Part 27

3.1K 372 42
                                    

Aluna's POV

Hari ini hari sabtu dan nanti malam tentu saja malam minggu. Hari libur ini aku dan Mas Faiz sama-sama ngurus si kembar. Masak juga bersama, kecuali mencuci. Dia belum mengijinkan istrinya ini untuk mengerjakan pekerjaan berat itu.

Jam lima sore, mobil Mas Faiz meluncur menuju rumah bapak membawaku dan anak-anak. Rencananya kami mau kondangan berdua, sekaligus malam mingguan.

Ribetkan kalau kondangan bawa bayi, jadi mereka dititip di sana sebentarlah. Berhubung juga sejak menikah, jarang sekali waktu kami bisa sesantai ini. Apalagi sejak kelahiran si kembar.

Jangankan buat jalan berdua, di rumah saja waktu yang benar-benar berdua baru terjadi seminggu ini. Itupun curi-curi waktu habis Subuh. Ah, lucunya jika diingat-ingat.

Beberapa menit berlalu, mobilnya menepi di depan rumah bapak. Aku keluar menggendong Alfa, sedangkan Mas Faiz mengambil Nafa yang berbaring dalam bouncher bayi.

Di rumah, emak dan bapak serta Andin sudah menunggu. Si tengil itu sudah tidak sabaran karena senang dua keponakan kembarnya akan menginap.

"Assalamu'alaikum." Aku dan Mas Faiz mengucap salam bersamaan.

"Wa'alaikumsalam."

"Sini, Kak. Keponakan aku yang paling cantik," ujar Andin dengan semangat mengambil Nafa dari gendongan Mas Faiz.

Suamiku itu kembali ke mobil, mengambil tas berisi perlengkapan kebutuhan si kembar. Serta bouncher bayi hadiah dari Fitri minggu lalu yang cukup membantuku untuk mengasuh anak-anak sendiri.

"Kita istirahat bentar, ya, Yang? Habis Magrib baru berangkat," ujar Mas Faiz mendudukkan dirinya di hadapan bapak di ruang tamu.

Aku mengangguk meninggalkannya ke dapur. Membuatkan minum untuk bapak dan Mas Faiz. Lalu bergabung dengan emak dan Andin serta dua bayiku sudah ada di depan televisi, hingga adzan maghrib berkumandang.

💞💞💞

Selepas Magrib aku baru ganti baju. Memakai gamis berwarna merah, senada dengan batik yang dipakai Mas Faiz.

Setelah dia pulang dari masjid bersama bapak, kami langsung berangkat meninggalkan si kembar.

"Kalau diingat-ingat, kayaknya kita gak pernah jalan berduaan kayak gini, Yang, setelah nikah," ujar Mas Faiz, tanpa menatapku yang menoleh padanya. Sebelah tangannya yang bebas meraih tanganku dalam genggaman.

"Iya, sih," sahutku malu.

Mas Faiz tersenyum, kali ini menatapku saat mobil berhenti di lampu merah. "Gimana kalau malam mingguannya, kita nginap juga di hotel? Biar samaan dengan pengantin baru, gitu," celetuknya dengan tatapan usil.

"Apaan sih, Mas. Anak-anak di rumah bagaimana? Masih dua bulan mereka, masa iya kita mau bulan madu, aja?" jawabku datar, padahal setengah mati menahan gugup.

Berasa jadi penganti baru juga nih.

Mas Faiz terdiam, menggaruk kepalanya bingung. "Kan, sekali aja, Yang?" ujarnya, mencoba merayu.

Aku tetap menggeleng. "Mas tega nih, tinggalin mereka? Aku gak bisa tidur lho, kalau gak lihat si kembar."

"Ya deh, tapi kita pulang malam dikit gak apa-apa kok. Sudah izin sama Bapak tadi, jadi pacarannya bisa lebih lama," katanya sambil meremas lembut tanganku.

Aku cuma mengerucutkan bibir, mengangguk tanpa menjawab.

"Manyun aja! Pengen dicium?"

Mataku melotot, dengan cepat menutup mulut sendiri. Menatap horor Mas Faiz.

Takdir Kita (Sequel Cinta yang Memilih) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang