8• Butuh Alasan

673 163 161
                                    

Jangan bikin baper
terus ditinggal gitu aja, dosa.

------------

Pikiran Ara tidak menentu setelah membaca pesan terakhir yang dikirim oleh Bian.

BianRPahlevi: Jangan pernah jauhin gue, dan jangan pernah lo jatuh cinta sama gue.

Apa maksudnya? Laki-laki itu menyuruhnya agar tidak jatuh cinta padanya? Bagaimana mungkin jika dia selalu menaruh perhatian kepada dirinya. Bukankah cinta akan tumbuh jika dua orang saling tarik menarik dan menolak untuk berjauhan.

Tanpa membalas pesan tersebut, Ara memilih untuk segera istirahat, merebahkan tubuhnya di atas kasur dan memejamkan matanya menuju mimpi yang indah.

❄❄❄

Pagi yang melelahkan, berlari menyusuri koridor karena terlambat, lupa mengerjakan tugas dan tidak memakai baju seragamnya dengan rapi. Merayu satpam sekolah dengan memberi satu bungkus rokok dan dihadiahi pintu gerbang sekolah dibuka untuknya.

Tok.. Toroktok.. Tok.. Tok..

"Good Morning epribadehh!!"

"Alby? Kamu lagi kamu lagi, kenapa terlambat ha?!"

Sial, bu Neni sudah ada di dalam kelas. Kini Alby menyesal tidak menurut kepada Mama-nya untuk tidak membiasakan tidur larut malam.

"Eh udah ada Ibu, tadi banjir Bu jadi saya telat deh," ucap Alby disertai cengiran lebarnya.

"Kamu mau menipu saya? Iya?! Jelas-jelas pagi ini tidak hujan."

Gelak tawa terdengar dari seisi kelas, alasan konyol macam apa lagi yang Alby sebutkan untuk hari ini.

"Saya tidak menerima penolakan, sekarang kamu pergi ke perpustakaan, minta sama penjaga perpus bahwa kamu akan menerjemahkan 5 buku berbahasa Jepang, sekarang!" Perdebatan antara bu Neni dan Alby menjadi tontonan gratis.

Alby hanya pasrah dengan hukuman itu, kini ia bergegas menuju perpustakaan. Bagaimana bisa menerjemahkan bahasa Jepang? Bahasa Inggris saja tidak bisa.

Kegiatan belajar mengajar kembali berjalan dengan lancar, Ara mendapatkan teguran dari bu Neni karena selama jam pelajaran, ia tidak fokus memperhatikan materi yang sedang dijelaskan. Alasannya hanya satu, karena Bian.

Rere menanyakan hal yang sama kepada Ara, " Ra, lo kenapa sih? Lagi ada masalah? "

"Eh ngga kok gak ada apa-apa." jawab Ara.

"Serius? Gara-gara Bian ya?" Tuduhan Rere membuat Ara kembali mengingat isi pesan terakhir dari Bian.

"Kalo lagi ada masalah sama dia, samperin aja gih. Awas, jangan sampe keliatan sama Gina." Ara mengiyakan saran dari Rere.

Karena hari ini jadwal ekskul PMR, Ara berniat menanyakan hal itu pada saat kegiatan ekskul telah selesai.

❄❄❄

Hari pertama cukup melelahkan untuk gadis itu, selama dua jam mendengarkan penjelasan dari salah satu anggota PMR.

Arah bola matanya tertuju kepada Bian yang sedang membereskan obat di dalam lemari kaca khusus untuk obat-obatan. Sangat telaten, pikirnya. Jarang-jarang ada laki-laki yang memilih mengikuti ekskul PMR kemudian menjadi ketua organisasi itu.

Tak sengaja pandangan Bian dan Ara bertemu, betapa malunya Ara saat itu.

Karena Bian merasa ada yang aneh dengan tatapan Ara, ia bergegas mengunci lemari kaca di hadapannya dan melangkah mendakati gadis itu.

"Ngeliatin gue jangan terlalu serius, nanti suka," ucap Bian disertai dengan mencubit kedua pipi Ara.

Berhasil, kini pipinya bersemu merah. Malu, sangat malu. Ara menutupi kedua pipinya. "Apa sih, ngga kok. Gue tunggu di luar ya."

Ara menunggu Bian di depan ruang UKS, koridor nampak sangat sepi karena ekskul yang lain juga sudah selesai. Detak jantung Ara lebih cepat dari biasanya. Bagaimana caranya agar ia tidak jatuh cinta kepada laki-laki sebaik Bian?

"Ara?" Bian menepuk bahu Ara pelan, ia khawatir kepada gadis itu.

"Ada yang mau gue tanyain sama lo," ucap Ara cepat.

Bian meraih tangan Ara kemudian menggenggamnya. "Kantin yuk, biar enak ngobrolnya."

Bian menyebalkan, detak jantung Ara kembali berdetak sangat cepat. Ara menuruti saja ajakan Bian. Sampai di kantin, genggaman tangan itu tidak terlepas.

Bian melangkah menuju salah satu bangku, Ara mengikutinya dari belakang.

"Duduk dulu, gue mau beli minum." Ara hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum.

Hanya sebentar, laki-laki itu telah kembali membawa dua botol minuman.

"Nih buat lo." Bian menyodorkan satu botol di atas meja untuk Ara. "Mau nanya apa?"

"Kenapa gue gak boleh jatuh cinta sama lo? " Hanya satu tarikan nafas, Ara berhasil menanyakan hal itu.

"Gue ga mau nyakitin perasaan lo."

Ara terpaku mendengar jawaban dari Bian, sangat jauh dari perkiraannya.

"Kenapa gue ga boleh jauhin lo?"

"Gue mau terus ada di samping lo."

Ara semakin tidak mengerti dengan jawaban Bian. Namun ia paham, laki-laki itu tidak ingin dirinya menaruh harapan kepadanya. Mungkin hanya menggangapnya sebatas teman.

"Lo pulang sama siapa?" Bian mengalihkan pembicaraan, karena ia rasa Ara semakin gelisah.

Sebelum Ara menjawab pertanyaan dari Bian, ia menatap Bian dan tersenyum. Senyum yang sangat indah. Mungkin Bian memiliki alasan dari ucapannya.

"Dijemput sama supir."

"Hati-hati ya, soalnya gue harus ke rumah Rega dulu, jadi ga bisa anter lo pulang. Maaf ya." Bian bangkit dari duduknya, mengambil botol minuman miliknya dan memasukkanya ke dalam tas.

"Gue duluan ya. Bye," ucap Bian disertai mengelus rambut Ara. Menggemaskan, definisi Ara menurutnya.

Lelah, kini Ara duduk di halte menunggu Pak Dadang. Hampir satu jam menunggu, akhirnya ada seseorang yang menawarkan untuk mengantar dirinya pulang.

"Cewek, pulang sama om yuk?"

RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang