Chapter 6

22.6K 1K 8
                                    

FOREWORD: Penulis amatir. Bacaan ini diperuntukan kepada pembaca berumur 18+. Tulisan ini mengandung sexual content, strong language, dan violence. Jika ada kesamaan nama, tempat, atau jalan cerita itu hanya kebetulan semata. Apologize in advance jika terdapat typo, kesalahan pemilihan diksi, ejaan yang salah dan penulisan yang tak rapi. Bacaan ini dibuat untuk menghibur. Just read and enjoy~

Backsound: Ed Sheeran - All of the Stars <--- lagu ini bener-bener romantis dan nyentuh bangetlah.  Cocok buat adegan Giavanna dan Justin. 

Just read and enjoy~

 ***

            Mata cokelat lembut Giavanna menatap Hailey yang telah terlelap di atas tempat tidur. Tangan Hailey memeluk perutnya yang mulai berbentuk. Kemudian matanya terpejam mengingat apa yang dikatakan Liam sebelum Giavanna meninggalkan apartemen dan mendapati Justin telah selesai berbicara di ponselnya. Jika Giavanna tak memiliki hati nurani atau belas kasihan pada pria itu, sudah pasti Liam mati di tangan... pria kulit hitam di belakang Liam. Giavanna tentu tidak ingin membunuh orang jika ia masih bisa memakai orang lain untuk membunuh orang yang ia benci. Alasan Liam sesungguhnya bukan masalah perekonomiannya, tetapi orang lain. Orang ketiga. Liam mencintai wanita lain di luar sana. Wanita yang tidak pernah dikenal atau ditemui Hailey. Liam brengsek luar biasa dan Giavanna tidak ingin memberitahu alasan ini. Hailey pasti akan merasa sangat sakit hati.

            Giavanna tidak ingin mengambil risiko Hailey keguguran hanya karena stress. Liam dipukul habis-habisan sampai ia pingsan lalu Giavanna meninggalkannya. Orang-orang di luar sana harus melewati mayat Giavanna sebelum mereka ingin menyakiti hati sahabatnya. Hailey satu-satunya yang Giavanna miliki. Ia sahabat sekaligus keluarganya. Giavanna tak pernah bertemu dengan ayah kandungnya, ibunya termasuk perempuan yang kuat. Ia tinggal dalam kesusahan namun ibunya masih bisa menyekolahkannya hingga Giavanna lulus SMA. Masih diingatnya ketika ibu Giavanna berusaha untuk bunuh diri dengan cara menggantung diri—dan gagal karena Giavanna berhasil menyelamatkannya—karena tak kuat untuk hidup lebih lama lagi. Giavanna tahu bagaimana rasanya ditinggalkan begitu saja oleh orang yang sangat dicintai. Tidak memiliki ayah seumur hidupnya tidak mempengaruhi ketertarikan Giavanna terhadap lelaki. Ia masih menyukai pria, hanya saja, sampai sekarang ia belum begitu memikirkan jodohnya.

            Memiliki kepintaran yang bisa dibanggakan cukup membuat Giavanna mendapatkan beasiswa selama dua tahun di tempat kuliahnya. Ibunya meninggal setelah Giavanna berkuliah selama satu tahun di salah satu kampus di Atlanta—tempat yang mempertemukan Giavanna dan Hailey di kampus. Dan di apertemen inilah Giavanna hidup selama lima tahun bersama Hailey. Sempat Giavanna berpikir sifat optimisnya ia dapatkan dari ayah, tetapi ia memejamkan mata, meyakinkan diri kalau ibunya mengandung dirinya seperti Komodo mengandung. Sahabatnya bergerak di atas tempat tidur lalu mengerjap-kerjapkan matanya. Ia terkejut melihat Giavanna berada di mulut pintu kamar.

            "Giavanna," desahnya dengan suara serak. "Kau baru pulang? Sudah jam berapa ini?" Tanya Hailey menarik jam weker di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Sudah jam 3 pagi. Kemana saja Giavanna sampai-sampai ia lama pulang? Giavanna tersenyum lemah.

            "Aku lembur," bisiknya berbohong. Hailey mengernyikan kening, bingung. Sejak kapan Giavanna lembur? Tidak seperti biasanya. Giavanna tahu Hailey tak percaya akan ucapannya, jadi ia membuka mulutnya kembali. "Sungguh, Justin memintaku untuk membuat laporan. Dan yah, aku terlalu larut dalam keseriusan sampai aku lupa... untuk pulang," desahnya kelelahan. Hailey hanya mengangguk percaya dengan yang dikatakan Giavanna lalu ia kembali terlelap. Perempuan bermata cokelat lembut itu kemudian menarik gagang pintu dari dalam dan menutup kamar.

            Hari ini bukan hari yang begitu menyenangkan.

***

            Pria berambut gondrong itu sudah terlelap di samping pria yang masih membuka matanya. Sinar bulan yang menerangi malam menembus tirai putihnya sehingga bayangan pria itu terlihat di tembok. Pria itu tidak dapat tidur setelah percakapan makan malam bersama kekasihnya. Tidak begitu menyenangkan untuk dibicarakan tetapi terus dibahas. Justin tidak bisa menerima kenyataan bahwa perempuan itu kembali lagi dalam hidupnya. Rambut cokelat panjang bergelombang, mata cokelat tajam menatapnya, dan lekukan tubuh yang hampir sama. Justin memejamkan mata beberapa saat lalu kembali membukanya. Mengapa Giavanna harus bekerja di perusahaannya? Mengapa Morgan menerimanya? Banyak pertanyaan yang membuat Justin dilema, apakah ia harus memecat perempuan ini atau mempertahankannya? Perempuan itu memiliki rahasia memalukan Justin dan tentu saja Justin tidak ingin perempuan itu membeberkannya pada publik. Majalah-majalah akan meliputi Justin dan merusak nama baiknya. Sangat menyedihkan ketika kau harus bekerja bersama dengan orang yang hampir sama dengan orang dulu sangat kaubenci.

Perfect TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang