v i e r z e h n

1.2K 302 12
                                    

Sebuah mobil berwarna hitam berjalan membelah jalanan aspal yang lurus. Terlihat jalanan itu sangatlah sepi, tampak pepohonan di pinggiran jalan berjejer dengan menjulang tinggi. Lampu jalanan hanya di pasang beberapa di sini sementara hari masihlah sore. Mentari masih bisa menerangi jalanan hingga nanti tenggelam di ufuk barat.

Angin yang bertiup memainkan ujung rambutnya, menyapu wajahnya dengan dingin dan sejuk. Jungkook memejamkan kedua matanya. Menikmati semilir angin yang berhemus di kaca mobil yang ia buka. Tak perlu merasa takut karena jalanan benar-benar sepi saat ini.

Sementara itu di bagian kemudi. Sesekali Taehyung menoleh padanya, tersenyum saat mendapati ekspresi senang yang menggemaskan dari kekasihnya itu. Mobil ia jalankan dengan kecepatan pelan karena mereka cukup menikmati perjalanan tanpa perlu dikejar waktu atau seseorang.

Malam ini, purnama sudah diperkirakan datang. Jadi, mereka hanya butuh waktu berdua sebelum benar-benar bisa menyatu. Mendebarkan sekaligus membuat penasaran, keduanya mampu menahan segala perasaan itu bersamaan dengan kegugupan yang siap menemani kapan saja.

"Kau sudah menghubungi orangtuamu?" tanya Taehyung setelah beberapa saat tidak ada percakapan di antara mereka.

Jungkook kembali duduk dengan benar. Lalu ia menggeleng dengan pelan, kini terlihat raut wajahnya yang berbeda.

"Kenapa?"

"Sudah dua hari aku tidak pulang, Ahjussi. Apa kau percaya?"

Mobil itu segera terhenti di pinggir jalanan yang sepi. Tepat di sebelah pepohonan yang tinggi menjulang. Sebentar lagi mereka akan memasuki area hutan dan sore semakinlah gelap.

Taehyung seketika menoleh pada Jungkook. Meminta penjelasan melalui kedua pandangannya.

"Aku tidak paham, tapi mereka menyuruhku untuk menjauhimu," ucap Jungkook yang mulai menjelaskan.

"Selama ini aku tinggal di rumah seorang ahjumma yang anaknya adalah temanku, anaknya sudah meninggal dan ahjumma itu percaya bahwa aku ini indigo. Aku tidak mengerti dengan kedua orangtuaku, mereka memarahiku saat pulang sekolah dan menyuruhku memutuskanmu. Saat aku tanya mengapa, ayahku malah memarahiku. Sejak saat itu aku tidak ingin berada di rumah, mereka menjadi berbeda dan mudah marah. Jadi aku memilih kabur diam-diam, aku tahu ini salah tapi sesuatu membuat mereka berbeda dan aku tidak pernah tahu itu," ungkap Jungkook dengan nada sedihnya.

Sore itu, Jungkook baru saja pulang dari sekolah. Kedua orangtuanya sudah menunggunya di ruang keluarga. Dan begitu ia masuk, sang ibu segera menghampirinya. Memeluk dirinya dengan erat sementara sang ayah menatapnya dengan tatapan keras yang membuat Jungkook agak takut.

"Putuskan kekasihmu, Kookie. Kau tidak bisa bersamanya," terang ayahnya yang lantas membuat Jungkook keheranan luar biasa.

"Kenapa Appa?"

"Putuskan saja! Kau bisakan menurut kali ini?"

Kedua mata Jungkook seketika membulat mendengarnya. Sementara sang ibu entah mengapa terlihat seperti habis menangis, Jiyoon menangkup wajahnya dengan khawatir. Menatap kedua mata Jungkook dengan lembut yang selalu saja membuat luluh.

"Turuti appa-mu ya? Ini demi kebaikanmu, Sayang," titah Jiyoon dengan lembut.

Dengan cepat Jungkook menjauhkan diri dari ibunya. Lalu menatap kedua orangtuanya dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Apa yang kalian sembunyikan? Tidakkah kalian bisa memberitahunya padaku? Selama ini aku tidak pernah banyak meminta, lalu kenapa kalian bisa dengan mudanya mengekangku seperti ini? Apa yang salah?" ucap Jungkook dengan nada sedikit keras.

Ia merasa marah. Begitu orangtuanya dengan mudah melarangnya berpacaran, setidaknya berikan Jungkook alasan yang kuat, kalau bisa lebih kuat dari alasan mengapa ia bisa bersama Taehyung. Sudah lama Jungkook merasa lelah dengan segala rahasia yang disembunyikan kedua orangtuanya, yang membuat mereka selalu meninggalkan rumah.

Sang ayah yang seolah tertarik emosinya lantas menatapnya dengan tajam. Tapi itu tidak membuat Jungkook merasa gentar sedikitpun.

"Kau tidak perlu tahu semuanya. Kami hanya ingin yang terbaik untukmu, jadi menurutlah!"

"Tidak! Kalian tidak tahu apa yang terbaik untukku! Bagaimana kalian bisa tahu jika selama ini kalian tidak bersamaku?! Kalian hanya sibuk dengan urusan kalian! Jadi kalian tidak perlu sibuk mencampuri ke--"

PLAK

Suasana semakin menegang saat itu juga. Jiyoon menangis keras melihat kejadian barusan. Sementara, bagi Jungkook butuh beberapa saat hingga bumi menghempaskannya dari rasa shock yang baru saja melandanya.

Perih itu terasa sekali di sebelah pipinya. Membuat air mata meruak keluar dari kedua matanya, membetuk lapisan kaca di kedua matanya. Dengan berani walau tubuhnya sudah bergetar, Jungkook menatap tepat ke kedua mata ayahnya. Membuat Lee tertegun, menyadari atas apa yang sudah ia perbuat pada putranya itu.

"Masuk ke kamarmu! Dan turuti perintah appa!" ucapnya dengan kencang sembari menunjuk ke arah tangga.

Jungkook ingin marah, kalau bisa ingin berteriak. Johny ada di sebelahnya, tengah mengusap pundaknya dengan lembut. Pada akhirnya Jungkook hanya diam, menurut walau sebenarnya di tiap langkahnya terdapat kekecewaan yang sangat dalam.

"Aku tidak menyangka mengapa anak kita bisa begini?" keluh Lee sembari mengacak surainya.

Ini memang kesalahan mereka berdua. Tapi mereka tidak bisa sepenuhnya menyalahkan diri sendiri karena sang putra bisa menjadi demikian. Seseorang, pasti sudah merubahnya.

"Lalu bagaimana kita sekarang?" tanya Jiyoon yang masih terisak.

Lee menghembuskan napasnya kasar. "Malam purnama nanti, aku tahu tempat mereka. Yang lain juga sudah sepakat," ujarnya dengan mantap.

Mendengar semua cerita itu tentu saja membuat Taehyung tertegun, hatinya seolah baru ditimpa besi panas. Langsung saja dipeluknya Jungkook dengan erat, membiarkan suara isak tangis kekasih hidupnya terdengar menyedihkan, melukai pendengarannya dan hatinya saat ini juga.

Taehyung ingin rasanya ikut menangis. Menyadari pengorbanan apa yang Jungkook lakukan padanya, selama ini pemuda itu tak pernah menuntut lebih padanya. Tak pernah memaksanya, yang ada malahan Taehyung yang mengusik kehidupan tenangnya, membawanya pada kemarahan kedua orang tua pemuda itu yang tidak ia ketahui secara pasti apa penyebabnya.

"Aku tidak pernah memberitahu mereka bahwa kau adalah seorang vampir hiks ... dan kalau tahu pun, mengapa mereka bereaksi seperti itu? Tidakkah terlalu berlebihan? Banyak yang mereka sembunyikan dariku, aku tidak sanggup lagi," terang Jungkook dengan isak tangisnya yang terdengar.

Pelukan padanya semakin erat dengan usapan lembut pada punggungnya. Jungkook tidak pernah kecewa pada orangtuanya seberat ini, bahkan saat sering ditinggal pun ia merasa baik-baik saja. Mungkin orangtuanya memang sangat sibuk, sehingga tak punya pilihan lain selain meninggalkannya walau,

Jungkook sendiri tidak tahu apa pekerjaan kedua orangtuanya. Bahkan sejak kecil, sejak di mana ia bisa mengingat. Orangtuanya tak pernah memberitahu, bahkan keberadaan sang kakak tak pernah orangtuanya beritahu.

Cukup beberapa lama hingga isak tangisnya mereda. Jungkook menghapus air matanya, memilih menenangkan diri dan hari sudah semakin malam.

"Tidak apa, setidaknya aku masih memilikimu, Ahjussi. Kau janji tidak akan meninggalkanku, 'kan?" tanya Jungkook dengan senyumnya.

Lantas itu membuat Taehyung turut tersenyum.

"Tentu, karena kita sudah dipasangkan takdir."

Mendengar kalimat itu saja sudah membuat Jungkook nyaman, yakin bahwa Taehyung akan selalu bersamanya dan tidak pernah meninggalkannya.

[***]

Sesuatu yang datang akan menyebabkan yang lain pergi. Namun manusia kerap kali merasa serakah, menolak yang datang dan menahan yang pergi sementara keduanya adalah hal yang berbeda.

[***]

a.n
Beberapa chap lagi tamat :3

die Zeit fängt an✔ [TAEKOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang