3 - Pamit

29 7 0
                                    

Assalamu'alaikum.

Matahari membuktikan pagi telah datang. Bunyi langkah kaki setiap orang di rumah ini, menandakan aktivitas di pagi senin yang sibuk sekali.

"Ini sarapan Zherin, ya. Mama mau pergi kerja dulu. Salam sama tante Icha kamu. Bisa-bisanya dia tidur lagi setelah shalat subuh." -Mama Zherin.

"Terimakasih, ma. In shaa Allah Zherin sampaikan salamnya. Jangan telat lagi pulangnya, ma." -Zherin.

"In shaa Allah, sayang. Mama tidak telat hari ini. Lagipula mama belum sempat ngobrol sama tante kamu itu." -Mama Zherin.

Zherin terkekeh mengiyakan pernyataan mamanya.

Tiba-tiba dering pesan masuk dari hp Zherin berbunyi dan menampilkan pesan dari nomor yang tak dikenal.

"Assalamu'alaikum. Apakabar Zherin? Ini aku Fatih. Kamu belum mencoba mengenalku, bukan? Lalu, mengapa sikapmu begitu padaku kemarin?" Zherin membaca pesan itu lalu menghapusnya.

"Bukan begitu Fat." Gumam Zherin.

"Pagi ini aku semakin gusar. Belum selesai aku melupakan Doni. Lalu, apa aku harus mengikuti saran Tante Icha untuk membuka hati walau harus tetap berhati-hati?" Pikir Zherin.

Zherin berjalan menuju perpustakaan tempat yang mengisi kekosongan harinya. Seperti biasa, Zherin menyapa seluruh penjaga perpustakaan daerah tempatnya meluangkan hobi.

Setelah selesai membaca sebuah novel, hp Zherin kembali bergetar terus sebanyak sepuluh kali.
"Ada apa ini? Kok banyak pesan masuk?" Gerutu Zherin.

Zherin membuka setiap pesan yang ternyata dari lelaki yang baru berkenalan dengannya kemarin.

"Ya Allah, agresif sekali pria ini." Keluh Zherin.

Lalu, dengan malasnya Zherin menghapus satu persatu pesan yang menjamur di hpnya.

Hampir setiap hari selama sebulan, tiba-tiba hp Zherin berubah menjadi heboh.
"Zherin. Aku ingin sekali berkenalan denganmu."
"Zherin. Apa aku ada salah?"
"Maaf kan kelancanganku."
"Zherin, maaf tapi aku merasa amat berbeda ketika di dekatmu saat itu."
Begitu lah beberapa pesan singkat dari nomor yang diketahui milik Fatih.

Akhirnya, dengan kelembutan hati dan keketusan jiwa, Zherin membalas sebuah pesan yang sangat singkat untuk pria bertubuh kurus itu.
"Maaf ya, jangan ganggu saya."

Lalu hp kembali menunjuk getar mewakili kata. Baru kali itu, nadi Zherin serasa mendesir. Tangannya basah seakan jantungnya bermasalah.
"Baik, saya tidak akan mengganggumu lagi, Zherin. Tapi, maafkan saya yang menyimpan rasa ini sebelum waktunya. Semoga kamu cepat kembali tersenyum bahagia. Saya menunggu itu walau saya belum pernah melihatnya. Maaf telah mengganggu. Wassalamu'alaikum."

Pesan itu menjadi pesan terakhir yang mengganggu Zherin hari ini.
Ada rasa lega sekaligus rasa bersalah. "Salahkah aku?" Gumam Zherin.

-Note:
Ditunggu kelanjutannya!
Jangan lupa jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan utama.
Wassalamu'alaikum.

ZHERINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang