z e h n

1.6K 374 42
                                    

Ada sebuah bangku yang menghadap laut yang cukup jauh jaraknya. Senja menanti di ujung barat, dan angin membawakan suhu rendah yang membuat orang-orang mengeratkan pakaian hangat mereka dan ingin buru-buru sampai di rumah.

Dua orang itu duduk bersebelahan. Dengan jarak tidak terlalu jauh maupun dekat, yang mereka lakukan sedari tadi hanyalah diam. Belum ada yang ingin membuka suara terlebih dahulu, membiarkan angin yang memainkan perannya dengan sebaik mungkin.

Sampai terdengar suara helaan napas dari yang lebih tua, dari yang didengarnya. Jungkook memiliki spekulasi bahwa pria itu, Taehyung sedang memiliki masalah yang berat. Entah tentang apa, tidak tertebak begitu juga dengan alasan mengapa pria itu bisa menemukannya lalu mengajaknya kemari.

"Kau percaya akan ramalan?"

"Tidak." Jungkook menggeleng pelan.

Suaranya harus sedikit kencang karena angin sedikit berisik bertiup.

Kemudian mereka terdiam lagi, ingin sekali Jungkook pergi karena merasa waktunya terbuang percuma di sini tapi entah mengapa ia merasa bahwa pria ini memang membutuhkannya. Entah untuk apa. Dan yang membuatnya heran, tidak ada sosok hantu satupun yang terlihat berkeliaran di sini, mereka seolah sedang bersembunyi entah karena apa.

"Kau percaya bahwa kau adalah jodohku?"

Saat itu juga, Jungkook merasa bahwa dunia sedang mengejeknya. Sedang berusaha mempermainkannya. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa, bibirnya kelu dan membiarkan angin yang menjawab.

Kali ini Taehyung menoleh. Tepat menatap wajah siswa SMA di sebelahnya. Lagi, ia menghela napas. Seolah di tiap helaannya mewakili tiap beban hidupnya.

"Ada orang yang berkata bahwa kau adalah, mate-ku," terangnya dengan suara baritonnya yang tenang.

Jungkook seketika tertegun. Pernyataan Johny seketika berkelimpungan di otaknya, dan kini ia sadar apa maksud setiap perkataan temannya itu. Memang, Jungkook kerap kali merasa bahwa Johny sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi ia hanya menganggapnya perasaan lalu.

"Bagaimana bisa kau percaya?"

Taehyung mendengus pelan. "Entahlah, tapi dia berkata begitu serius. Aku ... aku bingung antara harus menolak percaya atau tidak."

Untuk kedua kalinya Jungkook tertegun, ia pun memikirkan satu hal.

"Mau cari buktinya?"

[***]

"Kau sudah memberitahunya, hyung?" Ong Seungwoo bertanya pada Luhan yang sedang mengelap cangkir-cangkir antik yang tampak mahal.

Pria cantik itu mengangguk. Menjawab sekenannya, tapi itu tidak membuat lawan bicaranya merasa puas.

"Begitupun tentang mate-nya?"

"Sudah, kenapa?"

Seongwoo menghela napas pelan. Ada perasaan iba begitu calon pemimpin mereka sudah ditemukan. Ya, ia memang merasa senang, tentu karena klannya kini akan dipimpin dan tidak serampangan serta terpisah-pisah sejak pertumpahan terjadi beratus abad yang lalu.

"Termasuk masalah itu?"

Pergerakan Luhan terhenti, kini kedua matanya tepat menatap wajah lawan bicaranya. Topik yang cukup sensitif, semua tahu dan semuanya tidak dapat berbuat banyak. Takdir tetaplah takdir dan tidak ada yang bisa merubahnya jika itu sudah mutlak.

"Belum," jawab Luhan sembari menghambil jeda sesaat, "kurasa lebih baik dia tahu sendiri. Jika kuberi tahu dari awal, mungkin itu membuatnya tidak serius?"

die Zeit fängt an✔ [TAEKOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang