十二 (read: shì èr)

1.7K 31 0
                                    

Please kindly vote and give some comments ..
Thank you

Gya sudah terbangun dari tidurnya terlebih dahulu. Dia tidur di sebelah Jason, yang sedang sakit. Begitu bangun, terlebih dahulu Gya mengecek suhu prianya. Masih 38 derajat celcius panasnya. Masih belum turun. Gya menghela napas berat. Hari ini dia harus memaksa Jason ke rumah sakit.

Dia kemudian turun ke dapur, membuat makanan untuk Jason. Lalu membawakan lagi ke kamar. Dengan pelan membangunkan Jason, sampai kesadaran pria itu terkumpul semua. Memberinya air terlebih dahulu, baru memberinya makan. Wajahnya masih tetap pucat, dan berantakan.

Pelan pelan Gya menyuapi makanan ke mulut Jason.

"Nanti kita ke dokter ya!"

Jason memggeleng.

"Harus."

"Please, jangan." suaranya serak. Dia berdehem sebentar.

"Aku tidak mau kamu sakit seperti ini lagi."

Jason tetap menggeleng.

"Kalau besok belum sembuh, baru kita pergi." lanjut Jason kemudian.

Gya pun tidak ingin memaksa lagi. Toleransinya sampai besok. Dengan lembut dia membersihkan mulut Jason dengan tissu basah. Dan memberinya air lagi. Jason hanya bisa terpana melihat gadisnya ini. Dia menyukai semua perlakuan lembut Gya kepadanya. Dalam hati kecilnya, dia berjanji tidak akan sakit lagi, dan akan cepat sembuh, karena dia tidak ingin gadisnya panik, khawatir, sedih seperti sekarang.

——-

"Heii, bagaimana kamu ke sini? Apakah masih panas?" Gya segera menyentuh dahi Jason. Pria ini sudah mengganti bajunya, dan celananya, walaupun mukanya masih terlihat pucat. Jason menghampiri Gya yang sedang bermain dengan P di balkon apartemennya, dan merapikan tanaman tanaman hias yang ada di balkon. Tiba tiba Jason mendekatinya.

"Aku sudah baikan banyak. Lihat ni, aku sudah bisa jalan dari kamar ke sini." Jason kelihatan sedikit pamer. Padahal begitu keluar dari kamar, tidak butuh sampai 10 langkah juga sudah sampai ke balkon.

"Baru berapa langkah saja. Cepat masuk lagi."

Gya menghentikan kerjaannya, mengiringi Jason masuk ke dalam.

"Mau makan?" tanya Gya.

Jason terus berjalan ke arah Gya yang sekarang turun ke dapur. Dapur mereka didesign 50cm lebih rendah dari tempat tempat lainnya.

"Kau masih marah?" Ini adalah pertanyaan yang terus mengena di hati Jason. Sebelum masalah ini clear, Jason tetap tidak tenang.

Gya berbalik badan menghadap ke Jason. Kemudian menghela napas.

"Sebenarnya aku yang harus meminta maaf. Aku minta maaf ya, sayang."

Gya sedikit menjijit mencium pipi kiri Jason. Jason hanya berdiri diam, tetap menatap Gya.

"Tapi bagaimanapun juga aku tetap ingin bertanya, siapa wanita itu ?" Lanjut Gya.

"Maksudmu?" Jason tidak mengerti sama sekali.

"Kau tahu maksudku." tekan Gya.

"Aku benar benar tidak tahu maksudmu, sayang. Siapa wanita ? Wanita siapa ? Kapan ? Ada apa ?" Jason benar benar tidak mengerti. Apalagi sekarang Gya sudah kembali mencuci buahnya yang tadi tertunda.

"Aku ketiduran ketika kamu telepon. Dan aku bangun, sudah jam 3 subuh. Aku menelepon balik, tapi ada seorang wanita yang mengangkat. Kenapa bisa ada wanita bersamamu? Dan pastinya itu di kamarmu, kan? Dia bilang kamu sudah tidur."

Jason lebih mengerti lagi.

"Aku tidak mengerti sama sekali. Dan aku kemarin tidak tidur di hotel. Aku ketiduran di ruang istirahat tempat syuting. Begitu bangun jam 5an aku langsung ke bandara reschedule jadwalku, dan terbang pulang ke sini. Aku sama sekali tidak sama wanita yang kau maksud itu."

Gya segera menengok ke Jason setelah mendengar penjelasannya.

"Kamu tidur di ruang istirahat ? Kenapa bisa?"

"Aku menunggu kamu membalas panggilanku, lamaa, sampai ketiduran di sana. Dan akibatnya aku masuk angin, dan sakit sekarang."

"Benar ? Tidak bohong ?" Gya berusaha untuk mencairkan suasana dengan bertanya seperti bercanda. Dalam hatinya, Gya merutuk dirinya bodoh. Bodoh dan sangat bodoh.

"Benaran, sayang. Aku sekarang benar benar tidak berminat dengan wanita manapun selain kamu. Aku sekarang benar benar menganggap wanita di luar sana adalah batu. Kamu tahu kan ? Batu? Biarpun dia bergerak, aku tetap menganggap dia itu tidak bergerak. Dan aku tidak berminar sama sekali. Mataku hanya kamu. Serius, hanya kamu."

Gya hanya mencibir mendengar itu. Dia tertawa.

"Terlalu enek aku dengarnya."

Jason pun ikut tertawa.

"Tapi, itu serius babe." Jason menarik gadis itu ke dalam pelukannya.

"Terus, bagaimana perasaanmu kepadaku?" Tanya Jason penasaran.

"Hmm.."

Gya sengaja menggantung jawabannya.

"Mungkin aku juga AKAN menganggap pria lain sebagai batu." lanjutnya.

"Bukan AKAN. Tapi HARUS."

"Ihh, posesif sekali." Gya sengaja meledekin Jason.

"Kamu tidak suka pria posesif , ehm ?" Kali ini Jason mengerjai Gya dengan mencium ke lehernya. Gya tiba tiba mengerang, karena merasa ada sesuatu menggigit di lehernya. Jason melepaskannya. Kissmark.

"Hanya satu, babe, nanti aku akan buat yang banyak."

"Tunggu tunggu, kamu masih sakit. Aku tidak mau ditular."

"Oke, tunggu aku sembuh."

——

Gya sedang bermain di piano karena tidak ada kerjaan. Jason sedang berbaring malas di sofa, membaca artikel, menonton videonya sendiri, lalu membaca komentar. Mungkin karena tidak adanya konfirmasi selanjutnya, fotonya yang bersama Gya di mall tidak begitu banyak dirundingin netizen lagi. Tidak begitu banyak, tapi tetap ada. Ada pihak pihak fans baiknya yang terus membantu Jason dengan mengatakan hal hal baik, komentar komentar baik. Tapi banyak juga pihak fans yang berlebihan, yang terus berkomentar buruk. Jason tahu, masalah ini tidak bisa dibiarkan.

"Babe, coba main La Campanella lagi." seru Jason.

"Eh ?" Gya menghentikan permainannya, mendengarkan kalimat Jason sekali lagi.

"La campanella. Coba."

"Kamu tahu lagu itu?"

"Minimal aku ini adalah musisi. Pasti tahu."

"Oke."

Jari jari Gya bermain dengan sangat lincah di atas tuts piano. Temponya juga tidak kurang dengan aslinya. Permainan yang perfect. Jason membuka video di handphonenya, kemudian merekam permainan Gya.

"Perfect, babe."

"Just a little case." Ujar Gya menyombongkan diri.

"Eh sombong."

"Aku tahu kamu pasti bisa."

"Tidak. Tidak selincah kamu punya."

"Coba."

Jason mengambil posisi Gya. Dan menampilkan permainannya.

"Lumayan."

"Tentu." Jason tidak kalah menyombongkan dirinya.

Gya hanya bisa menyengir saja. Lalu tersenyum.

——

Those Were the DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang