10

120 16 19
                                    

Jiyeon POV

Aku tidak cukup dekat dengan teman-teman sekolahku. Hanya beberapa saja diantara mereka yang cukup saling mengenal. Aku hanya sebatas mengetahui bahwa dia adalah teman satu kelas denganku. Kemampuan sosialku begitu buruk.

Aku memiliki seorang ibu.

Ibuku memiliki bisnis yang cukup berkembang dengan baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ibuku memiliki bisnis yang cukup berkembang dengan baik. Sejak kepergian ayah, ibu harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Untukku, dan kakak laki-lakiku.

Sekarang. Kakakku sudah bekerja.

Dia seorang dokter bedah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia seorang dokter bedah.

Ibu dan kakakku seorang yang sibuk. Ibuku bekerja diluar kota. Seminggu sekali beliau pulang. Kakakku pun menjadi seorang yang sibuk dirumah sakit tempatnya bekerja.

Jadi, dirumah aku merasa sendirian. Memang ada seorang pembantu rumah tangga dirumah yang sayang dan menjagaku.akan tetapi rasanya berbeda disaat ibuku pulang.

Hari dimana aku jatuh pingsan dan dibawa kerumah sakit, aku di diagnosa mengidap kanker otak stadium awal.

Saat itu hatiku rasanya hancur. Kakakku bersama temannya..

Dokter Oh Sehun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dokter Oh Sehun. Spesialis penyakit dalam. Menyatakan akan penyakit yang kuderita.

Memang aku sering mengeluh sakit kepala yang terkadang terasa sakit yang berlebihan. Namun, aku sama sekali tak menyangka akan mengidap kanker.

Kakakku memintaku untuk mengkonsumsi minuman herbal. Dengan harapan tak perlu untuk melakukan tindakan Medis sebab kanker otak yang kuderita masih stadium awal.

Aku menuruti semua yang dikatakan oleh kakakku dan dokter Oh.

Kesedihan akan kenyataan yang kualami, menyadarkanku akan satu hal. Boleh saja aku sakit, tapi hidupku harus terus berjalan.

Aku menerima takdirku ini. Aku berusaha sabar menjalankan semuanya. Aku ber ikhtiar dan kuserahkan kepada sang Ilahi akan apa yang terbaik untukmu.

Pada hari itu. Seperti biasanya aku menikmati makan siangku di rooftop sekolah. Aku selalu sendiri, sangat jarang bagiku untuk bergabung bersama dengan yang lain untuk membeli makan di kantin sekolah.

Oh. Pada jam istirahat hari itu, seperti biasanya aku habiskan di rooftop sekolah. Saat aku akan makan, ada seseorang yang datang menghampiriku.

Dia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia. Salah satu teman satu kelas denganku. Salah satu temanku sempat berkata bahwa dia memperhatikanku dari bangkunya yang ada dibelakang kelas.

Saat itu aku tidak terlalu mengubris ucapan temanku. Kubiarkan saja.

Hari itu.  Dia. Kim Myungsoo. Menghampiriku. Meminta ijinku untuk duduk disampingku. Aku bukan orang yang pelit, tentu saja kuijinkan. Bahkan, kutawari bekalku kepadanya.

Hari pertama berbicara dengan seorang Kim Myungsoo terasa begitu canggung. Tak banyak yang kami bicarakan. Terlalu sulit bagiku untuk memulai pembicaraan berikutnya. Kupikir, Kim Myungsoo pun mengalami masalah yang sama.

Hari terus berganti. Aku dan Kim Myungsoo makan bersama di rooftop sekolah saat jam istirahat. Dia membawa bekal seperti halnya diriku.

Sejak itu, ntah mengapa kami menjadi lebih dekat. Aku mulai terbuka padanya, aku merasa nyaman saat bersamanya.

Satu hal yang kukagumi dari seorang Kim Myungsoo.

Dia selalu mengingatkan dan mengajakku untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang yang menganut agama islam. 

Aku senang saat Myungsoo mengajakku untuk sholat bersama.

Kupikir. Myungsoo kelak akan menjadi seorang Imam yang baik.

Aku. Cukup mengagumi dirinya.

Hari itu, saat menikmati bekal sekolah. Tiba-tiba saja darah menetes dari hidungku. Aku sadarkan diri sudah berada di sebuah ruangan rumah sakit.

Kakakku mengatakan bahwa kanker yang kuderita sudah berkembang. Aku harus menjalani kemoterapi.

Kusadari benar akan hal itu. Cepat lambat, aku akan menjalani hal seperti itu. Kuterima hal itu, aku bisa menjalani kemoterapi itu.

Aku sadar akan efek dari kemoterapi. Aku cukup belajar tentang ilmu medis dari kakakku. Aku tau apa yang akan kualami selama menjalani kemoterapi.

Dan benar saja. Selama menjalani Kemoterapi, aku merasakan kesakitan yang amat sangat. Bahkan, sempat terpikir ingin kuakhiri hidupku ini.

Namun. Demi ibu dan kakakku, aku berusaha untuk bertahan. Ibu dan kakakku bekerja sangat keras demi diriku, maka aku pun harus berusaha demi mereka. Yang kucintai.

Dan juga. Pertemananku dengan seorang yang selalu menuntunku kepada Rabb-ku.

Min-PlusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang