Siang ini Jiyeon ikut bergabung untuk makan siang bersama keluarganya Myungsoo di sebuah saung sederhana yang ada ditengah sawah.
Ibunya Myungsoo sudah menyiapkan beberapa macam lauk pauk sederhana sebagai teman makan nasi.
"Neng? Dari tadi ummi liat neng senyum senyum terus. Kenapa? "Tanya ibunya Myungsoo, yang sejak tadi melihat Jiyeon tersenyum.
"Iya neng. Kenapa? Ada apa? Abi jadi takut. "Ucap ayahnya Myungsoo.
"Ahaha. Gapapa kok ummi, abi. Aku hanya menikmati angin sepoi-sepoi ini. Adem rasanya. "
"Aneh kamu mah. "Gumam Myungsoo yang masih dapat didengar oleh Jiyeon yang duduk disampingnya.
"Ih. Seger tau. Aku seneng disini. "
ibunya Myungsoo memberikan satu piring nasi lengkap dengan aneka lauk pauk sederhana, Jiyeon menikmati makanan itu dengan baik. bahkan, tanpa Jiyeon sadari Myungsoo tersenyum melihat Jiyeon yang dapat menerima makanan sederhana. pikiran Myungsoo yang bahwa Jiyeon dengan notabene seseorang yang dari keluarga berada tak mau dengan makanan sederhana kini terpatahkan. terbukti dengan Jiyeon yang menikmati makanan itu hingga suapan terakhir.
adzan Dzuhur sudah selesai berkumandang sejak beberapa menit yang lalu, selesai dengan makan siang Pak Sunggyu mengajak yang lainnya untuk menunaikan sholat di sebuah mushola kecil yang ada tak jauh di sisi sawah.
mushola kecil itu mungkin hanya dapat dimasuki oleh jamaah tak lebih dari dua puluh orang saja. beberapa warga sekitar terlihat sudah selesai dengan ibadahnya, orang tua Myungsoo sempat sedikit berbicara dengan warga tersebut. bahkan, ada yang menanyakan siapa wanita muda yang ada bersama mereka.
Myungsoo mengajak Jiyeon ke tempat wudhu yang ada dibelakang mushola. Tempat wudhu itu berupa sebuah kolam
Penampungan yang disekeliling nya terdapat beberapa kran untuk berwudhu.Air penampungan itu bersumber dari air pegunungan yang disalurkan melalui sebuah pipa dengan diameter cukup besar.
Saat membasuh wajah dengan air pegunungan itu terasa begitu segar. Bahkan, Jiyeon keasyikan menikmati air segar itu jika saja Myungsoo tidak mengingatkan bahwa mereka sudah dipanggil untuk segera melaksanakan sholat.
Dalam melaksanakan ibadah Sholat itu, pak Sunggyu menjadi seorang Imam. Myungsoo mengumandangkan iqomat terlebih dahulu. Lalu, mereka pun segera melaksanakan shalat.
....
Sore hari. Seperti yang Myungsoo katakan, mereka akan mencari belut yang ada di pinggiran sawah.
Berbekal sebuah kayu dan gelas plastik. Myungsoo mengorek ngorek tanah di pinggir sawah yang ditumbuhi oleh beberapa pohon pisang.
Tanah basah itu memudahkan Myungsoo untuk mengorek dalam dan mendapatkan beberapa ekor cacing.
Jiyeon yang memperhatikan Myungsoo yang jongkok mencari cacing, bergidik ngeri saat Myungsoo mengambil cacing itu dengan tangan kosong.
"Ih! Enggak jijik? "
"Enggak kok. Dah biasa ini mah. " Myungsoo selesai dengan cacingnya.
Setelah mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir di pinggiran sawah, Myungsoo dan Jiyeon menyusuri pinggiran sawah. Myungsoo menemukan beberapa lubang kecil yang ada di sisi sawah itu. Dengan sebuah tali kecil dan pengait di ujungnya. Myungsoo memasukan ujung tali dengan pengait yang diberi cacing sebagai umpan untuk menangkap belut.
"Belum kena ya? "
Jiyeon berjongkok disamping Myungsoo yang sabar memegang tali pengaitnya.
"Belum. Yang gini mah harus sabar. "
"Kamu kan orangnya sabar ya. "
"Haha. "
"Oh. Gerak! "Jiyeon menunjuk tali yang dipegang Myungsoo itu sedikit bergerak.
"Hooo! Dapet ini dapet! "Myungsoo menarik tali itu perlahan. Dan benar saja. Seekor belut berukuran cukup besar itu ia dapatkan.
"Waaah! Gede tuh. Dibakar ya nanti. Aku pengen coba belut bakar. "Jiyeon tersenyum antusias dengan tangkapan belutnya.
"Di bumbu cobek enak ini. "Myungsoo mencabut sebuah rumput ilalang. Ujung Batang rumput itu ia tusukkan pada bawah leher belut itu. Begitu lah cara membawa belut.
"Yuk! Cari lubang lain. "Myungsoo berdiri dan berjalan mencari lubang belut lainnya.
Jiyeon berdiri juga. "Aargh!"Jiyeon memegang kepalanya yang terasa pening. Pandangannya seketika langsung gelap. "Myung. "
Myungsoo menoleh kebelakang. "Eh! Kenapa? "Myungsoo mendekati Jiyeon yang berdiri memegang kepalanya.
"Kok gelap ya? "
"Anemia tuh. Diamkan sebentar. "
Jiyeon menarik napas, ia merasakan kepala nya semakin tak karuan. "Myung. Myungsoo. "
"Kenapa. "
"Myung. "Jiyeon mengulurkan tangan kanannya untuk memegang bahu myungsoo yang ia yakini ada dihadapannya. Pandangannya Jiyeon masih gelap. "Myungsoo aku-"
"Astagfirullah! "Myungsoo menangkap tubuh Jiyeon yang tak sadarkan diri.
Myungsoo melepaskan tangkapan belutnya dan dia membawa Jiyeon pada pelukannya.
"Ji? Gapapa? Ji? Jiyeon? "
Jiyeon sama sekali tak bergerak. Myungsoo membawa Jiyeon dalam gendongannya. Ia harus membawa Jiyeon keluar dari sawah. Myungsoo berjalan sedikit terburu-buru pada jalan setapak yang cukup licin itu.
Selama dalam perjalanan itu, beberapa kali Myungsoo terjatuh kedepan sebab jalan tanah yang licin itu. Myungsoo berusaha melindungi Jiyeon yang masih tak sadarkan diri dalam gendongannya. Myungsoo melepaskan sandalnya. Pakaiannya sudah kotor oleh lumpur. Ada beberapa luka pada kaki dan tangannya, terutama pada bagian lutut dan sikutnya yang terluka akibat patahan ranting dan benda lain yang cukup tajam untuk melukai kulit.
Luka itu bercampur dengan air kotor dan lumpur saat Myungsoo kembali terjatuh.
Bahkan. Myungsoo masih melanjutkan langkahnya saat ia merasakan kakinya menginjak sesuatu yang tajam.
Myungsoo membawa Jiyeon keluar dari area pesawahan dan ia masih berlari menuju rumahnya. Orang-orang yang melihat Myungsoo berlari membawa Jiyeon dalam gendongannya merasa miris dengan keadaan Myungsoo yang kotor penuh luka.
"Abii! Abi! "Myungsoo menghampiri ayahnya yang sedang memasukan padi yang dijemur ke dalam karung depan rumahnya.
"Astagfirullah! " Ayahnya Myungsoo menghampiri Myungsoo dan membantu membaringkan Jiyeon.
"Kenapa dia Myung? "
"Gak tau bi. Dia pingsan tadi abi. "
Ayahnya Myungsoo meraba dahi Jiyeon yang basah keringat dingin. "Demam. "
"Hah? "
"Bawa ke puskesmas. "
Myungsoo mengangguk. Myungsoo membantu mengangkat Jiyeon pada gendongan ayahnya. Myungsoo dan ayahnya membawa Jiyeon ke puskesmas terdekat.
Tak ada klinik yang dekat dirumahnya. Hanya ada puskesmas sederhana. Jiyeon dibawa kesana untuk mendapatkan tindakan.
Myungsoo menghubungi kakaknya Jiyeon dengan ponsel Jiyeon yang ada pada saku celananya Jiyeon.
Jiyeon masih tak sadarkan diri. Myungsoo kini sedang mendapatkan tindakan pada luka-lukanya.
Luka itu cukup banyak. Bahkan telapak kakinya terluka cukup dalam akibat menginjak sebuah pecahan kaca.
Satu jam kemudian. Kakaknya Jiyeon datang. Setelah berterima Kasih, Chanyeol membawa Jiyeon untuk mendapatkan tindakan di rumah sakit.