11• Flashback

558 53 23
                                    

Mengenang bukan
berarti berharap untuk kembali.
------------------------------------------------

28 Februari 2006

"Teman-teman, aku kembali ke panti, ya! Terima kasih untuk hari ini." Aku mengambil bola di bawah pohon tua itu dan memeluknya erat, berjalan menikmati udara di sore hari.

Langkahku terhenti saat pandanganku melihat dia menangis.

Aku melangkahkan kaki mendekatinya, ada wanita yang lebih tua di sampingnya.

"Tante … Tante! dia kenapa nangis?"

Wanita itu sedikit terkejut, dia mengusap rambutku dan aku menikmatinya. Mereka sangat cantik.

"Dia ingin bermain, namun dia tidak memiliki teman. Kamu mau kan menemaninya saat saya tak ada?"

"Yeayy! Aku mau Tante."

"Siapa namamu?"

"Nama aku Reno dan nama Tante siapa?"

"Della. Reno, saya yakin kamu bisa menjaganya. Jika saya tidak kembali, saya yakin dia akan menemukan saya."

Tante Della memberiku selembar kertas lalu ia pergi meninggalkan kami berdua dan perempuan berpita itu kembali menangis. Ku raih tangannya dan aku mengenggamnya erat, dia menatapku dan aku tersenyum.

"Nama kamu siapa?" Aku menanyakan namanya, namun dia hanya diam.

"Aku Reno, salam kenal." Senyumanku semakin lebar.

"Re … Ren … Reno."

Dia menyebut namaku!

"Ayo! Di sana, kamu akan menemukan banyak teman." Aku menuntunnya menuju panti.

Kami disambut oleh teman-teman, Bu Nia langsung berlari menghampiriku.

"Nak, kamu kenapa baru pulang?"

"Reno tadi main, Bu. Ini teman baru Reno." Aku menunjukan tangan kami yang saling bertautan.

"Kamu sangat cantik, siapa nama kamu?"

Bu Nia mendekatinya, namun tangannya ditepis saat akan mengelus rambutnya.
Matanya kembali memancarkan ketakutan, dia berlindung di belakang punggungku. Aku mendengar dia berucap, "Jangan pukul aku, jangan." Dia kembali terisak.

Aku semakin bingung, Bu Nia kembali mendekatinya dan merengkuh tubuhnya.

"Tenang sayang, di sini tak ada yang akan menyakitimu." Berhasil! Dia memeluk Bu Nia dengan erat.

"Aku takut." Ucapan yang terakhir dia katakan sebelum dia terlelap dipelukan Bu Nia. Aku ingin melihat dia tersenyum.

Langit semakin gelap dan anak-anak di panti sudah mulai tertidur namun tidak denganku, aku berlari menuju kamar Bu Nia dengan selembar kertas yang ada di genggamanku.

Tok … tok … tok ....

"Bu, ini Reno!" Aku berteriak di depan pintu kamar Bu Nia.

"Masuk, nak."

Aku membuka pintu itu dan berlari memeluk Bu Nia.

"Bu, Tante Della ngasih kertas ini." Aku menyodorkan kertas itu dan Bu Nia mulai membacanya.

Tidak lama. Bu Nia kembali menatapku.

"Namanya Faranisa Fredella, Tante itu ingin kita merawat dan membahagiakannya. Mulai malam ini, panggil dia Ara."

"Reno gak ngerti, Bu. Tante Della pergi ke mana?"

Bu Nia menghela napas dan berkata, "Dia akan tumbuh menjadi gadis cantik yang baik bersama kita tanpa ada pukulan, tekanan, dan tangisan."

Aku terkejut. "Pukulan? Siapa yang dipukul, Bu?"

Bu Nia hanya tersenyum. "Ibu antar kamu ke kamar, ya. Malam semakin larut."

"Ih Ibu! Aku kan udah gede, aku gak takut sendirian lagi kok, Bu." Aku berdiri dengan gagah di atas kasur dan mencium kening Bu Nia.

"Kalo ada hantu gimana hayoo?"

Mendengar kata hantu, aku memeluk Bu Nia. "Ibu! Anterin aku ke kamar, ya."

Bu Nia meraih tanganku dan menemaniku ke kamar. Aku yang sedang memainkan jari Ibu sambil berjalan terkejut karena Ibu tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ada Ara di depan pintu kamarku.

Ibu melangkah mendekatinya dan aku mengikutinya dari belakang. "Kenapa belum tidur, nak?"

"Aku … takut sendiri."

"Ara tidur di kamar Reno, ya." Bu Nia menuntun aku dan Ara ke dalam. Ibu menceritakan dongeng dan akhirnya aku melihat Ara tersenyum, Ara sangat cantik.

"Ara jangan takut sendiri lagi, ada Ibu, Reno, dan teman-teman di sini yang akan selalu ada temenin Ara," ucap Ibu.

"A … aku gak mau dipukul, ja … jangan tinggalin aku sendiri." Ara hampir menangis lagi.

"Shh … di sini Ara tidak sendiri dan tidak ada yang mau menyakiti Ara. Sekarang kalian tidur, ya." Ibu Nia mencium kening aku dan Ara.

"Selamat malam, Bu."

Aku berharap, orang-orang yang aku sayang selalu bahagia.

RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang