Sudah lima bulan sejak Jungkook menyetujui ucapan ayahnya, sejak Yoongi tidak lagi menjadi supir pribadi Jungkook, sejak Yoongi tidak bicara sama sekali, sejak Jungkook tidak mengerti ekpresi apa yang harus dia gunakan untuk situasi ini.
Sejak Jungkook jarang menanggapi lelucon kuno Taehyung.
"Aku tidak sebaik yang kau lihat hyung"
Dan hari ini dia menjawab pertanyaan 'ada apa?' dari Jimin, yang sebenarnya Taehyung lebih banyak bertanya.
"Sudah ya, aku pulang dulu"
"Kau tidak mau pulang bersamaku. Dengan Jin hyung"
Ucap Taehyung, dia sengaja menyebut Seokjin berharap Jungkook berhenti menuruni anak tangga.Hasilnya Jungkook hanya menggeleng samar lalu pergi seperti biasa; menaiki bus, dan merenungkan hidup.
Apakah Yoongi marah pada ayahnya, atau marah pada dirinya. Saat memikirkan malam itu, dimana Yoongi hanya berlalu didepannya dan berlanjut pada hari berikutnya sampai hari ini, Jungkook masih tidak mengerti. Jungkook menghakimi diri sebagai yang paling bersalah dan perintah sang ayah adalah mutlak sebagai hukumannya.
Dari dulu Jungkook tidak pernah punya hubungan baik dengan Jungsoo: bertegur sapa seadanya, bicara jarang, bahkan menatap wajah ayahnya pun jarang. Menurut Jungkook, ayahnya terlalu menakutkan jika Ia mencoba bertingkah seperti Taehyung untuk merebut hati.
Yang ada hanya canggung yang mendominasi disetiap pertemuan mereka, makanya bokong Jungkook selalu terasa panas saat duduk didekat ayahnya; maka mereka hanya akan membicarakan hal serius saja.
Tidak jauh beda dengan Yoongi, bedanya hanya terletak pada Yoongi yang tidak mau peduli, ayahnya mengatur, Yoongi punya aturan sendiri: begitulah anak sulung itu protes dan memberontak, saking susahnya diatur ayahnya juga tidak mau tahu mengenai Yoongi.
Sementara si pendosa Jungkook, kurang lebih begitulah Jungkook menyebut dirinya, dan itulah yang menjadi alasannya tidak bisa berkata, tidak. Jungkook merasa begitu kotor dan berdosa.
Tidak ada alasan, kenapa. Hanya itu yang selalu menjadi anggapannya dari dulu, sejak Ia belum bisa berpikir begitu banyak perbuatan hina orang-orang di luar sana.
Jungkook melangkah lebih cepat meninggalkan halte dan menuju rumah, setelah beberapa saat yang lalu bus menurunkan penumpang.
Terlalu banyak berpikir membuat mata Jungkook seakan tertimpa gedung-gedung 100 lantai; berat, man.
Kantuk kali ini memang disebabkan oleh lelah raganya. Bukan perasaannya, atau sugesti otaknya sepeti biasa.
Langkah cepat Jungkook perlahan memelan saat Ia berpapasan dengan sang kakak di depan kamar.
Masih sama, Yoongi sama sekali tidak mencari masalah, seperti biasa. Melirikpun tidak.
Melihat itu malah Jungkook yang risih, tangannya bergerak ragu untuk membuka pintu kamar, selanjutnya gerakan ragu itu berubah menjadi gabrakan pada daun pintu.
"Hyung! Kau marah ya?"Pertanyaan spontan persis milik Yoongi kakaknya, berjenis konyol seperti Taehyung dan memasang wajah polos seperti Jimin, Jungkook memang selucu itu.
Yoongi membalikkan badan tanpa semangat, sepertinya situasi tidak begitu menguntungkan selanjutnya.
"Tidak"
Ucapnya pelan, dan berlalu hendak membuka pintu kamar juga."Lalu kenapa hyung begitu?"
"Begitu, gimana? Biasanya memang begini ku rasa"
Uh, Jungkook merasa mampus di situasi ini, dimana tidak ada kata-kata yang tepat untuknya menyangkal. Memang benar, apa kata Yoongi; mereka berdua tidak bisa dikatakan akrab, tidak juga selalu bertengkar.
Bagaimana ya, mungkin mereka bertukar posisi adalah situasi yang cocok menggambarkan keduanya saat ini.
Biasanya Jungkook yang bad mood dan Yoongi yang selalu bertanya kenapa. Sekarang malah kebalikannya."Setelah hari kelulusan aku tidak akan pulang untuk waktu yang lama"
Jungkook berucap tulus, sebagai ganti berpamitan. Jungkook takut tidak sempat melambaikan tangan kepada Yoongi seperti saat Ia harus pergi ke Busan, dulu.
"Aku tidak mati, jadi ini bukan perpisahan yang paling menyakitkan, ku rasa"
Mendengar perkataan Jungkook membuat tangan Yoongi sepenuhnya terlepas dari kenop pintu.
Seharusnya aku mengatakan, melihatmu berbalik pergi dari hadapanku lah yang paling menyakitkan.
"Lalu kenapa kau tidak menolak? Kenapa kau selalu lari dari masalah? Kau masih saja seperti dulu, kau masih menjadi Jungkook yang penakut."
Rasanya Jungkook ingin tertawa sekuat mungkin, tapi hatinya sangat sedih. Kenapa pertanyaan Yoongi terasa sangat konyol dan menyakitkan.
Jungkook tersenyum sinis, ternyata dirinya semakin lemah saja di mata sang kakak, ternyata di mata Yoongi Ia masih sama.
"Kalau aku memang si pengecut yang selalu lari dari kenyataan. Mungkin aku tidak hidup sampai detik ini, Hyung"
Setelah itu Jungkook benar-benar menghilang dibalik pintu. Jika tadi perasaannya sedikit kecewa, sekarang malah semakin kecewa. Bulir air matanya bahkan sampai menetes tanpa permisi, membuat pemuda itu semakin gusar.
Kenapa segala kepahitan yang berusaha Ia telan bertahun-tahun, sama sekali tidak berarti untuk Yoongi?
Dalam permasalahan ini, kadang-kadang Jungkook berpikir tentang apa yang membuatnya begitu kesulitan dan kesakitan.Keluarganya utuh, tanpa kecacatan rumah tangga yang berarti. Orangtuanya sibuk bekerja, itu hal wajar yang dilakukan oleh para pejuang ekonomi.
Tapi kenapa dirinya merasa sangat asing berada di tengah-tengah mereka. Dia tidak tahu bagaimana keluarga anak-anak di sekolahnya, Jungkook hanya terus merasa semuanya semakin salah.
Kenyataan bahwa dirinya tidak pernah mendapat kepercayaan dari sang ayah, atau dia yang dipindahkan ke Busan saat masih belia; sangat menyakiti mentalnya.
Entah ini proses menjadi dewasa, Jungkook yang kebanyakan drama atau jiwanya yang memang sentimentil begitu.
Semenjak Ia beranjak remaja, semuanya terasa sulit dijalani. Hari-hari yang tak berjalan dengan baik, tenggelam dalam kebosanan, hidup tanpa warna kadang-kadang membuatnya semakin lelah.
Tapi Jungkook tidak pernah berbuat banyak untuk keluar dari lingkarannya, mencoba hal baru yang mungkin bisa membuatnya berhenti menghela napas kebosanan.
Jungkook semakin terisak saat mengingat banyak hari yang telah Ia lalui dalam kesendirian, tanpa ayah, tanpa ibu, tanpa Yoongi.
Betapa menyedihkannya, saat semua makanan yang masuk ke dalam mulutnya hanya meninggalkan rasa hambar. Padahal Ia sudah menambahkan garam, saat suara tawa yang Ia dengar begitu sumbang dari mulutnya sendiri.
Jungkook benar-benar lelah berada dalam situasi sialan semacam ini. Entah sampai kapan Ia sanggup melawan apa yang ada dalam dirinya sendiri untuk berubah sepenuhnya.
Merubah jiwa yang mungkin masih kekanak-kanakan di dalam dirinya.
Tubuhnya anak itu meluruh di samping tempat tidur, dipeluknya lutut dengan sorot ketakutan. "Apa yang harus aku lakukan"
Kenapa perkataan Yoongi Hyung terdengar sangat menyakitkan?
⚛⚛⚛
14.39 selamat sore.
Hai .... Aku update hehehehe, makin aneh? (Ini bukan matamu yang salah)
Burn the stage?
Me: 😭🔫Big Love, Nana.

KAMU SEDANG MEMBACA
AWKWARD
Fanfic[complete] Yoongi adalah seorang kakak yang menyayangi adiknya melalui tindakan, sementara menurut Jungkook; kasih sayang juga perlu pernyataan. Tidak ada yang bicara, tidak ada yang mengerti dan kadang-kadang secanggung itulah hubungan tanpa salin...