٢- dengan Niat

3.9K 121 5
                                    

Zahro berjalan kembali ke asrama.

"Kak, antum asrama?" Zahro menghentikan langkahnya.
*antum bahasa arab dari kata kamu untuk yang lebih tua atau lebih sopannya.

"Iya, kamu juga? Nama kamu siapa?" kata Zahro sambil menunjuk gadis itu.

"Saya Aniqoh kak panggil aja Lulu," ucapnya tersenyum lebar.

"Heh, aneh banget ya. Heheh," tawaku lepas seketika.

"Yaudah yuk bareng kakak Lu," ajakku sambil berjalan duluan.

"Ayok kak, nama antum siapa?" Lulu berjalan disampingku.

"Ismi Zahro Asshofiyah, panggil Zahro aja Lu," Aku tersenyum manis.

Aku dan Lulu memasuki kamar, ternyata ada lima orang sedang sibuk membereskan barang.

"Assalamu'alaikum," sapaku sambil menghampiri tempat barang-barangku berada.

Mereka menoleh dan menjawab, "Wa'alaikumussalam."

Kamar ini terdapat delapan ranjang tidak bertingkat, punyaku ada di paling ujung. Aku menyusun barang-barangku di dalam lemari.

Selesai, Aku mengambil Al-Quran dan mulai mengulang hapalan. Belum sampai setengah juz, Aina menegurku, "Kak keruang tamu yuk."

"Hah, ngapain?" tanyaku bingung.

"Tuh mereka pada penasaran sama kakak, ayok kak." pinta Aina.

"Oh. Yaudah deh," jawabku tersenyum, sebenernya aku cuma keberatan waktu buat Al-Quranku harus diganggu. Tapi yah maklum deh anak baru.

Aku menyusul Aina yang sudah berjalan didepan. Ruang tamu ternyata untuk tempat makan juga, oh ya aku lupa makan malam. Tapi gak lapar juga sih, yaudahlah.

"Kakak," sapa mereka barengan waktu Aku sampai dan memperhatikan mereka.

Aku balas dengan senyum sesenang mungkin, disini banyak teman pikirku.

"Sini kak duduk," Aina menepuk-nepuk tempat disampingnya.

Aina Wardatul Jannah, sedikit tomboy. Dari jalannya memang beda, cara ngomongnya juga.

Aliyah Takatelide, paling banyak cerita. Mungkin ada ratusan cerita di kepalanya.

Aniqotul Lulu, suaranya bagus banget. Dia juga bisa niruin nada-nada Qorie terkenal.

Ayu Cahyaning Asih, masih SMP dan bulu matanya lentik banget lebat pula. Kalo hapalan cepet banget nadanya.

Sarah Dita Puspita, Sasa panggilannya, kalo hapalan suaranya lucu, cempreng tapi nyaring banget.

Fadhillah, sebenernya namanya panjang banget sampe lupa deh. Dilla panggilannya, dia yang paling kecil, adik dari Lulu masih kelas 3 SD heheh. Suaranya imut kalo ngaji.

"Kakak, tadi kesini sendirian. Orang tua kakak gak ikut?" Aliyah membuka pembicaraan.

"Iya, orang tua saya lagi gak bisa ikut," Jelas ku terus terang.

"Jadi kakak kesini naik apa? sekolahnya gimana?" sambung Aina.

"Naik motor kakak, udah biasa naik motor sendiri hehe jadi sekolahnya sendiri juga."

"Ooh, Kakak motivasi masuk sini karena apa?" Lulu ikut bersuara yang lain hanya manggut-manggut.

"Mau ngehapal Quran," jawabku singkat sambil seyum-senyum.

"Kalo motivasi kakak menghapal Al-Quran apa?" tanya Aliyah lagi.

"Kakak pengen ortu kakak masuk surga, melalui Al-Quran," Aku jadi sedih selalu saja kalo ingat ortu hati aku jadi sedih.

Mereka menyadari perubahan ekspresiku, Lulu yang ada disampingku bertanya lagi "Orang tua kakak setuju gak kakak disini?"

"Alhamdulillah, setelah lama saya berdoa, Allah mengabulkan permintaan saya agar bisa masuk disini. Ayah yang sebenernya gak terlalu setuju saya masuk pesantren atau ikut yang berbau mondok entah akhirnya menyetujui saya.

Flashback On

Aku menghampiri Ayah yang duduk di sofa dengan secangkir teh di tanganku, "Yah, Zah mau masuk tahfidz mau menghapal Al-Quran. Ayah setuju ya Yah?"

Ayah sedikit berpikir, wajahnya terlihat lelah sebab baru pulang dari kerja. Beruntung Ayah pulang lebih cepat aku pun bisa menanyakan hal yang sudah lama kupendam.

"Mau masuk dimana sih Zah? Kamu nanti sekolahnya gimana?" Ayah mengangkat alisnya serius.

"Zah kan sudah besar Yah, Zah bisa ngatur waktu. Tahfidznya juga gak jauh dari sekolah Zah. Zah bisa naik motor," jelasku memohon.

"Ayah ijinin, tapi kamu harus serius dan jangan sampai merepotkan orang lain dengan impian kamu. Lagian Zah orang sekarang pengennya kerja di kantor. Zah kok melenceng sih, jangan terlalu fanatik dengan agama, dunia juga membutuhkan kamu Zah," Ayah mulai tegas, tapi Zah cuma bisa diem. Zah bingung nilai pelajaran umum masih bagus Yah. Zah tetep belajar untuk keperluan dunia, tapi Zah juga butuh mengejar akhirat.

Ayah berjalan pergi meninggalkan Aku, Aku bingung dengan perkataan Ayah. Aku dan Ayah tidak sama, kita berbeda jalan. Aku merenung dan berkata dalam hatiku, "Ayah, aku tau Ayah cemas dengan masa depanku. Aku akan buktikan ke Ayah masa depanku tidak akan seburuk yang Ayah pikirkan. Melalui Al-Quran hidupku berubah Ayah, andai Ayah merasakannya,"

***

Pagi ini Aku berniat menemui Ibu di kamarnya, karena Aku ingin membahas tentang perpindahanku.

"Assalamu'alaikum, Bu," Aku mengetuk pintu kamar Ibu. Beberapa detik kemudian pintu terbuka, "Wa'alaikumussalam, Zahro mau ngobrol?" Aku mengangguk.

"Yasudah ayo masuk," kata Ibu.

Aku duduk di pinggir kasur Ibu, Ibu memberiku secangkir coklat hangat kesukaanku, "Makasih Bu."

"Iya, sudah mau cerita apa?" tanya Ibu yang sudah duduk disampingku.

"Bu, Zahro mau berangkat besok ke tahfidz. Mohon Bu minta ridho Ibu, Ayah sudah mengijinkan Zahro Bu. Zahro mohon do'a dari Ibu," kataku sambil mencium tangannya dengan air mataku yang sudah menetes.

Ibu sudah lama mendukung impianku, Ya Allah aku bersyukur memiliki Ibu yang menyayangiku.

"Zahro cantik, kamu selalu dalam do'a Ibu nak. Ibu sangat senang Zahro sudah bisa memilih jalan hidup Zahro sendiri," Ibu mengangkat bahuku agar menghadapnya, "Ibu disini, Ibu akan ada disini selalu," Ibu menunjuk hatiku, tanpa sadar Aku meneteskan air mataku.

Esoknya Aku berangkat menaiki motor, tentunya Aku membawa barang yang sudah ku siapkan dan dibantu Ibu.

Aku masih ingat Ayah bilang Aku tidak boleh merepotkan siapapun, maka Aku menolak untuk diantar Ibu. Ibu harus menjaga Adikku yang masih berumur 3 tahun dan Aku tidak mungkin merepotkan Beliau.

"Assalamu'alaikum Bu, Zahro berangkat. Kapan-kapan Zahro pulang lagi Bu," Zahro tersenyum dengan paksa, meninggalkan Ibunya yang begitu disayanginya.

Flashback Off

Mereka yang dari tadi mendengarkan ceritaku sepertinya mulai mengantuk. Ada yang bertopang di dagunya, bahkan ada yang ngangguk-ngangguk karena kantuk yang mulai berat.

"Tidur yuk, besok harus sholat Tahajud," Ajakku dan mereka semua mengangguk lalu berjalan lunglai ke tempat tidur masing-masing.

Aku hanya tersenyum melihat mereka.

.
Jadikan Al-Quran sebagai bacaan utama
😊
.
.
Salam Author








Santri TahfidzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang