1• Sial

1.6K 424 554
                                    

Yang bukan siapa-siapa,
mana mungkin dapat apa-apa.

------------------------------

Cahaya yang menyelinap masuk ke dalam celah jendela ruangan 3x4 meter yang bernuansa biru muda itu membangunkan mimpi indah gadis cantik berumur 17 tahun.

"Ah lupa, gue kan harus bantuin Bu Nia masak." Sebelum gadis itu menuju dapur, ia menyempatkan membereskan kamarnya terlebih dahulu, karena dia tak ingin Bu Nia yang repot mengurusinya.

"Ibu, masaknya udah selesai? Kalo belum, Ara bantuin ya Bu? Maaf, Ara bangunnya kesiangan."

Ara, Faranisa Fredella. Panggilan Ara diberikan oleh Nia, wanita kuat yang mengurusi 19 orang penghuni Panti Asuhan Pelita yang dihuni oleh beberapa anak kecil berumur 4-7 tahun, dan remaja berumur 12-17 tahun.

Nia tersenyum mendengar ucapan Ara.
"Gapapa kok sayang, Ibu masaknya udah selesai, setelah semua anak-anak yang lain sudah makan, kamu bantu Ibu cuci piring ya?"

"Siap, Bu." Akhirnya, Ara bernapas lega.

Setelah makan bersama, Ara langsung membantu Nia mencuci piring. "Ara, kamu sudah belajar nak?" tanya Nia disela kegiatannya.

"Kalo ada waktu senggang, Ara pasti belajar kok. Alhamdulillah buku-buku yang disumbangkan ke panti ini sangat bermanfaat."

"Selamat pagi menuju siang, Ara cantik." Tiba-tiba suara berat yang sedikit serak memotong obrolan mereka.

"Ih bang Reno ngagetin aja, gimana kalo ini piring pecah hah? Abang mau gantiin piringnya? Gimana juga kalo ibu kaget?"

"Iya maaf-maaf, ngobrolnya kelihatan asik banget, jadi penasaran," ucap Reno dengan usil menarik-narik ujung rambut Ara.

Nia hanya tersenyum melihat tingkah laku Reno dan Ara di sampingnya "Kamu ini ya, suka banget gangguin Ara."

Reno yang mendengar namanya disebut pun hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil terkekeh. "Ehehe … maafin Reno deh Bu, habisnya si Ara gemesin banget."

"Apasih Bang, udah ah sana-sana ganggu aja deh," ucap Ara sambil mendorong lelaki yang sudah ia anggap sebagai kakaknya selama di panti.

"Sudah-sudah, kalian kenapa jadi bertengkar. Reno, bantuin Ara beresin piring-piring yang sudah bersih itu, Ibu mau ke depan dulu, sepertinya ada tamu."

Setelah menyelesaikan kegiatan bersih- bersihnya itu, Ara memutuskan untuk membasuh tubuhnya yang sudah terasa lengket. Ara berniat meminta Reno mengantarnya ke toko buku, sudah lama ia dan Reno tidak menghabiskan waktu bersama.

"Bang, temenin Ara ke toko buku, yuk?"


"Aduh maaf Ra, gue mau kerja.
Lo gapapa kan sendiri?" Reno memang bekerja menjadi pelayan di salah satu Cafe.

"Eh, gapapa kok bang santai aja, Ara mau pamit sama Ibu dulu."

Nia yang tiba di ruang tengah pun tidak sengaja mendengar percakapan mereka "Ara mau kemana udah cantik gitu hm? "

"Baru aja Ara mau ke depan nyari Ibu. Ara mau ke toko buku, nyari buku kumpulan soal-soal gitu, kebetulan uang tabungan Ara udah cukup buat beli buku."

"Kalo begitu hati-hati ya, pulang nya jangan terlalu sore."

Angkutan umum menjadi pilihan Ara menuju toko buku tujuannya. Membaca juga merupakan salah satu kebiasaan sehari-harinya dan tak jarang jika ada waktu luang Ara habiskan di toko buku untuk sekedar membaca sinopsis yang tertera di belakang novel- novel.

Pintu masuk toko itu berdenting ketika Ara mulai menapaki toko yang tidak terlalu luas itu, buku-buku ditata semenarik mungkin agar pelanggan tertarik membeli buku di sana, hiasan origami yang digantung di setiap jendela membuat kesan lebih nyaman untuk berlama-lama di dalam toko tersebut.

Buku-buku pengetahuan ditempatkan di sudut ruangan, di dalam toko buku tersebut disediakan beberapa kursi dan meja bagi siapa saja yang ingin membaca atau sekedar duduk.

Setelah menemukan buku yang ia cari, Ara membaca blurb buku tersebut sambil berjalan menuju kasir.

Bruukk!

"Aduh maaf-maaf, gue baca sambil jalan jadi ga keliatan deh. Maaf ya," ucap Ara sambil menyodorkan novel laki-laki di hadapannya yang tak sengaja jatuh setelah bertabrakan dengan Ara.

Laki-laki itu hanya menatapnya sekilas, lalu meninggalkan Ara yang sudah siap memakinya.

"Yee anjir nyesel banget gue minta maaf, padahal dia juga salah, jalan sambil mainin handphone. Awas aja kalo ketemu lagi, gue pites tuh orang."

Sementara itu, di Panti Asuhan Pelita, Nia sibuk menemani anak-anak panti yang sedang bermain di halaman belakang, tidak jarang Nia pun membantu anak-anak yang kesulitan dalam belajar maupun membaca.

Seorang anak laki-laki berumur 10 tahun, menghampiri Nia yang sedang membantu Ita menyelesaikan puzzle nya. "Bu, ada yang mencari ibu di depan."

Nia menoleh kearah Gino. "Loh? Siapa yang mencari Ibu? "

"Gino gak tau Bu, mendingan Ibu ke depan aja."

"Yasudah, Ibu mau ke depan dulu ya, nak."

Terlihat sepasang suami istri yang sedang duduk di ruang tunggu, yang disediakan oleh yayasan panti.

"Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?"

Sepasang suami istri itu pun menoleh kepada pemilik suara dari arah belakang.

"Bu Rani dan Pak Rey, saya kira siapa," ucap Nia yang baru menyadari kehadiran mereka.

"Kedatangan kami ke sini ingin bertemu dengan Ara, sekaligus membahas rencana kami yang telah dibicarakan tadi pagi," balas Rey.

"Ah begitu ya, kebetulan Ara sedang--"

"Assalamualaikum!" Salam gadis yang baru saja membukakan pintu masuk, mengalihkan perhatian mereka.

"Wa'alaikumsalam, nah Ara baru saja pulang. Ra, sini nak ada yang mau ibu bicarakan," ucap Nia dengan menepuk nepuk bagian kursi di sebelahnya.

Ara tidak sengaja melihat Rina dan Rey langsung menyalami sepasang suami istri tersebut.

"Saya Faranisa Fredella, Om dan Tante bisa panggil saya Ara."

"Jadi begini, kedatangan Bu Rina dan Pak Rey ini ingin membicarakan sekaligus mendapatkan keputusan kamu untuk menjadi anak angkat mereka." Ara terkejut mendengar penjelasan yang dilontarkan Nia.

"Jadi, Ara diangkat jadi anaknya Tante sama Om ini bu? Kenapa?"

"Saya mengidap penyakit yang membuat saya tidak bisa memiliki anak, saat saya menyumbangkan donasi ke panti ini tidak sengaja melihat kamu. Entah mengapa, saya ingin sekali setiap hari melihat senyuman kamu," ucap Rina yang membuat Ara merasa dirinya begitu berharga.

"Kami ingin Ara menjadi bagian dari keluarga kami, kesibukan saya yang membuat Rina selalu merasa sendiri di rumah. Jika ada Ara, saya percaya Rina tidak akan merasa kesepian lagi ditinggalkan saya bekerja," lanjut Rey memperjelas maksud dan tujuan mereka.

Nia yang sedari tadi mengelus rambut Ara mencoba menenangkan kegelisahan gadis di sampingnya itu. "Nah Ara, pikirkan baik-baik keputusanmu, ya?"

"Bagaimana jika besok pagi, Om dan Tante ke sini lagi? Ara janji bakal ngasih keputusan yang terbaik." Ara tidak mau jika dia ceroboh dalam memilih keputusannya, karena ia tidak mau menyesal di kemudian hari.

"Baiklah, kalo begitu. Ara, ibu, terimakasih atas waktunya, mohon maaf apabila kedatangan kami mengganggu."

RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang