan dua koper besar. Telinga Giavanna mendengar suara Hailey berterima kasih pada seseorang kemudian pintu utama tertutup. Punggung Giavanna menegak, kepalanya menoleh ke pintu kamarnya. Seorang perempuan berperut buncit itu muncul begitu saja dengan sebuah kotak hadiah berada di tangannya. Oh, hadiah untuknya? Betapa manisnya orang itu.

            "Untukmu," ucap Hailey memeriksa sebuah kartu di atas kotak hadiah itu. "Um, kurasa lebih baik kau sendiri yang membukanya. Kau tahu aku tak suka membuka hadiah orang lain,"

            "Kau baru saja membaca kartunya, Hailey," ujar Giavanna berusaha terdengar gembira, tetapi hatinya masih terlalu sensitif. Hailey hanya tertawa, lalu ia menaruh kotak hadiah itu ke atas kasur di sebelah pinggang Giavanna. Sebelum ia membuka kotak hadiah itu, Giavanna melihat kartu yang berada di atasnya lalu menduga bahwa hadiah itu dari Justin. Ia memejamkan mata tak percaya. Setelah apa yang ia lakukan, ia ingin menyogok Giavanna dengan sebuah hadiah? Pft, perlakuan untuk wanita murahan. Di kartu itu tertulis; 

Perfect TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang