Eunhee bergegas mencuci tangannya, lalu kembali ke tempat duduknya. Ia melihat kursi dimana pria itu biasa duduk. Tetapi nihil, kursi dan meja pria itu telah bersih. Orang ber-hoodie yang ia lihat tadi pun telah hilang.
"Ya! Soeun-ah! Apa kau melihat orang yang duduk di sana?"
"Hm? Tidak. Memangnya kenapa? Apa ada orang yang kau kenal?"
"Ah, bukan. Bukan apa-apa."
Eunhee kembali duduk dan menyesap kopinya yang tinggal separuh. Ia tidak tahu kenapa ia mendadak menjadi sangat penasaran kepada pria itu.
"Soeun-ah, Apa yang akan kau lakukan setelah ini?" tanya Eunhee kepada Soeun agar ia sedikit melupakan pria itu.
"Hm, seperti biasa. Aku akan mengurus adikku, menyiapkan makan siang, dan melakukan apa yang biasa dilakukan seorang ibu."
"Ooh, begitu. Apa kau tidak lelah?"
"Tidak. Aku mencintai mereka, sehingga aku melakukannya dengan cinta bukan dengan kekuatan fisikku." Eunhee terpana mendengar jawaban sahabatnya itu. Ia mengangguk-anggukkan kepalanya, menyetujui perkataan Soeun.
Aroma kopi di kafe ini semakin menjadi seiring matahari yang semakin naik ke atas ubun-ubun. Eunhee melirik jam yang melingkar apik di tangannya. Jarum panjang dan pendeknya hampir mendekati angka duabelas. Ia segera meneguk habis kopinya dan bersiap pulang.
"Soeun-ah, ayo kita pulang. Sudah hampir jam duabelas. Kau belum menyiapkan makan siang untuk adikmu, kan?"
"Ah, iya. Ayo kita pulang."
Eunhee mencangklongkan tas selempang di bahu kanannya dan segera berdiri diikuti Soeun. Mereka beriringan keluar dari kafe dan berjalan menuju halte.
Seperti tempat-tempat lainnya, jalanan sangat ramai pada akhir pekan. Tidak hanya kendaraan, orang yang berlalu-lalang juga sama ramainya.
Bus yang menuju arah rumah Soeun datang lebih cepat. Hal itu membuat Eunhee harus menunggu bus jurusan rumahnya sendirian. Tentu saja bosan yang ia rasakan. Namun, kebosanannya segera sirna saat busnya datang tak lama kemudian.
Eunhee turun dari busnya. Ia sedikit terjungkal ketika seseorang menubruknya. Untung saja, tangan orang itu dengan sigap memegang tangan Eunhee sehingga gadis itu selamat dari paving yang siap menciumnya.
"Maaf, apa kau baik baik saj-" Orang itu tidak melanjutkan kalimatnya ketika melihat wajah Eunhee. Ia terperanjat kaget, begitu pula Eunhee.
"K-kau?"
"Maaf," ujar orang itu hendak meninggalkan Eunhee.
"Tunggu." Perkataan Eunhee tak membuat orang itu berhenti. Orang itu telah menghilang ditelan pintu bus yang sudah tertutup rapat.
"Aish, Kenapa susah sekali untuk meminta maaf atas kejadian di perpustakaan saat itu?" gumam Eunhee.
•••
Pelajaran hari ini sama sekali tidak bisa masuk ke dalam otak Jung Eunhee. Ia terus memutar kejadian kemarin di halte. Saat ia bertemu dengan 'pria gila'-nya.
Kenapa ia selalu menghindariku? Apa ia mebenciku karena tidak sengaja menubruknya? Ah, tidak tidak. Tapi bagaimana jika iya? Bukankah kemarin ia juga menubrukku? Aish! Aku bisa gila karena memikirkannya. Kenapa aku malah memikirkannya?
Eunhee menggaruk-garuk puncak kepalanya dengan kasar.
Tuk! Tutup bolpoin berhasil mendarat di kepala Eunhee. Hal itu tentu saja membuat Eunhee terbuyar dari lamunannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
You and Him
أدب الهواةAku tidak tahu harus memilih yang mana. Tetapi, Tuhan malah memberikan keduanya. Jung Eunhee (OC) Jeon Wonwoo of Seventeen Kim Mingyu of Seventeen Amateur writer. ©Whitelilac