Hampir setengah jam lamanya, Vania duduk di ruangan itu setelah dipersilakan masuk oleh seorang Jaksa muda. Menunggu orang yang ingin ditemuinya.
Mata gadis itu tertuju pada meja yang terdapat tumpukan map yang entah apa isinya. Selain itu juga, ada bingkai berisi foto berukuran 4R. Dia bisa melihat dengan jelas siapa yang ada dalam foto itu. Jaksa yang bernama Adrian Faiz bersama seorang wanita berkerudung.
Vania menatap dirinya sendiri yang jelas berbeda dengan wanita yang berpose mesra tapi tidak berlebihan bersama Jaksa itu.
"Ada yang bisa dibantu?" Suara Faiz yang tegas, menyapu gendang telinga Vania yang tertegun.
Vania berdiri, tersenyum sebaik mungkin menghilangkan kegugupannya.
"Maaf menganggu. Saya Vania Adiguna Wicaksana, anak dari Bapak Ahmad Adiguna Wicaksana." Vania mengenalkan dirinya dengan suara bergetar.
"Lalu?" balas Faiz datar seraya melangkah ke arah meja kerjanya. Duduk di kursi, menatap datar wanita di hadapannya yang berdiri kaku.
"Maaf. Bapak Ahmad belum bisa memenuhi panggilan anda. Papa saya masih belum sehat." Vania mulai duduk dengan berani.
Faiz menatap tajam Vania seraya berkata, "Bukankah ini sudah panggilan yang ke tiga? Lalu mengapa Anda datang sendiri? Seharusnya Anda datang bersama kuasa hukum anda jika memang Bapak Ahmad punya alasan kuat menapa tidak hadir."
Vania terdiam dengan pikiran kalut. Kedatangannya ke tempat itu tanpa sepengetahuan Haris. Dia belum tahu apa yang akan dilakukan pengacara itu dan papanya. Tapi dia sudah tidak tenang karena tidak melakukan apapun tanpa tahu apapun yang terjadi.
"Maaf, tapi—"
"Tapi ikutilah aturan hukum yang berlaku. Jangan membuat aturan sendiri. Jika Anda masih ingin menghalangi upaya hukum ini, kami akan menjemput paksa Pak Ahmad!"
Vania terdiam, kedua tangannya saling meremas gugup. Dia tidak pernah secanggung dan gugup seperti ini bertemu dengan orang-orang besar di dunia yang digelutinya. Tapi berada di hadapan Jaksa itu, nyalinya menciut seketika. Ingatkan dia pada malam minggu di hotel waktu itu. Jangan sampai dia bernasib sama dengan gadis yang di marahi habis-habisan walaupun fisiknya terlihat sangat cantik.
"Jika tidak ada yang ingin dibicarakan, silakan anda keluar. Saya masih banyak pekerjaan!"
Vania menatap nanar Jaksa di hadapannya yang tak acuh, sibuk menekuri kertas-kertas di mejanya. Dia sudah mengumpulkan segenap keberanian yang dimiliki untuk datang, tapi hasilnya sia-sia. Bahkan dia diusir sedemikian rupa.
Tanpa kata, Vania berjalan gontai keluar dari ruangan itu. Ada sepasang mata yang terus menatapnya intens, mengikutinya hingga ke parkiran.
"Maaf, Mbak."
Vania menghentikan langkahnya yang tepat berdiri di samping mobil. Dia menatap datar Jaksa yang tadi mengantarnya ke ruangan Adrian Faiz.
"Kalau boleh tahu, Mbak ada hubungan apa dengan Pak Adrian?" tanya Jaksa itu yang tak lain adalah Adnan. Tidak ikhlas juga rasanya kalau dia kalah telak dengan teman seperjuangannya itu. Jomblo saat lajang, tapi bisa punya istri dan selingkuhan yang sama cantiknya.
"Ada masalah?" sahut Vania datar.
"Masalahnya, Pak Adrian itu sudah menikah Mbak. Saya cuma mau memastikan agar Mbak jangan mau jadi simpanannya. Mbaknya cantik dan kelihatan orang terpandang gini. Masa iya mau sama Jaksa biasa yang sudah beristri?"
Vania tersenyum sinis. "Tidak ada masalahnya dengan anda, kan? Apa pun hubungan saya dengan Pak Adrian, itu urusan saya. Bukan anda! Permisi!"
Vania masuk ke dalam mobilnya. Lalu melaju meninggalkan halaman parkir dengan cepat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Kita (Sequel Cinta yang Memilih) REVISI
RomansaSequel dari Cinta yang Memilih. Masih tentang Aluna dan Faiz. Perjalanan hidup dan cinta mereka setelah menikah. Pengorbanan dalam keluarga dan pembuktian cinta. (Serie Kedua) •••• Kdi, 28-11-2017