Menjauh

21 5 0
                                    

Hajime menggenggam erat pergelangan tangan istrinya sambil menuntunnya melewati terowongan ruang bawah tanah yang sangat gelap. Hana berinisiatif merogoh saku blazer-nya dan mendapati ponselnya kini hampir mati.

"Kurasa, ponselku tidak boleh dipaksakan untuk menyetel senter" desah Hana frustasi.

Hajime merogoh saku jaketnya kalau-kalau ada korek api gas atau apapun itu.

Dan ia pun menemukannya dan segera menyalakan korek api gas itu.

"Aku harap ini tak terlalu gelap" ujarnya lirih.

Hana mengenggam erat lengannya sambil terisak menangis.

"Aku takkan biarkan wanita iblia itu membunuh Putri kita! Putri kita harus tetap hidup!"

Hajime merangkulnya dan membimbingnya berjalan lurus mencari ujung celah keluar dari terowongan bawah tanah.

"Pertama, kita harus keluar dari sini dan aku akan telepon polisi. Baterai HP-ku masih 52%" ujarnya yang berusaha untuk tetap tenang. Hana hanya mengangguk patuh.
















Hajime menabrak sesuatu seperti lembaran seng. Hana yang memegang korek api gas langsung terkejut.

"Apa itu?"

"Entahlah, seperti pintu yang terbuat dari lembaran seng. Tolong koreknya, sayang"

Hana mendekatkan korek api gasnya yang masih menyala untuk menerangi pintu yang terbuat dari lembar seng.

Hajime mulai menendang-nendang pintu itu  sekuat tenaga sampai penyok tetapi pintu itu tidak roboh.

"Sial!"

"Honey, tenanglah" Hana meraba dada suaminya agar suaminya tenang.

Hajime menendang sekali lagi pintu seng itu dan akhirnya goyah dan roboh.

"Ayo, Hana" Hajime segera menggendong Hana tapi dengan perasaan was-was.

Hari mulai menjelang subuh saat mereka berhasil lolos dari terowongan bawah tanah.

Hajime masih menggendong Hana dengan tenaga yang masih tersisa.

"Kita harus pulang sebelum wanita itu menemukan Ai-chan"

"Iya" balas Hana dengan nada sinis. "Nah, karena kita sudah keluar dari rumah wanita gila itu, turunkan aku!"

Hajime menatap istrinya dengan terkejut.

"B...Baik"

Hajime menurunkan Hana dari gendongannya. Hana yang sudah turun dari gendongan suaminya kini menampar salah satu pipi Hajime dengan keras. Hajime terperangah dengan tatapan tak percaya.

"Tidak usah repot berpura-pura cerai denganmu. Karena, aku pinta bercerai denganmu secara betulan!"

"Hana!"

Hana menangis sesenggukan sambil melangkah menjauh.

"Kau serius?" Lirih Hajime sambil menundukkan wajah.

"Iya!" Hana masih sesenggukan dari seberang jalan.

"Aku mengabulkan...permintaanmu" Hajime terbata-bata dengan nada sedih.











Ai tengah terbaring di tempat tidur dengan sesekali menangis sesenggukan. Ai mengambil bingkai foto orang tuanya di meja belajarnya.

"Papa, Mama. Aku rindu kalian. Apa kalian bertengkar?" Katanya berbicara dengan dirinya sendiri.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi.

Sebuah panggilan telepon dari pamannya.

"Paman! Tidak sopan menelepon saat masih pagi-pagi begini!" Gerutunya sebal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Death Note: Next GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang