Chapter 12

22.4K 1K 13
                                    

FOREWORD: Penulis amatir. Bacaan ini diperuntukan kepada pembaca berumur 18+. Tulisan ini mengandung sexual content, strong language, dan violence. Jika ada kesamaan nama, tempat, atau jalan cerita itu hanya kebetulan semata. Apologize in advance jika terdapat typo, kesalahan pemilihan diksi, ejaan yang salah dan penulisan yang tak rapi. Bacaan ini dibuat untuk menghibur. Just read and enjoy~

Just read and enjoy~

***

Kendaraan lalu lintas mulai berkurang. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Saatnya anak-anak tidur sebelum menikmati akhir pekan. Jumat malam kali ini terasa lebih menyenangkan dari apa yang Giavanna harapkan. Ia tidak pernah memiliki teman Jumat malam sebelumnya. Maksudnya, hanya satu orang teman saja, seperti Justin. Dulu sebelum Giavanna lulus dari kuliahnya, ia sering menghabiskan waktu bersama saat Jumat malam bersama teman-teman lelakinya, dan tentunya bersama Hailey. Tetapi teman-temannya pergi menjalani hidup mereka dengan cara masing-masing. Termasuk Giavanna yang memilih menjadi asisten dari seorang pria yang awalnya kelihatan begitu dingin dan somong. Namun, malam ini ia tidak mendapati Justin bersikap dingin padanya, meski sesekali Justin menyombong diri.

            Selama berjalan di trotoar menuju apartemen Giavanna, mereka berdua saling bercanda. Para karyawan Justin pasti tak akan percaya jika Giavanna bercerita pada mereka kalau Justin sebenarnya bisa tertawa. Yeah, Justin termasuk orang yang pelit tertawa. Di kantor ia menganggap segalanya serius, bahkan iklan terlucu sekalipun. Dan di sinilah dia bersama Giavanna. Saling menyenggol satu sama lain, sesekali Justin hampir tertabrak mobil karena ia berada di sisi luar trotoar. Tinggal dua blok lagi mereka akan sampai di apartemen Giavanna. Ah, perjalanan mereka terasa begitu lambat namun menyenangkan. Mereka menghabiskan kira-kira dua jam di pagar tempat mereka duduk tadi dan satu kali mengangkat bokong mereka untuk membeli makanan.

            Justin tidak pernah bersikap sebaik ini pada Giavanna—sikapnya berhasil membuat Giavanna terkejut. Giavanna banyak menceritakan tentang dirinya pada Justin karena pria itu selalu bertanya-tanya tentang masa lalunya. Dan tidak sekalipun Giavanna berpikir kalau Justin akan menjatuhkan Giavanna jika ia menceritakan masa lalunya. Justin mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar Giavanna menceritakan betapa sulit ia hidup bersama ibunya yang—sampai meninggal—masih belum bisa menghilangkan rasa cintanya pada ayah Giavanna. Sangat menyedihkan. Justin tak menduga kehidupan Giavanna lebih sulit dibanding dirinya. Dan hebatnya, Giavanna cerdas bagaimana ia menyikapi hidupnya. Justin mendongak setelah ia terus menatap trotoar lalu menatap lurus mata cokelat Giavanna.

            "Dan kau anak satu-satunya. Aku sungguh menyesal mendengar atas kepergian ibumu,"

            "Tidak perlu," ucap Giavanna. "Ia meninggal sudah lama," lanjut Giavanna berusaha menutupi kesedihan serta kerinduannya pada ibunya.

            "Mendengar kisahmu, aku berpikir mungkin Arthur harus mempunyai adik agar ia tak kesepian jika aku meninggal atau Alexander meninggal," ucap Justin cukup berhasil membuat Giavanna ingin mengeluarkan segala makanan yang telah ia makan tadi. Justin ingin menikahi Alexander? Oh, yang benar saja! Itu sangat lucu namun juga membingungkan. Kening Giavanna mengerut.

            "Jadi, kau ingin menikahi Alexander?"

            "Aku belum begitu yakin dengan hal itu. Kemungkinannya besar, aku bisa kapan saja menikahi Alexander jika aku mau," ucap Justin santai sementara Giavanna sulit untuk menyikapi apa yang Justin baru saja Justin katakan. Kemungkinannya besar? Jantung Giavanna berdebar kencang.

            "Kau yakin kau pernah mendengar berita Injil, Justin?" Tanya Giavanna berusaha tak bertanya dengan nada mengejek. Tetapi Justin kelihatan tersinggung.

Perfect TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang