Part 10

5.5K 575 28
                                    

Faiz's POV

Aku menatap wajah sendunya yang terlelap di sampingku. Tidak ada penolakan saat aku merengkuhnya dalam dekapan, setelah hari yang panjang dan sungguh menyiksa batin karena diamnya.

Aku tahu dia kecewa, tapi semua sudah terjadi. Yang penting aku sudah terbuka semua padanya, biarlah waktu yang akan membuatnya mengerti.

Tanganku terulur menyentuh perutya yang membuncit. Ada dua calon malaikatku yang tumbuh di dalam sana. Mengingat bagaimana susahnya aku menjalani hidup dengan orang tua tunggal, tidak akan kubiarkan mereka mengalami apa yang pernah aku rasakan.

Aku mengecup pipi Aluna yang bersandar di dadaku, lalu beralih mengecup pucuk kepalanya. "Maaf kalau caraku salah, aku hanya tidak ingin membuatmu terbebani dengan masalahku," lirihku, hingga terlelap bersamanya.

💞💞💞

Aku terjaga saat samar-samar mendengar suara tangis. Mataku mengerjap pelan dan kaget tidak mendapati Aluna yang kupeluk semalam. Kulihat dia duduk di sudut kamar beralaskan sajadah dan menggunakan mukena putih bersih yang menjadi mahar dariku untuknya.

Ah, aku membuatnya menangis lagi ....

"Maaf, Mas. Ganggu tidur kamu," ujarnya kaget melihatku.

Aku diam saja memperhatikannya yang berdiri kemudian menyiapkan peralatan sholatku.

"Mandi ya, Mas. Bentar lagi subuh." Aluna meletakkan sajadah, sarung dan baju koko untukku di sisi ranjang dan kembali duduk di atas sajadahnya.

Aku tertegun menatapnya  hingga tersadar ternyata sudah jam empat lewat lima belas menit. Aku langsung bergegas mandi untuk shalat di masjid.

💞💞💞

Setelah pulang dari masjid tadi, aku melihat Aluna sudah sibuk memasak. Aku pikir dia akan marah dan mendiamkanku seperti seharian kemarin. Tapi ternyata tidak. Sarapan dan bekal untukku dia siapkan dengan baik.

"Jangan kerja yang berat-berat, ya? Biar Mas yang kerjakan itu." Aku membuka pembicaraan berharap dia meresponku.

"Iya," sahutnya dengan senyum tipis.

Tapi aku merasa hampa melihat senyumnya yang masih menyiratkan kekecewaan.

Kami sarapan dalam diam. Jujur, keadaan ini sangat canggung dan menyiksa. Aku ingin membicarakannya, tapi tidak ingin memancing kembali emosinya yang mulai stabil. Mungkin jangan sekarang, tapi nanti. Yang penting dia tidak sediam kemarin.

Aluna ikut mengantarkanku ke depan yang akan berangkat kerja. Aku sengaja mengecup seluruh wajah hingga bibirnya, untuk melihat responnya. Wajahnya tampak memerah, tapi tidak ada sifat manja yang biasa dia tunjukkan.

Ah, ini bukan Aluna-ku yang sebenarnya.

"Sudah, Mas. Sana berangkat, nanti telat apel paginya." Dia mendorongku masuk mobil.

Apa dia sedang mencoba bersikap lebih dewasa? Kenapa rasanya aneh?

"Oke, Assalamu'alaikum, Mama," ujarku tersenyum berharap dia membalas seperti biasa.

"Wa'alaikumsalam." Hanya itu jawabannya, tidak ada embel-embel Ayah seperti biasa.

Ah, sudahlah, aku paham. Dia masih kecewa denganku. Jadi biarkan saja dia begitu. Karena aku percaya, Aluna tetap cinta padaku.

💞💞💞

Setelah rapat dengan atasan bersama kepala seksi lainnya, aku kembali ke ruangan. Pekerjaanku lumayan banyak hari ini, selain menyelesaikan BAP kasus suap itu agar segera disidangkan.

Takdir Kita (Sequel Cinta yang Memilih) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang