28.🌙Iya atau Tidak?

6.8K 339 1
                                    

Annora menggigit bibir bawahnya dengan gemas. Ia sangat gugup dengan keadaan seperti ini. Canggung. Itu ia rasakan saat kedua tangannya digenggam erat oleh Baktha. Seolah-olah, lelaki itu enggan untuk meninggalkan gadis ini barang sedetik saja.

Perempuan itu masih menimang-nimang jawaban yang akan ia lontarkan. Walau sebenarnya, ia sudah yakin dengan keputusannya. Cewek itu bahkan menggerutu dalam hati, saat tiga orang selain dirinya dan Baktha hanya bisa menyaksikan, tanpa niat membantu Annora untuk segera bebas dari hal ini

"Udah, cepet jawab!" Anggara memilin ujung kaus miliknya dengan gemas, saat gadis itu belum memberikan jawabannya tentang pertanyaan yang sahabatnya lontarkan beberapa menit lalu.

"Sikat, Tha! Sikat!!" tambah Adam yang mengepalkan sebelah tangan kirinya, lalu memukulkannya ditelapak tangan kanannya dengan gemas.

"Jawab, dong. Gak kasian sama Abang Baktha yang baru sembuh udah langsung jongkok-jongkok manis gitu bak orang pingin be-ol??" Zero berucap santai sambil menyisir rambutnya menggunakan jemari tangan kanannya.

Gadis itu tidak berani mengarahkan pandangannya kebawah. Takut jika manik matanya, bertemu dengan manik mata yang ia sukai. Bisa-bisa, ia akan kehilangan kesadaran seketika, saat melihat manik mata dan sorot yang sebenarnya sudah ia rindukan.

"A--aku..." hanya satu kata yang Annora ucapkan dengan terbata.

"Jadi?" tanya cowok dihadapannya masih dengan senyuman manis yang tersemat diwajah tampannya.

"Aku gak mau nyakitin kalian." Annora menundukkan kepalanya. Ia memberanikan diri untuk menatap sorot tajam dari mata itu. Walau sebenarnya, ia akan kehilangan kendali.

Baktha mengernyit saat mendengar pernyataan dari Annora, yang tanpa ia duga jawaban itu yang akan gadis itu lontarkan. Padahal, dirinya sendiri sudah membayangkan bagaimana dirinya menjaga Annora dengan caranya yang dingin, dan manis saat waktu yang bersamaan.

Lelaki itu bangkit dari tempatnya. Cowok itu masih menggenggam kedua tangan Annora dengan erat. Efeknya bahkan, menyebabkan gadis dihadapannya ini meringis kesakitan, namun ia tahan. "Kalian? Maksud lo apa? Gue gak ngerti, Ra."

Hanya satu kalimat yang cowok itu ucapkan, tapi sangat ber-efek pada gadis berambut pirang ini. Suaranya tidak lagi membentak atau bernada kasar. Tapi kali ini suaranya sangat teduh. Cewek itu menarik napas dalam, sambil memejamkan matanya. "Aku gak bisa jawab pertanyaan Kakak, karena aku gak ingin menyakiti perasaan Kak Sam, dan begitu juga sebaliknya." kata Annora dengan satu tarikan napas.

Pandangan cowok itu membulat dengan sempurna. Bahkan ketiga sahabatnya juga saling tukar pandang dengan tatapan seperti mengatakan, 'Pertanda, bakal ada perang dunia ke-tiga, Bro.'

"Aku sayang sama kalian. Dan, aku gak mau nyakitin perasaan Kak Sam untuk kedua kalinya. Jadi..." jeda gadis itu yang ia yakin merupakan jawaban terbaik baginya.

"Aku gak bisa nerima Kakak sekarang. Tapi, kita bisa menjadi teman atau bahkan sahabat." tambah Annora sambil memberikan senyum manisnya.

Cowok itu membeku. Manik matanya menangkap sorot teduh, dan juga senyuman yang gadis itu berikan padanya. "Tapi apa lo gak suka sama gue? Gue suka sama lo. Oke, gue minta maaf soal kejadian lo diculik sama Raquel, hanya karena gue ingin jahilin lo pake badut. Dan ini? Ini bener-bener gak lucu, Ra." Baktha melepaskan kedua tangan gadis itu dengan spontan. Lelaki itu tertawa tak percaya, sambil sesekali menggelengkan kepalanya.

Annora merasa menjadi serba salah sekarang. Apa keputusannya ini salah? Kalau salah, mengapa? Apa alasannya?

"Mungkin, aku suka sama Kakak." hanya kata itu yang terdengar setelahnya. Baktha kembali mengarahkan pandangannya pada cewek itu. Masih tersisa secercah harapan dihatinya, untuk bisa menjadi milik gadis itu, tanpa sebuah permainan.

"Tapi karena itu juga aku gak bisa jawab . Maaf." cicit Annora pelan, sambil menahan kristal bening yang ingin membasahi wajahnya.

"Jadi, lo... nolak gue?" tanya cowok itu pada akhirnya. Tatapan matanya, terlihat memiliki sebuah binar harap yang tinggi.

"Aku bukan nolak Kakak. Tapi, kasih aku waktu untuk cari tau semuanya. Aku janji. Kalau semuanya udah gak abu-abu, aku bakal jawab pertanyaan Kakak. Untuk sekarang, kita masih bisa seperti biasa."

"Seperti saat hari-hari sebelumnya yang lo perhatian sama gue? Seperti saat lo cuek, atau kesel sama gue??" Baktha memajukan langkahnya sekali, sambil menaikkan alis kanannya.

Napas Annora tercekat. Mereka hanya memiliki jarak sepuluh centi meter, dari tubuh lelaki dihadapannya ini. Aroma mint yang pertama kali ia rasakan, saat deru napas cowok itu ia dengar. Dengan cepat, gadis itu melangkah mundur, lalu memberi jarak kembali diantara mereka.

"I-- iya..." Annora mengatakannya dengan terbata, sambil menganggukkan kepalanya dengan spontan.

Cowok itu terkekeh, lalu kembali memajukkan langkahnya. Ia mengacak dengan gemas rambut perempuan itu, lalu kemudian merangkulnya seolah hal tadi hanyalah sebuah ilusi.

Annora melirik gandengan tangan yang mendarat disisi bahu kirinya. Cewek itu sempat memberontak, namun ia langsung hanyut ketika pandangannya bertemu dengan sorot mata hazel milik cowok itu. Gadis itu hanya tersenyum kaku.

"Ekhem, udah kali romance-romance-nya. Capek, jadi nyamuk mulu gua." kata Anggara asal, lalu berlagak seperti menangkap seekor nyamuk.

***
Lantas apa yang harus aku lakukan? Jika bertahan membuatku sakit, dan pergi membuatku terluka?

-Samuel Wireman.
---

"Kita akan mulai ini semua lusa, nanti." Raquel membuka topik pembicaraan, setelah lama hening menguasai.

Yang diajak bicara, hanya menoleh lalu mendengus kasar. "Kenapa cepet banget? Mundurin aja." kata orang itu malas, sambil mengarahkan pandangannya keluar ruangan indoor.

Raquel dan Samuel kini tengah berada disalah satu cafe di daerah Jakarta. Raquel tiba-tiba ingin mengajak Samuel bertemu. Awalnya, cowok itu menolak. Namun karena Raquel mengatakan ini penting, alhasil cowok itu mengiyakan.

"Kalau dimundurin, emang lo mau dapetin tuh cewek lama? Gue sih, oke-oke aja." Raquel berucap santai, tetapi terdengar menusuk diindera pendengaran cowok itu.

"Bacot emang." Samuel berucap tidak peduli kearah gadis dihadapannya ini. Ia sangat muak dengan perempuan ini. Semuanya palsu. Wajah, tatapan, senyum, dan sifat. "Rencana lo apa?" tambah cowok itu setelahnya.

Raquel tertawa kecil, sambil menepuk pundak Samuel pelan namun, langsung ditepis dengan kasar oleh cowok itu. "Gak usah pegang-pegang gue!" titahnya dengan nada yang naik satu oktaf.

"Santai.." Raquel bersikap santai, seolah hal tadi merupakan hal yang sudah biasa ia alami saat bersama lelaki itu. "Rencananya gini..." gadis itu mendekatkan mulutnya, kearah telinga kiri cowok itu. Ia merasa takut kalau ada yang mendengar.

"Gila ya, lo?!" bentak cowok itu sambil memijat keningnya frustasi. Rencana ini, ide ini... semuanya sangat gila.

"Kan lo udah tau, kalau gue udah gila dari dulu. Kenapa pake tanya lagi, sih?" kekehan itu terdengar makin nyaring saat cowok itu membentaknya.

***

Hai, semua!!!

Selamat Tahun Baru 2018!

Aku update sekarang karena dapet kuota free :3

Salam Nadya penulis amatir yang lagi ngusap-ngusap muka.

Ice Prince✔ [SUDAH TERBIT!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang