12. Bintang atau Raga?

153 11 2
                                    

Dua minggu setelah kejadian itu dan tiga minggu berlalu setelah perjanjian.

Waktu terasa begitu cepat. Aku bahkan merasa waktuku semakin sedikit untuk mendapatkan tawanya kembali.

Satu bulan satu minggu. Entah kenapa angka satu kini menjadi rival -ku.

"Ra!" Raga, minggu-minggu ini dia menjadi semakin manja. Dan jukukan big baby, begitu melekat dalam dirinya.

"Iya?" Aku menyisir rambutnya. Malam ini, ada acara makan malam untuk merayakan kesuksesan perusahaan tante Diana.

Dan menjadi, hari pertama Raga benar-benar akan tampil didunia luar. Dimana ada banyak mata yang memandang dan dia yang tidak bisa membalas.

"Tampilan aku gimana?"

Aku mengelus dagunya,"Perfecto!" Dan kami tersenyum bersama.

Raga tidak lagi menggunakan tongkat. Kakinya benar-benar membawa perubahan menakjubkan yang luar biasa dalam waktu sesingkat ini.

Raga banyak berlatih semenjak hari dimana kami hampir tiada. Kami belajar banyak hal tentang komunikasi, aku dan Raga.

Juga sedikit mempelajari tentang kupu-kupu. Metamorfosis mereka yang begitu menakjubkan. Raga memang tidak bisa melihat keindahan mereka secara nyata.

Dia hanya menggambarkan mereka dengan caranya sendiri dalam instingnya. Aku mendeskripsikan banyak hal tentang kupu-kupu dan dia menggambarkan dalam pikirannya.

Kini, kami menyukai kupu-kupu. Dan tercatat dalan daftar bahwa mempelajari banyak hak tentang kupu-kupu adalah kesukaan bersama.

"Tampilan kamu gimana?" Dia bertanya padaku dan membuatku sedikit salah tingkah.

"Ng, aku-aku, ba.."

"Nona Ara terlihat luar biasa cantik," lanjut bi Inang yang semakin membuatku salah tingkah. Cantik? Yang benar saja.

"Raga? Ara? Sudah siap?" Kami spontan mengangguk bersama dan aku berjalan menuju mobil bersama Raga.

Membiarkan besi berkaki empat ini membawa kami menuju tempat tujuan. Disepanjang perjalanan, kami tidak bercerita banyak, hanya hal-hal sepeleh yang menurut kami menakjubkan.

Dan kadang, naluri kanak-kanak kami bergabung. Membahas hal-hal tentang impian memiliki toko mainan dan daratan lapang yang penuh kupu-kupu.

"Sudah sampai nona, tuan," aku mengangguk turun bersama Raga dan lihat pemandangan indah didepanku?

Sebuah gedung mewah menjulang tinggi, Raga meraih jemariku,"Ara, deskripsikan gedung ini,"

"Dia tinggi sekali, berkilau dan menakjubkan." Tangan Raga mendingin.

"Ga?"

"Aku takut. Apa mungkin orang-orang akan menghinaku? Apa mungkin?"

Aku tersenyum,"Kita hanya makan malam berlima. Aku, kamu, tante Diana, tante Liana dan om Bagas. Tidak ada orang asing, aku janji."

Raga menggerakan kepalanya sedikit menatapku. "Bagaimana jika kita kelantai atas dan ada yang menatapku? Mereka kaget aku buta dan menertawakanku."

"Apa saat pertama kali aku melihatmu, aku menertawakmu?" Dia menggeleng.

"Lalu apa yang kau takutkan?"

"Aku malu," ucapnya rendah.

Aku memeluknya sebentar. "Sudah tenang? Ayo ketas," jika tidak seperti ini, mulut cerewetnya akan berbicara banyak hal tentang dia yang ini, dia yang itu dan masih banyak hal lainnya.

Into The Eyes(✔️)REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang