Part 23

4.6K 497 32
                                    

Aluna's POV

Hari ini si kembar genap berusia dua minggu. Kami melangsungkan acara aqiqah untuk mereka, walaupun sunnah untuk ritual pemotongan rambut pada hari ke tujuh, tapi karena satu dan lain hal baru sekarang terlaksana. Itu pun berkat rencana matang dua wanita hebat panutanku. Emak dan Ibu.

Sebelum Asar dua bayi kesayanganku sudah wangi selesai mandi. Mereka terlihat anteng dalam asuhan emak yang menginap di sini sejak kemarin.

Alfa dan Nafa sudah siap dengan baju mereka yang kebesaran di badan. Ulah siapa? Ya si ayah mereka yang bawel, beli baju untuk bayi enam bulan ke atas. Dipaksa pakai untuk bayi dua minggu.

Tidak tahu kenapa, Mas Faiz jadi makin bawel soal si kembar. Urusan baju mereka saja, dia yang atur. Mereka rewel sedikit, dia yang heboh. Tapi tetap saja tidak berani gendong. Ayah yang payah!

"Din, kamu yang gendong Nafa ya?" Aku menoleh ke pintu kamar. Ada Andin masuk menghampiriku dan Mas Faiz.

"Ampun! Ini kakak ipar payah amat! Masa Si kembar sudah dua minggu ngga berani gendong juga?" cibir Andin, dengan santai merebut Nafa dari gendonganku.

Mas Faiz cuma nyengir tanpa dosa, melihat Andin keluar membawa Nafa. Dia beralih padaku, melihat jagoan kecilnya yang malah molor habis dipakaikan baju. Anget kali, ya?

"Mas ke masjid dulu, ya?"

"Iya," jawabku cepat. Kami berdua keluar kamar bersama Alfa.

Rumah kami sudah cukup ramai dengan keluarga karena acara setelah salat ashar. Kebetulan undangan Mas Faiz adalah bapak-bapak pengajian di kompleks ini.

*****

Selepas ashar, tamu berdatangan semakin banyak. Aku melotot tidak percaya mendapati dua sahabatku, Hani dan Fitri datang sore ini, padahal tidak sempat mengundang mereka. Mereka berdua menghambur memelukku yang masih menggendong Alfa.

"Kok bisa tahu sih, Si kembarku aqiqah hari ini?" tanyaku pada mereka.

"Sombong, mentang-mentang sudah jadi Emak. Kita-kita dilupain," ujar Hani sok kesal.

"Aduh, beneran deh. Aku lupa, ngga tahu sih, repotnya ngurus anak kembar walaupun banyak yang bantu," sahutku tidak enak.

Dua wanita itu tertawa.

"Ngga apa Luna. Kebetulan aja kemarin ketemu Andin di kampus. Dia bilang kamu sudah lahiran, terus Si kembar mau aqiqah. Setelah nikahan Hani, kan kita ngga pernah ketemuan. Kecuali sama Kak Faiz, waktu dia ngisi kuliah umum di kampus," ujar Fitri, si kalem. Tapi ada satu yang mengganjal perasaanku. Marisa!

"Wah, Kak Faiz ada nih juniornya. Pengen deh punya anak cewek, terus dijodohin sama kembar ini," celetuk Hani tiba-tiba sambil ngelus perutnya saat lihat Alfa.

"Kamu lagi hamil?"

Hani mengangguk, "Dua bulan," bisiknya.

"Wah, asyiknya reunian sambil bawa anak," cerocosku tanpa sadar membuat wajah Fitri berubah mendung.

"Kenapa?"

"Aku, kan belum nikah, jahat amat kalian, nih," protes Fitri. Aku dan Hani saling pandang dan tersenyum menggoda Fitri.

"Hm, kok kalian ngga ajak Marisa?" tanyaku akhirnya, bagaimanapun dia juga sahabatku. Terlepas apapun perasaannya pada Mas Faiz saat ini.

"Marisa sudah pindah tugas keluar kota. Tepatnya dari bulan lalu, dia sempat pamit sama aku dan Fitri, tapi ngga sempat pamitan sama kamu karena ngga tahu alamat kamu saat ini," ujar Hani menjelaskan.

Takdir Kita (Sequel Cinta yang Memilih) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang