7. Terapi

193 14 0
                                    

Aku terbangun setelah tidur yang tidak nyenyak sama sekali. Tentu saja terbangun karena Irene menggedor kamarku dengan begitu kencang.

"WOY!!"

Aku berjalan pelan, membuka pintu kamarku. Bughh.

Dan satu toyoran membuat kepalaku membentur pintu. "Lama banget!" Dia mendorong pelan tubuhku, dan membuat aku terundur kedepan.

"Minta duit! Papa kirimin duit 'kan?" Aku menggeleng. "Belum Rene," dia murka.

"Apaan yang belum! Pasti lo embat! Mamah!!" Aku menghela nafas pelan.

"Apalagi sih? Ini mamah lagi ngurusin rambut ala-ala mama!" Rene melipat tangannya dideoan dada.

"Urusin nih anak mama, dia embat semua duit yang dikasih papa!" Mama menatpku murka.

satu tamparan mendarat mulus dipipi kanan. Dan dibalas satu tamparan lagi dipipi kiri.

Aku merintih, dan pipiku dicengkram erat oleh mama," Mau belajar boong kamu? Uang mana?!" Aku menggeleng pelan, "Nggak mah, papa belum kirimin."

Satu tamparan lagi, dan darah mengalir pelan.

"Jangan coba boong ya! Jangan!" Mama keluar dari kamarku tanpa rasa bersalah dan Rene? Dia menoyor kepalaku sekali lagi.

Papa..

Ara nggak kuat.

Mereka berdua keluar, dengan aku yang terduduk bersidekap diujung kamar. Dengan ujung bibir yang merah.

Aku berjalan pelan kekamar mandi. Menyalakan air keran dan kembali menangis.

》》》

Aku datang terlambat. Aku membuka kamar Raga dan lihat? Posisi baru. Dia tertidur dengan selimut. Aku memperbaiki posisi selimutnya.

Melirik jam didinding, dan tersenyum simpul. Memaksakan bibirku tertarik, itu sakit.

"Ga, Raga.." panggilku pelan, menepuk-nepuk pipinya. Dia bergerak gelisah.

"Ara," panggilnya lagi dan aku menempelkan telapak tanganku dikeningnya.

"Iya. Kamu nggak pusing 'kan? Badanmu hangat." Dia menggeleng. "Nggak."

"Mandi ya? Udah waktunya," dia mengangguk. Dan menurunkan kakinya diatas lantai. Raga mencengkram tanganku erat. Untuk berdiri dia kesusahan.

Kami melakukan ritual dipagi hari. Dan aku turun kedapur untuk mengambil sarapan pagi. Aku bertemu tante Diana.

"Pagi tante," tante tersenyum.

"Hai, morning. Raga udah bangun?" Aku mengangguk. Selalu seperti pagi biasa juga, tante Diana terlihat sibuk. Dia sarapan lebih dulu seorang diri dimeja makan.

"Tante.."

"Hmm?"

Aku mencengkram ujung bajuku,"Raga, boleh ya dia terapi kakinya. Karena lama tak terpakai, kakinya jadi kaku," tante Diana menatapku.

"Raga mau?" Aku mengangguk.

"Akan mau." Tante tersenyum. Membuka hapenya dan menelepon seseorang.

"Liana, tolong panggil dokter sekarang, terapi kaki Raga dimulai sekarang. Ah ini ulah Ara. Dia wanita hebat,"tante Diana tersenyum.

Into The Eyes(✔️)REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang