"Ajib Gre emang terbaik ngga ada Shani, Siska pun jadi"
"Ho oh pake gendong-gendongan pula kemaren, bridal style lagi"
"Aku juga mau dong di gendong ala bridal sama ci Shani"
"Kok Shani kuat ya gendong si alay?"
Beberapa celetukan yang terdengar saat Siska memberiku botol minuman dingin, setelah kita selesei GR untuk teather hari ini. Membuatku merasa tidak enak hati pada Siska.
"Udah ngga usah didengerin, mereka cuma sirik aja" ucap Siska setelah duduk dihadapanku, seperti sengaja menutupi tubuhku dari pandangan member-member yang sedari tadi masih berusaha menyindirku.
Sejak sampai disini tadi, aku memang merasakan sedikit atmosfer yang berbeda. Aku merasakan beberapa lirikan tajam yang mengarah padaku. Awalnya aku tidak ambil pusing, karna aku tidak tau apa penyebabnya. Tapi setelah kejadian barusan, aku mulai memahaminya.
"Makasih ya Sis" aku tersenyum tulus padanya.
"Sama-sama Gre, ngga usah dipikirin ya kita fokus buat teather aja." dia tersenyum memperlihatkan gigi gingsulnya. Manis.
Aku tau meskipun tidak pernah mengatakannya, Siska menyimpan perasaan untukku. Tidak bermaksud geer, tapi saat kita menyukai seseorang kita pasti berusaha menunjukkannya lewat perhatian-perhatian yang bisa dengan jelas kita baca. Begitu pun dengan Siska, karna itu juga yang aku lakukan pada ci Shani. Tapi sayang hatiku lebih memilih dia, sosok yang begitu banyak diinginkan orang-orang disekitar kami.
Ci Shani.
Ingin rasanya aku berteriak, mengatakan bahwa dia adalah milikku seutuhnya.
Tapi?
Huft.
Dia lagi apa ya ?
Dia bilang dia hari ini ngga ada kegiatan apa-apa dan ngga berencana pergi ke suatu tempat. Dia ngga ikut teather hari ini.
"Umm Gre?"
"Ya?"
"Aku boleh nanya sesuatu?" aku mengerutkan kening mendengar pertanyaan Siska.
"Kenapa Sis? Tinggal tanya kok."
"Hehehe aku ngga enak mau nanyanya" dia menggaruk belakang kepalanya gugup.
"Biasa aja kali Sis kayak sama siapa aja"
"Emm kamu pacaran sama Shani?" Siska bertanya dengan suara yang hampir tidak dapat ku dengar.
"Huft... iya aku pacaran sama ci Shani, belum lama kok dari Natal kemaren"
"Tapi bukannya Shani..... "
"Kalau soal itu kamu tanya ci Shani aja ya" aku memotong ucapan Siska.
"Tapi..... "
"Greeeee.... " teriakan dengan suara cempreng mengalihkan perhatian kami berdua. Stefi sedikit berlari menghampiri kami.
"Apaan si Ntep pake teriak gitu?" aku mengerutkan kening memandangnya.
"Hehehe pinjem power bank dong, hapeku lowbet ngga bawa charger"
"Ambil di tas, gitu aja pake teriak"
"Aaaaa maacih muah" Stefi meraih tasku yang berada tidak jauh dari tempat kami duduk setelah mencium kilat pipiku.
"Kalau ada maunya aja baik." aku mencibirnya yang kini asyik dengan ponselnya, yang hanya dia balas dengan menjulurkan lidahnya.
"Cieee anak sama mama akur ya."
"Bapaknya siapa tuh?"
"Kasian di tinggalin bapaknya gitu aja."
"Ngga pa-pa kan udah dapet bapak baru."
"Gendong-gendong lagi kemaren."
Aku tidak menanggapi berbagai celetukan yang ada di sekitarku, memilih membenamkan kepalaku diantara kedua lututku yang ku tekuk.
"Apaan sii? ngga jelas banget deh pada." suara Stefi, terdengar tidak nyaman mendengar celetukan-celetukan itu.
"Bubar-bubar ngga usah tubir deh kalian, ribet banget ngurusin urusan orang kayak udah bener sendiri aja." suara kak Naomi menginterupsi.
"Tau nih pada, mending kalian siap-siap buat teather deh timbang tubir ngga jelas." kali ini suara kak Frieska yang terdengar memerintah.
Capek.
Bener-bener aku rasain setelah teather selesei, bukan hanya capek fisik tapi pikiran juga hati. Tidak ingin berlama-lama di tempat yang sudah kami anggap sebagai rumah kedua buat kami para member, aku segera mengganti baju dan membereskan barang-barangku.
Aku baru saja akan beranjak pergi dan berpamitan, saat sebuah suara yang sangat familiar di pendengaranku memanggil namaku.
Dia disana saat aku berbalik, melangkah dengan lebar menyebrangi ruang ganti member menghampiriku. Aku tidak bisa membaca raut wajahnya, tapi sekilas aku menangkap sorot emosi di matanya.
"Ci Shani ngap... " pertanyaanku terputus saat tiba-tiba saja dia menciumku, tepat dibibir dihadapan semua member dan staf. Ciuman yang lembut tapi penuh tekanan dan menuntut. Bahkan tangannya memelukku pinggangku posesif. Aku yang terkejut dengan perbuatannya hanya bisa terdiam. Tapi ucapannya di sela-sela dia menciumku membuatku memejamkan mata, dan pasrah akan semua tindakannya.
"I love you, just you."
Setelah kami kehabisan nafas, dia melepas perlahan ciumannya dengan sesekali mengecup bibirku seakan tak rela ciuman panas kami berakhir. Dia menautkan keningnya ke keningku, tatapannya kembali melembut penuh cinta. Tangan kanannya terulur untuk menangkup wajahku dan mengusapnya pelan.
Dia merapatkan pelukannya dan membawa kepalaku ke dalam ceruk lehernya dengan tangan kirinya. "Aku milik tak seorang pun kecuali Shania Gracia. Jadi berhenti bicara yang tidak-tidak tentangnya. Siapapun yang menyakitinya akan berurusan denganku." Ucapnya tegas, meski aku tak bisa melihat ekspresinya saat ini tapi bisa kurasakan dingin dan tajamnya kata-katanya tapi malah bisa membuat hatiku menghangat. Pasti wajahku sudah sangat merah sekarang.
"Ayo kita pulang sayang." Ucapnya lembut di telingaku lalu menautkan jemarinya ke sela jemariku. Sekilas bisa kulihat beberapa wajah member yang cengo. Kami melewati mereka semua dengan pandangan lurus dan langkah pasti. Dengan begini ci Shani menegaskan bahwa...
Dia milikku. Hanya milikku.