"Ehh.. ada bidadari turun dari kahyangan, gimana perjalanannya? Ngga macet pasti ya kan terbang.”
“Hai ci Shani.. “
“Hai Shan baru nyampe?”
“Hallo masa depanku, makin cantik aja nih.”
“Wahh.. Kak Lydi ngajak perang.”
“Tau tuh.. di pecat jadi pacar bu GM aja baru tau rasa.”
Dan banyak lagi sapaan dan godaan yang menghampiriku sesaat setelah aku memasuki ruang make up di teather, yang hanya kujawab dengan sekedarnya. Menanggapi mereka ngga akan pernah ada habisnya.
Selalu saja mereka ada bahan entah untuk menggoda ataupun membully. Aku melangkah menuju salah satu sudut ruangan. Meletakkan barang-barangku sebelum akhirnya duduk dan bermain dengan ponselku.
Aku sedang malas untuk berinteraksi dengan member lain, entah kenapa. Mungkin karna aku belum melihatnya. Ya , bocah alay yang selalu penuh keributan. Tapi selalu kucari dalam jarak pandangku. Dia masih dalam perjalanan kesini dari kampus. Dari mana aku tahu? Karna dia mengirimiku pesan. Aku masih fokus dengan ponselku saat mendengar sedikit keributan di ruangan ini.
“Weesss… alig-alig Gre gandeng Bunda guys!”
“Wadaw ujan badai nih ntar malem.”
“Teather bubar seitansai Wawa batal.”
Dan beragam celetukan lainnya dari para member pun semakin meramaikan ruang make up.
“Lebay bet kalian , cuma gandengan aja di ributin. Dasar manusia kurang belaian kalian.”
“Tau nich , kita kan cuma kebetulan ketemu di lift tadi.”
“Mau dong di belai Bunda.”
Bukannya meredakan keributan argumen mereka justru memancing tubiran lainnya. Mungkin mereka memang ngga bisa hidup tanpa tubir ataupun membully temannya sendiri. Aku hanya memperhatikan mereka yang masih saja melontarkan cuitan tidak jelas mereka. Mataku tidak lepas dari gadis yang sedang mengerecutkan bibirnya kesal dengan member-member modus yang kini malah beralih menggodanya.
“Dedek Gege kok makin unch ciihhh, main sama Om Lydi yuk nanti Om beliin es krim.”
“Jangan mau Gre, sama kak Beby aja, kita jalan-jalan kemanapun Gre mau Kak Beby anterin deh.”
“Inget bini kalian!”
“Kang modus mah beda.”
“Anin! Beby mlipir lagi nih.”
“Biarin aja biar puas dulu.”
“Pulang ngga dikasih jatah ya Nin.”
“Nah itu tau”.
Gelak tawa pun kembali menghiasi ruang make up. Aku masih enggan untuk ikut masuk dalam keramaian mereka.
“Gre? Udah makan? Makan bareng yuk, aku mau cari makan nih, aku traktir deh.” Gre menggeleng menanggapi pertanyaan Siska.
“Duluan aja ya Siskey, aku mau naruh barang-barang aku dulu.”
“Yahh.. Siska ditolak lagi guys.” Desy memancing keributan lagi.
Tidak lagi berusaha menanggapi mereka, Gre berjalan kearahku dengan mengembangkan senyuman lebar diwajahnya. Kenapa dia? Kesambet?
Aku memilih mengabaikan dia dan kembali fokus dengan ponselku.
“Ci Shani?”
“Hmm…. “
“Ish.. jutek.” dia pun menggembungkan pipinya kesal.
Girls.
Aku harus menahan diri untuk tidak mencubit kedua pipinya yang tidak jauh dari wajahku.
Gemes.
“Kenapa Gre?” aku bertanya dengan nada selembut mungkin dan senyuman di wajahku. Mengalihkan perasaan ingin mengunyel pipinya.
“Hehehe… “
Gaje.
Aku hanya memutar bola mataku malas menanggapi cengiran bodohnya.
“Ci Shani udah makan belum?”
“Udah tadi sebelum kesini, kenapa?”
“Temenin Gre makan yaa?”
“Bukannya tadi ada yang ngajak makan ya? Kenapa ngga sama mereka?” aku mengerutkan kening, bingung.
“Maunya sama ci Shani” dengan senyuman yang memamerkan gigi gingsulnya.
Boleh nabok dia ngga sih?
Childish.