11 - Keceplosan

14 5 0
                                    

Assalamu'alaikum.

"Kita mampir ke mushala dulu boleh, non Zhe?"

"Silahkan."

"Baik. Non Zhe mau ikut atau mau tunggu disini?"

"Saya ikut."

Aku dan Wildan segera masuk ke mushala yang minimalis namun terkesan klasik, Mushala Al-Fityah.

"Apa yang Wildan pikirkan tentang Nita?" Pikirku ketika kami kembali berpacu dengan jalanan kota Pekanbaru.

Aku berusaha acuh tak acuh tatkala memikirkan laki-laki. Tapi, kali ini berbeda. Aku seakan turut peduli pada supir baruku.

"Non, ayo. Kita sudah sampai." -Wildan dengan senyum khasnya.

Senyumnya seperti kakakku dalam mimpi-mimpiku.
"Iya kak." Kataku terlontar begitu saja.

"Apa? Kakak?" Pekik Wildan sumringah.

"Maaf, saya salah ngomong."

"Kalau non mau panggil saya 'kakak', silahkan non." Tawar Wildan.

"Tidak, terimakasih."

Wildan kembali mengembangkan senyumnya tanda rasa hormatnya.

"Maaf bukan bermaksud lancang. Saya hanya ingin tanya. Apakah non rindu dengan kakak, non?"

"Iya. Saya rindu."

"Kalau begitu. Dimana dia sekarang?"

"Dia...."

"Kenapa, non?"

"Sudah meninggal."

"Innalillahi wa innailaihi raji'un." -Wildan.

Kali ini, Wildan seperti tersentak hatinya. Ia seperti merasa bersalah dan....
"Maafkan saya, non. Saya tak bermaksud...."

Belum selesai kata terakhir terlontar. Aku sudah memotongnya tanpa permisi.
"Tidak apa-apa." Kataku.

Tiba-tiba hatiku bergetar, mataku juga turut bergetar. Spontan aku meluncurkan airmata. Wildan kaget bukan kepalang.

"Ada apa, mbak? eh, non?" Tanya Wildan, panik.

Belum sempat aku menjawab, tante Icha sudah didepan pintu rumah. Lalu, berlari menuju pintu mobil.

"Ada apa ini? Kenapa Zherin menangis? Wildan! Apa yang kau lakukan?" Pekik tante Icha saat mendapatiku dengan keadaan menangis.

-Note:
Maaf jarang update.
Ditunggu kelanjutannya ya..
Jangan lupa jadikan Al-Qur'an bacaan utama!

ZHERINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang