Surat Cinta Dari Si Ganteng

166 24 51
                                    


Minggu ke Minggu sudah dilalui para siswa baru di sekolah SMA Cakra. Pun mereka sudah mulai belajar di kelas mereka masing-masing. Mengenal satu sama lain teman sekelas serta berbagai macam karakter guru di sana.

Seperti halnya Abdul Aziz. Siswa yang dikenal konyol dan tengil. Ia sering dipanggil Azis gagap seperti pelawak Indonesia. Karena memang cara bicaranya yang sengaja digagapkan juga wajahnya yang hampir mirip dengan pelawak tersebut. Semua siswa di kelas sepuluh dua sering tertawa melihat ke kenyolan anak itu, apalagi kalau sudah menggoda Murni—teman sekelasnya juga yang terkesan baper. Serta Azis  sering menggoda guru-guru yang terlihat cantik, muda dan baik.

"Hey temen-temen!" Teriak Azis ke seluruh teman sekelasnya. Mereka menoleh. Menunggu celotehan apalagi yang akan anak itu lontarkan.

"Susu apa yang nyegerin?" Tanyanya dengan menahan tawa. Semua orang kebingungan. Tidak menyadari makna dari pertanyaan tersebut. Hingga mereka menyerah untuk menjawab.

"Ya, susu murni lah. Iya, kan mur?" Matanya mengedip sebelah. Murni kesal dan menghampiri Azis. Namun, tak menutup kemungkinan jika semua temannya tertawa atas jawaban nyeleneh cowok berlesung pipi itu walaupun dasarnya meledek Murni.

"Dasar pelawak kw. Sana pergi! Ngeselin." Murni memukul punggung azis sekeras mungkin. Tetapi cowok itu hanya terpingkal dibuatnya membuat yang lain pun ikut tertawa. Azis benar-benar murid ajaib.

Tiba-tiba keadaan hening saat gadis berambut sebahu melangkah ke kelas. Semua menatapnya bingung. Mereka sudah terbiasa dengan Salena yang pendiam dan formal kalau bicara. Beruntung mereka tidak bersikap autis padanya. Selalu mencoba mengajak berkumpul di mana ada sesuatu yang pantas diobrolkan, walaupun pada akhirnya Salena menolak dan memilih membaca novel kesayangannya.

"Eh, neng Salena. Dari mana aja sih, aa Azis kangen." Semua menyoraki Azis yang menggombal. "Apaan sih, kalian norak."

Sejurus kemudian cowok itu mendapat lemparan beberapa gulungan kertas. Lalu, Salena pun lekas duduk di tempatnya yang berada di depan meja murni. Jika bertanya tentang tata? Ternyata gadis itu tidak sekelas dengannya, dia mendapatkan duduk di kelas sepuluh empat, benar-benar jauh.

Gadis itu tidak menghiraukan kekacauan yang Azis buat. Tatapannya teralih pada sebuah kertas dilipat dalam bentuk amplop. Tangannya meraih lipatan kertas yang berada dalam laci meja. Lalu dengan pelan juga penasaran ia pun membukanya.

Untuk gadis kaku

Kening Salena berkerut. Ada tulisan yang tidak tau apa artinya. Siapa gadis yang surat ini tuju.

Iya, kamu gadis kaku itu, Salena.

Hah? Sedikit terkejut karena tujuan surat itu dirinya. Tetapi siapa yang iseng menulis hal seperti ini. Masih dilanda penasaran ia pun kembali membaca tulisannya.

Jangan heran aku panggil kamu kaku. Karena nyatanya kamu emang kaku. Ngobrol aja saya-kamu. Kali-kali sayang kamu, gitu. Hihi

Yang ngirim surat ini orangnya ganteng, lho. Gak percaya? Coba balik kertasnya.

Hah, apalagi maksudnya. Namun, Salena tetap saja menurut dan membalik kertas tersebut.

Jika suasana kelas dalam kondisi kosong, Salena ingin sekali tertawa lepas dan keras. Bagaimana bisa orang itu menempelkan poto narsis dirinya di surat ini, pake bilang dirinya ganteng.  

Salena, Aku suka kamu.

Deg!

Ada degup jantung yang mendadak membuatnya tak karuan. Apa ini? Kekonyolan siapa ini yang mengkui perasaannya lewat secarik kertas. Tetapi, pipi mulus gadis itu sukses dibuat merah oleh si pengirim. Salah tingkah akhirinya.

SALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang