Menjadi sosok tidak peduli sudah sejak kecil ia tanamankan. Revan tidak ingin berurusan lagi dengan orang-orang yang bukan hal penting. Namun, semenjak ia bertemu gadis kaku itu perhatiannya selalu saja tertuju pada Salena. Bagaimana bisa gadis tanpa ekspresi itu mencuri detak jantungnya. Seolah bertemu dengan genderang tiba-tiba hatinya selalu menari tidak karuan hanya karena bertatap muka dengannya.Sore ini ia menatap lekat gadis itu. Walaupun sebelumnya ia memutuskan untuk mengganggu Salena lagi. Namun, malah ia sendiri yang tersiksa akan rindu pada gadis di tengah lapangan basket tersebut. Tidak ada hal yang tidak mungkin selama tuhan menghendaki. Bagaimana Revan menjaga hatinya, jika sudah takdir untuk jatuh ya maka akan terjatuh. Mau indah atau sakit itu urusannya yang sudah berani menjatuhkan perasaannya. Dan yang meski lelaki pirang itu lakukan adalah terus berjuang tanpa henti sebelum apa yang ia inginkan terwujudnya. Ah, walaupun belum pasti ia akan mendapatkan hati Salena, Revan akan yakin sepenuhnya.
Sudut bibirnya menyinggungkan senyum selama mata biru itu lekat menatap Salena yang tengah menunggu giliran untuk bermain. Sementara pikiran tentang apa yang ia dengar masih berputar-putar.
Lu harus bisa bikin Daniel cedera sampai dia gak bisa main basket dan jadi kapten lagi.
Revan menggeleng dengan senyum sinis. Masih adakah niat busuk seperti itu. Pemuda itu menghela napas, " sebrengsek apa sih, lu. Sampe banyak orang yang benci bahkan mau celakain, lu," ucapnya sambil menendang botol Aqua kosong yang berada tepat di depannya.
***
"Baik, semuanya! Sementara waktu kita istirahat dulu. Kalian bisa juga pergi ke kantin untuk beli minuman atau apa." Seru Daniel seraya mengambil botol minuman miliknya. Dengan napas terengah-engah, peluh bercucuran, ia meneguk habis isi minumanya.
Semua mata melihat pemandangan itu. Daniel sungguh tampan jika sedang berkeringat. Bahkan anggota perempuan sampe menahan napas karena tidak tahan dengan ketampanan sang ketua basket.
"Ini buat kakak!" Tiba-tiba satu tangan dengan satu botol minuman dingin terulur padanya. Daniel mengernyit heran karena gadis di depannya bukan anak basket. Terlihat dari seragam yang ia pakai masih lengkap putih abu—bukan seragam tim basket seperti mereka.
Gadis dengan rambut dikuncir kuda masih menunduk malu. Daniel masih menatapnya bingung tanpa mengambil apa yang gadis itu berikan.
"Woy, Daniel!" teriak Adam. Daniel mengerjap lantas mengambil benda itu.
"Thanks!" ucapnya.
"Iyah, kak." Gadis itu hendak berbalik pergi sebelum Daniel menahannya.
"Siapa kamu? Maksud kamu berikan ini pada saya apa?" Daniel memang orang yang selektif. Ia harus hati-hati dengan sesuatu yang baru Ida dapat dari seseorang yang baru ia lihat.
Lalu, gadis tadi berbalik lagi menghadap Daniel. Kali ini ia berani menatap wajah tampan milik ketua basket itu.
"Saya Maya fans kakak. Saya cuma mau ngasih itu, kok. Tapi kalau kakak nggak mau juga tidak apa-apa. Boleh dibuang juga." Daniel terdiam. Matanya turun memandang botol berisi minuman dingin menyegarkan. Apakah ia pantas curiga seperti ini pada sosok gadis polos di depannya.
"Baiklah! Terima kasih." Mendengar itu Maya tersenyum dan berpamit untuk pergi.
"Tunggu!" Namun suara berat milik seseorang menahan gadis itu kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
SALENA
Teen FictionSalena Alesya Parahita adalah gadis yang memiliki prinsip "Say No To Pacaran" dari zaman masa pubertas (SMP). Selain itu, ia mendapat julukan gadis kaku dari setiap cowok yang ngedekitannya. Setiap harinya pun tak lepas dari kata belajar, buku, perp...