2. Lingkungan Baru

207 15 0
                                    

Aku berada di rumah ibu Liana. Dengan make up tipis diwajahku dan dress biru langit selutut.

Aku menatap pantulan diriku dicermin. Itu aku?

"Avera, kamu siap?" Aku mengangguk. "Iya." Jawabku pelan.

Kami menaiki mobil yang dikendarai oleh sopir. Aku sadar, kalau ibu Liana adalah orang yang sangat kaya. Rumahnya besar, dan tadi, aku baru saja melihat 10 koleksi mobilnya.

Butuh waktu lama untuk beradaptasi dengan dress yang aku pakai.

"Ara, kamu siap 'kan?" Berapa kali ibu Liana bertanya hal ini. Malah membuatku semakin gugup dan risih.

"Iya buk,"

"No! Jangan panggil ibuk. Panggil tante. Mulai sekarang, Tante Liana, tante Diana, om bagas. Ya?" Aku mengangguk.

Tante Diana mengeluarkan beberapa lembar foto.

"Ini Opa Daniel, Opa Raga." Aku mengangguk.

"Ini Metara, adik perempuan Raga." Aku mengangguk.

"Ini, Krayola. Sepupu Raga." Aku mengangguk.

"Ini Inang, kepala pembantu." Aku kembali mengangguk. Ada banyak orang yang dikenalkan padaku.

"Makanan kesukaan Raga adalah chicken mozarella. Dia tidak bisa makan udang. Dan yang paling penting, tidak bisa ada melati dikamarnya. Dia akan gatal-gatal. Jangan pernah ada benda berbulu. Dia bisa bersin sepanjang hari." Aku mengangguk. Apa yang bisa dan apa yang tidak bisa.

"Dan yang paling penting adalah, Raga Agantara orang yang keras kepala," Kali ini aku tidak mengangguk.

Keasikan bercerita banyak hal dengan Tante Liana, aku tidak menyadari bahwa mobil yang kami tumpangi berhenti disebuah rumah yang lebih besar dari rumah tante Liana.

Aku sempat terpukau tapi, melihat sebuah sosok wanita yang kulihat kemarin mentambut kami dengan wajah cemas, dan Tante Liana yang berjalan cepat memeluknya dengan erat.

"Ada apa Diana?" Tanya tante Liana cemas.

"Raga, dia meronta-ronta! Dia menghancurkan barang-barang dikamarnya, Liana!"

"Telfon dokter!" Teriak tante Liana, sopir itu mengangguk.

Mereka semua berlari masuk, penyambutan yang luar biasa.

Jantungku bedegup kencang, aku juga ikut naik berlari kelantai atas, apa yang Raga perbuat?

"RAGA!" Teriak tante Liana, dan berhambur memeluk Raga erat.

"Lepas! Lepas! Lepas!!!" Teriak Raga memberontak.

Aku menatap tatapan itu prihatin, Raga menatap kosong.

"Tante mohon berhenti sayang, berhenti." Nada tante Liana merendah. Aku juga ikut menatap Raga.

Raga diam. Dia tidak lagi memberontak, tapi dia terisak dipelulan tante Liana, dia menangis seperti bayi.

Aki juga meneteskan air mata. Semua orang yang ada disana juga melakukan hal yang sama.

Menangis untuk Raga.

"Raga udah makan?" Raga menggeleng.

"Aku nggak lapar," Tangan Raga meraba-raba wajah tante Liana.

"Tante apa kabar?"

"Tante baik. Raga apa kabar?"

"Aku masih nggak bisa lihat tante." Ucapan Raga menohok semua orang. Bahkan Tante Diana juga.

"Aku pengen sendiri. KELUAR!" Bentak Raga. Semuanya keluar. Aku juga ingin keluar tapi tante Liana menggeleng. Membisikkan sebuah kata bahwa aku harus tetap disini. Menemani Raga.

Into The Eyes(✔️)REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang