Aku baru saja selesei sesi twoshoot dengan fans, setelah teather usai. Memasuki ruang ganti member dengan langkah gontai, mataku memindai setiap sudut ruangan. Mencari seseorang yang selalu menjadi suplemen disaat seperti ini.
Dia tengah memeluk lutut dan menenggelamkan kepala di lipatan tangannya, di sudut yang cukup jauh dari member-member lain yang tengah berkumpul. Tumben sekali dia tidak ikut nimbrung bersama yang lain, biasanya dia selalu membuat keributan, dia juga sudah mengganti pakaiannya.
Aku mendekatinya yang masih tidak bergerak dari posisinya, apa dia tidur?
“Gre… ?” ku usap lembut kepalanya, dia pun mengangkat kepalanya.
“Ehh ci Shani, udah selesei twoshootnya?” dia tersenyum manis padaku, tapi entah kenapa aku menangkap sesuatu yang lain di sorot matanya. Tapi apa ?
“Udah, kamu udah beres-beres ya? Aku ganti baju dulu sebentar ya.” Gracia hanya mengangguk masih dengan senyuman di bibirnya.
Mencoba mengabaikan sorot mata yang berbeda darinya, aku beranjak untuk mengganti baju dan sedikit membersihkan diri di toilet. Aku memang sudah berjanji untuk mengantarnya pulang. Selesai dengan mengganti baju, aku langsung membereskan barang-barangku memastikan tidak ada yang tertinggal.
Aku kembali menghampiri Gracia yang kembali ke posisi seperti tadi saat aku menemukannya, seperti dia tidak sedang baik-baik saja hari ini.
“Gre, aku udah selesai mau langsung pulang sekarang?” aku mengelus lengannya dan dia pun mengangkat wajahnya yang dia benamkan diantara kedua lututnya.
“Cape banget ya?” ku rapikan anak rambut yang menutupi wajah manisnya.
“Ngga kok ci, hehehe” dia menggelengkan kepalanya pelan.
“Langsung…… “ ucapanku terputus saat mendengar bunyi nyaring yang tidak asing.
“Laper huh? Kita makan dulu ya” aku mengacak rambutnya gemas.
“Iiihhhh berantakan ci” dia menepis pelan tanganku, menggembungkan pipinya sebal. Kelakuannya justru malah membuatku semakin gemas, aku cubit kedua pipinya sedikit keras.
“Ci Shaniiiii sakiitttttt iihhhhh”
“Hahahaha… makanya ngga usah kayak gitu.” aku menarik kedua tanganku dari pipinya, dia pun mengusap kedua pipinya yang baru saja aku cubit dengan wajah kesalnya.
“Yaudah pulang yuk nanti kemaleman” aku berdiri, menunduk mengulurkan kedua tanganku untuk membantunya berdiri.
“Gendong”
“Huh?” apa aku salah dengar?
“Gendong ci” dia merengek seperti anak kecil.
“Gre badan kamu lebih gede dari aku ya, masa minta gendong? Ngga malu diliatin member lain?”
“Ngga, salah sendiri bikin kesel”
Huft.
“Jalan sendiri sampai parkiran ya, sampai rumah aku gendong deh, ya?” aku kembali berjongkok di hadapannya, membelai pipinya lembut.
“Janji?”
“Iya sayang” dia pun tersenyum lebar.
“Yuk” aku berdiri mengulurkan tangan kiriku, yang kini disambut tanpa drama lagi. Di tengah ruangan aku pun berpamitan kepada yang lain.
“Guys aku sama Gre pulang dulu ya.”
“Udah mau pulang Shan? Ikut kita dulu yuk, kita mau makan dulu nih, ada capt Viny juga nanti.” ucap kak Lidya. Ku rasakan sedikit getaran di genggaman tanganku pada Gracia.
“Iya Shan, udah lama ngga ketemu kak Viny kan?” kak Beby ikut menimpali, dia sedikit melirik kearah genggaman tanganku dan Gre.
“Emang sama siapa aja kak?” tanyaku.
“Banyakan kok, Gre ajak aja Shan.” jawab kak Beby, ku rasakan Gre melepaskan tangannya dari genggamanku.
“Emm maaf ya kakak-kakak sekalian, dedek Gege nda ica itut. Lagi banyak deadline tugas yang belum dikerjain.” memasang wajah seimut mungkin.
“Ngga usah sok lucu lo alay”
“Gege emang lucu kok kak Lidy, makasih” dia pun terkekeh setelah membalas kak Lidya.
“Kalau gitu aku pulang dulu ya”
“Gre.. “ aku menahan tangannya saat dia hendak beranjak.
“Ngga papa ci, aku bisa pulang sendiri kok”
“Yaudah sii Shan, dia udah gede ini” aku melirik kak Lidya datar.
“Duluan ya semua, bye ci Shani muaaahhh” dia langsung berlari kecil setelah mencium pipiku.
“Woyy bocah alay main nyosor aja, punya orang nihh” teriakan kak Lidya membuatku sedikit mengerutkan kening.
Apa maksudnya ?
Gre terhenti sejenak dari lari kecilnya. Membalikkan badannya dengan senyuman lebar di wajahnya.
“Ci Shani aja ngga protes, kok kak Lidya yang sewot weeeeekkkkkk” menjulurkan lidah meledek.
“Woy bocah balik sini lo”
“Ci Des, SisK… tungguin” kembali berlari mengejar Desy dan Siska yang hendak pulang bersama.
“Apaan si Gre teriak-teriak gitu, tadi katanya mau pulang sama ci Shani” Desy menjitak Gracia sebal.
“Ishh sakit Cides, ngga jadi bareng ci Shani” aku masih bisa mendengar obrolan mereka, sebelum mereka menghilang dibalik pintu.
Aku menarik nafas pelan, berbalik menatap kak Beby dan Lidya bergantian.
“Maaf ya kak, aku ngga bisa ikut. Salam aja buat kak Viny, aku udah janji mau nganter Gre pulang. Dan aku ngga ingin mengingkari janji yang udah aku ucapin. Sekali lagi aku minta maaf, nanti biar aku chat kak Viny kalau aku ngga bisa ikut.”
Aku pun segera beranjak sebelum mereka mencoba membujukku, sedikit berlari mencoba menyusul Gracia. Dan beruntungnya dia masih menunggu lift, bercanda bersama Desy dan Siska. Aku pun segera menghampirinya, meraih tangannya dalam genggamanku. Dia sedikit memberontak, tapi kali ini aku tidak akan melepaskannya.
“Ci Shani apaan sii” menatapku datar.
“Cides, Siska.. kita duluan yaa. Kamu ikut aku” aku menatap tegas kepada Gracia
“Ngga…. “ aku langsung menggendongnya dengan bridal style sebelum dia menyeleseikan ucapannya, membuat Desy dan Siska melongo memperhatikan kami.
“Ci Shani turunin” berusaha memberontak.
“Diem kalau ngga mau kamu jatoh!” aku menatapnya galak, membuatnya diam dan tak lagi memberontak.
“Pegangan” perintahku, dia pun mengulurkan kedua tangannya merangkul leherku.
Aku berjalan pergi meninggalkan Cides dan Siska yang masih bengong, tidak memedulikan tatapan beberapa fans yang masih berada di sekitar teather.
Aku menurunkannya disamping mobilku, membuka kunci mobil dan membantunya masuk ke mobil. Aku pun masuk ke balik kemudi setelah memastikannya duduk dengan nyaman. Aku meraih seatbeltnya dan memasangnya. Dia membuang pandangannya keluar jendela. Aku hanya bisa menarik nafas melihatnya.
“Kenapa ngga pergi sama mereka?”
“Karna kamu lebih penting untukku.”