Chapter 13

8 1 0
                                    

Bulan dan Angin
Sebagai saksi..
Dalam harapan dan doa..

POV Arhan

Aku berdiri di tengah malam yang dingin. Dimana kebanyakan manusia telah terlelap dalam tidurnya. Dan berkelana dalam mimpinya.

Obor obor api menjadi penerang utama di puncak bukit berkawan ini. Desiran angin malam tak tergengar lagi. Di gantikan ramainya orang berbicara.

Bulan purnama yang besar dan terang ikut hadir menyaksikan upacara pengorbanan yang akan segera dimulai.

Mataku terus mencari dengan gelisah. Aku selalu berdoa hal ini tidak akan terjadi.

"Kau sendiri bukan yang bilang kita akan menyelamatkan Okta ?" Sebuah tangan menepuk pundakku pelan. Hexsa.

Kami berusaha saling menguatkan dengan kemungkinan yang kecil ini.

Tak lama kemudian Diza datang bersama Okta. Semua keramaian menjadi sunyi dan deairan angin terdengar lagi.

Mereka melewatiku. Sesaat mataku dan mata Okta bertemu. Aku melihat dia tersenyum kepadaku. Manis. Gaun putihnya menambah nya semakin manis.

Dia tersenyum.

Aku langsung membulatkan mata , menyadari itu. Aku melihat ke arah Hexsa. Apa dia memikirkan hal yang sama denganku ?

"Dia sudah tidak dalam kendali Kakek ," tepat seperti yang aku pikirkan.

"Mana mungkin ketua melepas kendalinya ?" Tanyaku.

"Itu memang tidak mungkin."

"Selamat malam saudara - saudara ku." Semua mata tertuju pada Diza.

"Dimalam yang menyediakan bagiku , namun untuk kebahagiaan kita semua dimasa depan, aku akan selalu mengenang semua pengorbanan cucuku ini," Diza melihat ke arah Okta.

Ditengah sambutannya , pasukan yang ayah siapkan untuk membatalkan acara ini telah bersiap menyerang.

"Ayah! Aku keberatan!" Teriak Om Tetra di tengah-tengah orang.

"Kau tidak bisa menolaknya!" Diza menatao putranya itu dengan kemarahan.

"Aku tidak terima!"

"Lalu apa yang akan kamu lakukan ? Kamu harus menerimanya!"

Dengan aba- aba dari Om Tetra semua pasukan telah mengepung orang-orang yang berada si upacara ini.

"Kau berani menantang ku ?" Kata Diza.

"Aku berani karena Ayah salah!"

"Aku lebih tua darimu terlalu cepat untukmu mengatakan bahwa aku salah!"

"Semuanya tangkap penghianat itu," perintah Diza.

Dan pertempuran dibawah sinar bulan ini terjadi. Arwah-arwah keluar membantu tuannya. Jeritan, sayatan , pukulan , menghilangkan suara desiran angin.

Aku dan Hexsa berusaha mendekati Okta , untuk membawanya pergi diyengah mere sibuk bertarung sendiri. Seperti direncana , pertarungan ini untuk mengecoh agar aku dan Hexsa bisa membawa Okta pergi.

Bug...

Seekor arwah beruang besar menghalangi langkah kami. Beruang itu melemparkan pukulan - pukulan padaku juga Hexsa. Kami berusaha menghidari pukulan - pukulan itu.

Hexsa membaca mantra untuk mengeluarkan rantai yang digunakan untuk mengikat beruang itu. Rantai itu telah mengikat tubuh beruang itu. Beruang itu berhenti bergerak. Ini kesempatanku meluncurkan serangan.

AdipratamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang