٥- Niqob (Cadar) II

1.9K 99 0
                                    

Kurang lebih setengah jam, teman kelas SD Zahro sudah terkumpul. Kami hanya tinggal menunggu kedatangan Ustadz.

Karena ada Ustadz tak masalah kami duduk berhadapan dengan lawan jenis. Toh mereka gak mungkin macem-macem kalo sudah berurusan dengan Ustadz. Ustadz tak akan membiarkan muridnya yang seenaknya mendekati dan bermain-main dengan lawan jenisnya. Ustadz sangat tidak ingin berurusan dengan dosa zina. Karena itu, sering sekali Ustadz menasihati kami soal zina, temen sekelasku pun akhirnya mengerti antara batasan yang harus dijaga dengan non-mahrom.

"Assalamu'alaikum," sapa Ustadz yang sudah berada di kursi utama. Kami yang asik mengobrol dengan teman sebelah seketika terhenti, "Wa'alaikumussalam Ustadz, apa kabar?" jawab kami serempak, sesuai dengan perjanjian kita sebelum Ustadz tiba.

"Alhamdulillah, bi khoir," Ustadz menatap kami sejenak lalu tersenyum sehingga menampilkan gigi kokohnya. Ustadz mengedarkan pandangannya demi mengenali wajah murid-murid tercintanya, sejenak tatapan Ustadz berhenti padaku, "Murid Ustadz ada yang bercadar, siapa namanya?" Ustadz tersenyum ramah.

Zahro membelalakkan matanya terkejut. Seketika Ia merasa tegang. Ustadz membuatnya menjadi pusat perhatian. Oh tidak. Ia tak suka dijadikan bahan perhatian, apalagi dihadapannya adalah sederet ikhwan yang tidak Zahro kenali lagi wajahnya.

"Zahro Ustadz," sahut Nayla yang membuatku menjadi tertunduk. Untung aja Nayla pengertian. Ustadz masih memperhatikanku, beliau bersuara lagi, "Zah sejak kapan mulai bercadar? Sekolahnya dimana?"

Zahro tak ingin menjadi pusat perhatian, segera ia menjawab, " Sejak tadi Ustadz, waktu mau kesini. Tekad saya sudah bulat, daripada ditunda lagi lebih baik saya jalankan. Sekolah saya melarang muridnya mengenakan cadar. Tapi saya harus pakai, melanggar aturan demi kebaikan gak masalah kan Ustadz, toh aturan dibuat untuk kebaikan."

Ustadz tersenyum menanggapiku, "Ada benarnya juga, tapi gimana pun juga aturan yang dibuat tetap saja untuk suatu kebaikan. Kalo gini, nanti Ustadz bicara deh sama Kepala Madrasah antum. Ana bujuk beliau deh biar Zahro bisa bercadar, siapa tau hatinya luluh. Pasti itu mah, kayak kagak tau Ustadz aja."

"Maasyaa Allah, jazakallahu khoiron katsiron Ustadz Barakallahu fiik. Besok Zahro tunggu di Madrasah ya Ustadz," Zahro sangat berbinar senang, Allah telah memudahkan niatnya ini. Tak henti-hentinya ia mengucap syukur kepada Robbnya.

"Waiyyaki Zahro, semoga Kepala Madrasah antum setuju,"

"Aamiiin Ya Robbal 'alamiin," ucap Zahro dengan lirih yang sudah menundukkan wajahnya kembali.

Nayla membisikkan sesuatu ke telinga Zahro, "Tu zah banyak yang memperhatikan nte."

"Lah kok gitu Nay is, pelototin mereka sekarang Nay," Zahro masih menunduk.

Nayla terseyum miring, "gampang itu mah liat aje," Nayla langsung mengangkat kepalanya memberikan tatapan mengancam kepada para ikhwan dihadapannya.

"Mampus ente," serapah Zahro.

Banyak dari mereka pura-pura tak tau saat bertemu dengan tatapan melotot Nayla, ada yang langsung menunduk malu.

Nayla terus menatap tajam seseorang yang masih saja menghiraukannya. Ampe segitunya ye.

"Zah tu si Ali khusyuk banget natap nte, ana dari tadi melototin die sama sekali gak dianggap. Hufffft, kalo gini ente sendiri yg harus melototin."

"Oh ya! harus dikasih pelajaran nih Nay," Zahro menatap serius Nayla yang menganggul setuju, "Ok, sama sama kita pelototin aja tuh anak. 1, 2, 3."

Seketika Zahro dan Nayla mengalihkan pandangannya untuk mengintimidasi Ali. Tatapan mereka bertemu antara Zahro dan Ali, Zahro langsung menatapnya tajam sambil memukul meja dengan kedua tangannya. Tiga detik, Zahro mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia tak betah lama-lama menatap mata seseorang yang bukan mahrom.

Ali menatap Nayla disampingku. Nayla mengarahkan dua jarinya yang membentuk V itu ke matanya sendiri lalu mengarahkannya ke Ali. Ali mengangguk dan kembali sibuk dengan minumannya.

"Iiiih, dasar. Gak bisa apa ya nahan pandangan, yang kaya ana aja dipandangin apalagi yang diluar sana coba," gerutu Zahro tak terima.

"Iya Zah, Ali kelewatan banget sih. Ikhwan ya emang susah jaga pandangan. Padahal ente udah pake cadar ya Zah, keliatan cantiknya darimana sih haha. Mungkin aja faktor ente ada di depan Ali jadi dia mandangin ente terus," Nayla kembali meminum segelas chocolate milk miliknya.

"Eh nte jangan sebut namanya, ntar timbul fitnah," kataku di dekat telinganya.

"Ya iya, lagi khilaf," ucapnya santai.

"Terserah," Aku kembali memakan makananku.

Nayla yang sedari tadi memperhatikan cara makanku bersuara, "Oh, jangan-jangan dia penasaran sama cara makan ente Zah, gak pernah liat orang bercadar kali dia," Nayla melirik Ali yang sempat curi-curi pandang ke arah tempat duduk Zahro.

"Sudah ah, biarin aja yang penting sekarang udah khilaf dianya," Aku tersenyum lalu melanjutkan makanku, begitupun dengan Nayla.

***

Absurd gak sih?
Semoga suka 😁 komen aja mana yang kurang, ntar ane rombak. haha.
.
.
Jadikan Al-Quran sebagai bacaan utama
.
.
See you 😊

Santri TahfidzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang