Part 8

4.7K 532 54
                                    

Faiz's POV

Dengan berat hati aku harus meninggalkan Aluna di rumah orang tuanya dan membatalkan rencana kami hari ini. Aku tahu dia kecewa karena aku yang menjanjikannya. Tapi semua ini di luar dugaanku.

Aku berpikir eksekusi ... ayah akan dilaksanakan senin, tapi ternyata di hari libur ini. Mungkin ada instruksi dari pihak yang lebih berwenang lagi. Dan aku hanya melaksanakan tugas sesuai yang diamanatkan padaku. Walaupun harus menahan ayahku sendiri.

Aku meninggalkan rumah bapak tanpa melihat Aluna di kamarnya, karena sudah menjelaskan semuanya kepada mertuaku. Semoga Aluna mau mendengarkan kata bapaknya sendiri.

Dari rumah bapak, aku langsung menuju lokasi. Rumah mewah ayah. Kata Ayah cukup asing setelah dua puluh lima tahun tidak pernah menyebutnya sebagai seseorang yang berarti.

Di sana, ternyata turun langsung atasanku bersama beberapa anak buahnya. Ada juga beberapa pengawal tahanan dan pihak kepolisian.

Aku menatap nanar sosok yang sudah digiring keluar dari istana mewahnya, diikuti anak gadis yang tentu sangat disayanginya itu menangis. Melebihi sayangnya padaku dan Ana.

Tidak ada yang bisa aku lakukan selain terdiam menatapnya. Bayangan segala kasih sayangnya hingga hari terakhir dia muncul dan tidak pernah kembali lagi.

"Jadi, selingkuhanmu itu anaknya Pak Ahmad? Hebat juga, saling menguntungkan. Aku harap kamu profesional, Yan." Adnan menepuk bahuku, menyadarkan dari lamunan panjang tentang Ayah dari masa lalu.

Aku menatap muak pada Adnan yang mendekati Vania. Tapi tatapanku langsung beralih pada Bang Haris yang menghampiriku.

"Saya kuasa hukum Bapak Ahmad," ujar Bang Haris sopan, tidak terlihat raut dendam seperti saat Aluna memilihku.

Bagaimana bisa dia menjadi kuasa Hukum ayah?

Ya Allah, takdir apalagi ini?

"Saya harap kita bisa bertindak profesional. Walaupun jujur, melepaskan Aluna masih terasa berat bagiku." Bang Haris kembali melanjutkan.

Aku terdiam sejenak. Mendengar nama istriku disebut laki-laki lain, sedikit membuat emosiku tersulut. Bagaimana pun Aluna adalah istriku, tanggung jawabku. Tidak rela mendengar namanya diucapkan penuh damba seperti itu.

"Baiklah. Kita bicarakan saja di kantor," sahutku cepat, sebelum aku tidak bisa mengendalikan emosi.

💞💞💞

Sekarang aku sudah berada di ruang interogasi. Sebagai pimpinan tim investigasi ini, aku bertugas menginterogasi ayahku sendiri yang didampingi bang Haris.

Pernah membayangkan berada di posisiku?

Selama menjadi Jaksa, hal ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Tapi inilah saatnya untuk profesional.

Wajah pucatnya sudah tak setampan dulu. Jujur, banyak garis wajahnya yang aku warisi. Tapi tetap saja, dua puluh lima tahun terpisah dia tidak mengenaliku. Alhamdulillah ....

Aku mengucapkan bismillah dan beristigfar sebanyak-banyaknya agar  bisa mengendalikan diri dan emosi, di setiap pertanyaan yang kuajukan.

Takdir Kita (Sequel Cinta yang Memilih) REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang